BEIRUT (Arrahmah.com) – Demonstrasi yang berujung ricuh, disaksikan di jalan-jalan di Beirut tengah ketika para pengunjuk rasa berkumpul di jantung ibu kota dekat pintu masuk utama ke parlemen, yang telah dibentengi dengan kawat berduri, gerbang baja dan pelat logam.
Para pengunjuk rasa melemparkan batu, petasan dan rambu-rambu jalan ke polisi anti-huru hara, yang menembakkan meriam air, gas air mata dan peluru berlapis karet dalam upaya untuk membersihkan daerah tersebut.
Pasukan keamanan berdiri di belakang tembok yang dibentengi saat bala bantuan dikirim untuk menghalangi para demonstran agar tidak melalui jalan paralel di daerah tersebut.
Libanon mengumumkan pembentukan pemerintahan baru pada Selasa (21/1/2020) setelah tiga bulan blokade politik. Namun, para pengunjuk rasa mengatakan pemerintah baru terdiri dari orang-orang yang sama yang telah mereka lawan sejak 17 Oktober, lansir Al Jazeera (22/1).
“Kami ingin pemerintah bekerja sesuai dengan kebutuhan kami. Jika tidak, persetan dengan mereka,” kata Mohammed, seorang pemrotes berusia 23 tahun yang berasal dari Tripoli.
“Kabinet lama yang kami protes sedikit lebih baik daripada pemerintahan ‘satu warna’ ini,” katanya, menggunakan istilah untuk menggambarkan kabinet baru yang didukung oleh “Hizbullah” dan sekutunya.
Para pengunjuk rasa menyerukan reformasi besar-besaran dan sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh para teknokrat independen dan yang dapat menangani krisis ekonomi yang melumpuhkan dan korupsi yang meluas.
Para pengunjuk rasa menolak anggota dari elit politik saat ini, yang telah memerintah Libanon sejak berakhirnya perang saudara pada 1990 dan dianggap bertanggung jawab atas krisis ekonomi negara itu.
“Mereka masih mencuri dari kami. Kami tidak punya listrik, kami tidak punya rumah sakit, dan kami mati kelaparan,” Mohammed menambahkan.
“Kami dipaksa untuk meningkatkan [unjuk rasa], revolusi tidak lagi damai. Kami telah memberi mereka kesempatan selama 30 tahun.” (haninmazaya/arrahmah.com)