DAMASKUS (Arrahmah.com) – Setiap pagi, Abu Muhammad dan kedua putra tertuanya setelah shalat subuh bergiliran menuju ke salah satu toko roti di Damaskus.
Mereka menunggu setidaknya tiga jam. Seringkali, anak Abu Muhammad telat datang ke sekolah bahakan harus membolos.
“Suatu hari saya pernah mengantri selama tujuh jam,” katanya sebagaimana dikutip The Washington Post (26/12/2020).
“Hari lainnya bisa hingga delapan atau enam jam. Saya tidak bisa begitu terus karena saya harus bekerja agar dapat terus hidup.
Krisis kelangkaan roti menjadi hal yang paling nyata dan menyakitkan dari hancurnya ekonomi Suriah. Hal ini diperparah juga dengan naiknya harga roti subsidi dua kali lipat sejak Oktober. Kenaikan harga ini membuat sebagian besar keluarga di Damaskus mengurangi setengah konsumsi mereka.
Abu Mohammed mengatakan dia membutuhkan tiga hingga empat kantong roti sehari. Dia membeli dua kantong roti berkualitas rendah dari toko roti pemerintah. Sisanya dia beli di toko roti warga dengan harga 10 kali lipat dari harga resmi.
Kelangkaan ini pun diperparah dengan susahnya mendapatkan bensin. Sehingga banyak warga menggunakan kayu bakar untuk penghangat mereka di musim dingin.
Dalam wawancara dengan surat kabar Al-Watan awal bulan ini, Menteri Pertanian Hassan Qatna berusaha untuk menangkis ketidakpuasan publik, dengan mengatakan, “Mari kita kembali memanggang roti di rumah kita. Jangan menunggu subsidi pemerintah”
Tapi karena harga naik dua kali lipat, kualitas memburuk, dan antrean semakin panjang, warga kesulitan untuk mengikuti program Menteri Pertanian. (Hanoum/Arrahmah.com)