BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menemukan delapan game online yang berbahaya bagi anak, karena dinilai bisa merusak kepribadian calon-calon generasi penerus ini.
“Ibarat candu, perlahan-lahan efek game tersebut merusak sisi psikologis dan kepribadian anak. Kita selaku orangtua cenderung abai menyangkut upaya preventif terhadap gejala ini,” kata Manager Program pada LBH Anak Aceh, Rudy Bastian, di Banda Aceh, Rabu.
Delapan game yang saat ini berbahaya bagi anak, yakni Point Blank, Counter Strike, World of Warcraft, Call of Duty, RF Online, AION, Gunbound, dan Lost Saga.
Game online itu, menurut Bastian, menawarkan sensasi praktis bagi anak dengan nuansa perang-perangan, perkelahian, pembantaian etnis, perang antar suku, dan bahkan pembunuhan sadis terhadap siapapun yang dianggap lawan.
Usaha mencontoh dan meniru tokoh-tokoh dalam game inilah yang ditakutkan dicontoh di kehidupan si anak. “Setiap anak yang bermain game ini mendapatkan suasana menegangkan dan menantang tak terkecuali jika game ini dimainkan orang dewasa,” katanya.
Game online akhir-akhir ini gencar diminati semua orang khususnya anak-anak yang masih di bawah umur.
“Hasil penelaahan kami, game online saat ini di Aceh lebih digandrungi anak usia 8-14 tahun. Warung internet tempat penyedia game online yang selalu ramai dikunjungi anak, atau bisa juga dikatakan sebagai rumah kedua bagi mereka dalam bermain,” ujarnya.
Alasan anak senang bermain game adalah karena ingin mencoba hal yang baru dan juga untuk dapat menghilangkan stres, dikarenakan tugas sekolah ataupun ada suatu masalah. “Padahal game online seyogyanya diperuntukkan bagi usia 17 tahun ke atas,” katanya.
Dikatakan, dan ternyata terlalu sering bermain game dapat mempengaruhi kepribadian anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan di usia 8 sampai 14 tahun anak-anak cenderung akan menyerap dan meniru segala sesuatu yang dilihat, sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan tubuhnya.
Sejumlah efek lainnya juga bakal muncul pada si anak, menurut dia, di antaranya masalah sosialisasi, komunikasi, dan empati si anak dengan orang lain sekitarnya. Kondisi ini memicu agresivitas anak dan terkikisnya hubungan sosial anak terhadap kondisi sekeliling.
“Dan kondisi ini bakal diperparah ketika si anak yang kecanduan game online tadi tidak mempunyai uang untuk bermain, maka dia akan mencuri dan memalak kawannya guna bisa mendapatkan uang untuk dapat terus bermain game online tersebut,” ujarnya.
Dirinya menilai, bermain game online identik dengan duduk berjam-jam di depan komputer atau pun laptop dengan memainkan game-game tertentu yang membuat mereka asyik sendiri dan susah untuk diganggu ataupun diajak berinteraksi.
Kecuali jika mereka mempunyai masalah mengegani game tersebut baru mereka bisa kita ajak bicara. Dan tidak asing ketika game online-nya kalah dengan lawannya, si anak bakal mengeluarkan ucapan-ucapan yang semestinya tidak mereka ucapkan. (azm/antara/arrahmah.com)