JAKARTA (Arrahmah.com) – Sejumlah ulama, habaib, pimpinan ormas Islam serta ribuan jamaah Muslim berkumpul di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (4/11/2017) untuk mengikuti Tabligh Akbar Politik Islam (TAPI) ke-10 sekaligus deklarasi Gerakan Indonesia Shalat Subuh (GISS).
Deklarasi dipimpin oleh Koordinator Nasional GISS KH Muhammad al Khaththath yang diikuti seluruh jamaah yang hadir.
Saat membacakan deklarasi, KH Al Khaththath didampingi para ulama dan habaib, diantaranya KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii (Pimpinan As Syafiiyah), KH Cholil Ridwan (Pendiri PPI), Dr Eggi Sudjana (Advokat Senior), Habib Hanif Alatas (Ketua Front Santri Indonesia), Prof Dr Musni Umar (Psikolog), Ustaz Asep Syaripuddin (Ketua API Jabar), Ustaz Fikri Bareno (Al Ittihadiyah), Ustaz Bukhari Muslim (PA 212) dan lainnya.
Ada tiga poin yang terkandung pada deklarasi GISS. Pertama, umat Islam diminta bertekad melaksanakan salat subuh berjamaah secara istiqomah. Kedua, umat Islam diminta untuk terus mengajak keluarga, saudara, tetangga, dan temannya untuk melaksanakan salat subuh berjamaah di masjid daerah masing-masing.
“Dan yang ketiga, kita bertekad dan bercita-cita bahwa pada tahun 2020 salat subuh di Indonesia seperti salat Jumat,” ungkap KH. Al-Khaththath, lansir Suara-Islam.
Selain itu, ia juga membacakan seruan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)-Ulama terkait disahkannya Perppu Ormas menjadi Undang-undang. Seruan tersebut dirilis dalam jumpa pers di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Senin lalu (30/10).
Dalam seruan tersebut, dijelaskan bahwa dari sudut aspek konstitusional, proses politik yang melahirkan peraturan perundang-undangan tersebut tidak dapat diterima sebagai proses politik yang dibenarkan menurut ukuran legal formal konstitusional, yaitu tidak memenuhi unsur syarat-syarat untuk dapat diterbitkannya sebuah Perrpu.
Begitu juga dalam hal proses politik pengesahan Perppu menjadi undang-undang juga terkesan telah terjadi pemaksaan dari rezim yang tengah berkuasa yang akan menggunakan Perppu pembubaran ormas tersebut sebagai senjata mengekang kebebasan dan bertentangan dengan pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945.
“GNPF Ulama dan Ormas-Ormas Islam memandang, substansi dari Perppu yang telah disahkan menjadi UU tersebut sangat merugikan umat Islam karena cenderung ditujukan untuk membatasi dan mengekang dakwah Islam sekaligus ingin memadamkan cahaya agama Allah Swt,” jelas KH. Al-Khaththath.
Berdasarkan hal tersebut, GNPF Ulama dan ormas Islam menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia agar tidak mendukung dan tidak memilih partai-partai yang telah menyetujui Perppu menjadi Undang-Undang baik dalam Pilkada, Pileg, maupun Pilpres.
Seruan kedua, yaitu agar selalu waspada terhadap kemungkinan terburuk yang diakibatkan oleh UU tersebut.
“Ketiga, melakukan perlawanan melalui mekanisme legal konstitusional,” tandas KH. Al-Khaththath.
(ameera/arrahmah.com)