Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) menyesalkan kunjungan WNI ke Israel. DDII juga meminta ormas Islam semakin menertibkan anggotanya.
Dalam sepekan terakhir, lebih dari 20 orang tewas karena serangan Israel di Jalur Gaza. Tentara Zionis berkilah mereka mengejar “teroris”. Sejak tiga bulan lalu, isolasi atas Jalur Gaza juga diperketat.
Jalur distribusi bantuan kemanusiaan dari penjuru dunia, terhenti total. Makanan, obat-obatan dan selimut di musim dingin, dilarang masuk oleh tentara Israel. Artinya, jutaan pengungsi Muslim Palestina akan hidup sengsara di tambah cuaca ekstrem, di bawah 15 derajat celcius. Belum lagikondisi listrik dan aliran air bersih yang diputuskan sejak tiga bulan terakhir. Maka Jalur Gaza telah menjelma Auschwitz baru di zaman ini
Di tengah kondisi seperti itu, alangkah mengejutkan berita yang dilansir oleh harian The Jerusalem Post, 8 Desember 2007. Lima orang yang disebut sebagai wakil umat Islam Indonesia, berkunjung ke Israel atas undangan tokoh Zionis Yahudi, Shimon Peres, yang juga Presiden Israel.
Atas fasilitas dari LibForAll Foundation dan Simon Wiesenthal Center, lima orang yang kononnya mewakili beberapa Ormas Islam menghadiri kunjungan ke Israel. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, (DDII), menyatakan penyesalan atas kunjungan itu, demikian salah satu rilis pers yang dikirim ke kantor redaksi www.hidayatullah.com.
Sebagai organisasi yang selama puluhan tahun terlibat aktif dalam upaya penyelesaian masalah Palestina, DDII mengimbau, agar dalam situasi seperti ini seyogyanya beberapa oknum tersebut bertindak berhati-hati dan berkoordinasi dengan organisasi Islam lainnya maupun dengan pemerintah RI, apalagi, jika jika itu berhubungan dengan pejabat-pejabat Israel, yang jelas-jelas masih menjajah negeri Muslim Palestina.
“Selama ini ada yang sengaja membuat opini salah bahwa Shimon Peres adalah tokoh perdamaian dunia.Padahal, Shimon Peres adalah seorang Yahudi Zionis yang tangan dan karirnya berlumur darah rakyat Palestina, sehingga patut di bawa ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang”, demikian kutipan rilis pers yang ditandatangani, humas DDII, M. Syah, Agusdin.
Selain itu, menurut Agusdin, bersama Ariel Sharon, Shimon Peres ikut bertanggung jawab atas pembantaian di Sabra Satila. Keduanya adalah tokoh yang telah melanggar Konvensi Jenewa 1957 dan telah melanggar Criminal Justice Act 1988 serta Taking of Hostages Act 1982.
“Shimon Peres adalah Pejahat Perang yang sesungguhnya. Karena ia telah terbukti melanggar Artikel 147 dari Konvensi Jenewa yang membahas Perlindungan Warga Sipil di Masa Perang. Karena itu sangat aneh, jika ada orang yang mengaku sebagai umat Islam Indonesia, yang mau “bermesraan” dengan Shimon Peres, “ kutip Agusdin..
Agar peristiwa seperti ini tidak sering terjadi, DDII berharap agar ormas Islam dapat menertibkan anggota-anggotanya.
Sumber: Hidayatullah