YERUSALEM (Arrahmah.id) – Pelanggaran data besar-besaran telah mengungkap informasi pribadi yang sensitif dari ribuan pemilik senjata di ‘Israel’. Pelanggaran tersebut, yang dikaitkan dengan peretas Iran, telah memicu kekhawatiran atas keamanan nasional ‘Israel’. Informasi ini, yang mencakup identitas, alamat, dan detail senjata api, kini tersedia secara daring, sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pakar keamanan.
Kebocoran tersebut berisi lebih dari 10.000 catatan tentang pemukim ‘Israel’ yang secara sah memiliki senjata api. Di antara rincian yang terekspos adalah alamat rumah, latar belakang militer dan medis, foto, dan jenis senjata yang dimiliki. Selain itu, kebocoran tersebut mencakup informasi tentang penyimpanan senjata di lembaga publik dan data tentang personel keamanan bersenjata.
Menurut Haaretz, berkas yang bocor berasal dari gabungan sumber keamanan pemerintah dan swasta. Di antaranya adalah catatan yang terkait dengan Divisi Keamanan dan Perizinan Kepolisian, Departemen Perizinan Senjata Api Kementerian Keamanan Nasional, dan firma keamanan swasta yang bekerja sama dengan pemerintah ‘Israel’. Pelanggaran tersebut sangat memprihatinkan karena juga berisi informasi sensitif tentang personel keamanan, termasuk evaluasi, surat rekomendasi, dan kartu identitas polisi.
Dokumen tersebut pertama kali bocor pada awal Maret, tetapi pelanggaran tersebut dilaporkan dimulai pada Desember 2024. Kelompok peretas yang berafiliasi dengan Iran, Handala, mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Mereka memiliki sejarah operasi yang dirancang untuk mempermalukan ‘Israel’ dan mengganggu sistemnya, terutama melalui perang psikologis dan kampanye pengaruh.
Pakar keamanan siber telah memperingatkan bahwa data yang terekspos membahayakan pemilik senjata api, membuat mereka rentan. Seorang pakar dari databreach.com menyatakan, “Siapa pun yang menyimpan senjata api di rumah kini berada pada risiko yang lebih tinggi.” Meskipun pejabat ‘Israel’ berupaya untuk mengecilkan insiden tersebut, masih belum jelas bagaimana data tersebut diperoleh.
Menurut laporan Direktorat Siber Nasional 2024, terjadi peningkatan tajam dalam serangan siber dan kebocoran data yang menargetkan negara pendudukan tersebut setelah memulai genosida di Gaza. Laporan tersebut juga menyoroti bahwa serangan phishing tetap menjadi metode yang paling umum digunakan oleh peretas untuk menyusup ke sistem ‘Israel’. (zarahamala/arrahmah.id)