DHAKA (Arrahmah.id) – Sebuah kantor pemerintah mengatakan kepada Anadolu pada Sabtu (8/7/2023) bahwa mereka sedang memeriksa pembobolan lebih dari 50 juta informasi pribadi warga Bangladesh yang terpapar di situs web pemerintah, dan menyebutnya sebagai “krisis ketidakamanan siber global.”
Perkembangan ini muncul setelah Viktor Markopoulos dari Bitcrack Cyber Security menemukan kebocoran tersebut pada 27 Juni, TechCrunch, sebuah portal online berteknologi tinggi di Amerika Serikat, melaporkan pada Jumat.
Spesialis keamanan siber tersebut mengklaim bahwa TechCrunch segera menghubungi Tim Respons Insiden Komputer e-Government Bangladesh (BGD e-GOV CIRT) tetapi Markopoulos tidak menerima tanggapan.
Informasi pribadi tersebut termasuk nama, nomor telepon, alamat email, dan nomor Kartu Identitas Nasional (NID). Informasi tersebut dapat diakses di situs web pemerintah.
TechCrunch tidak mengidentifikasi situs web tersebut karena datanya masih tersedia secara online.
“Di Bangladesh, setiap warga negara yang berusia 18 tahun ke atas diberikan Kartu Identitas Nasional, yang memberikan ID unik kepada setiap warga negara. Kartu ini wajib dimiliki dan memberikan warga negara akses ke beberapa layanan, seperti mendapatkan SIM, paspor, membeli dan menjual tanah, membuka rekening bank, dan lain-lain,” tambahnya.
Markopoulos mengatakan bahwa menemukan data tersebut “terlalu mudah.”
Petugas Hubungan Masyarakat (IT) BGD e-GOV CIRT, Sukanta Chakraborty, mengatakan kepada Anadolu bahwa perusahaannya sedang meneliti pelanggaran tersebut dan menganalisis dari sisi mana “kemungkinan” kebocoran data terjadi.
“Kami sedang mengusahakannya. Tim teknis kami dengan dukungan dari mitra global kami memantau dan memeriksa seluruh insiden. Ini adalah masalah keamanan siber yang diperbarui setiap menit di seluruh dunia. Oleh karena itu, hal ini dapat terekspos melalui pengguna manapun,” katanya.
Chakraborty menyarankan agar para korban tidak perlu khawatir dengan kebocoran tersebut.
“Insiden kebocoran data seperti itu sering terjadi di seluruh dunia. Kita tidak dapat menyangkalnya. Oleh karena itu, ini bukan masalah kemampuan atau kompetensi dalam keamanan siber, tetapi ini adalah masalah global -di mana kita tidak bisa lepas dari masalah ini,” katanya.
Pada 2016, para peretas mencuri hampir $1 miliar dari rekening Federal Reserve Bank of New York yang merupakan milik bank sentral Bangladesh. Bangladesh beruntung karena para peretas hanya berhasil mencuri kurang dari sepersepuluh jumlah pencurian siber terbesar dalam sejarah.
Namun, Bangladesh hanya membuat sedikit kemajuan dalam memulihkan uang tersebut. (haninmazaya/arrahmah.id)