Oleh: Yuliyati Sambas
Remaja adalah bagian dari generasi yang akan menjadi pengisi, bahkan pemimpin peradaban di masa mendatang. Kesehatan fisik dan mental yang paripurna tentu menjadi bagian yang penting untuk diwujudkan. Terlebih jika merujuk pada cita-cita besar negeri ini yang hendak mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045. Apa yang terjadi ketika aspek urgent tersebut kondisinya berkebalikan dari yang diharapkan?
Kabar mengejutkan terkait kesehatan mental remaja Indonesia salah satunya diberitakan media Tempo.co (13/2/2025). Sebanyak 34,9 persen remaja Indonesia atau 15,5 juta terkena mental illness. Data ini dirilis oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Wakil Menteri Kementerian Kependudukan Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka menggambarkan betapa para remaja sedang berhadap-hadapan dengan tantangan yang kian kompleks. Satu di antaranya berkenaan dengan kesehatan mental.
Isyana memaparkan bahwa pihaknya telah meluncurkan sebuah program bernama Generasi Berencana. Program ini dirancang untuk memberi bekal kesiapan generasi muda dalam menghadapi masa depan mereka kelak ketika berkeluarga. Melalui bimbingan perencanaan pendidikan, karier hingga pernikahan yang matang diharapkan akan terwujud keluarga yang berkualitas.
Apa sebenarnya yang menjadi penyebab terjadinya darurat kesehatan mental remaja Indonesia? Apakah program yang sudah dibuat cukup menuntaskan problem ini?
Apa Itu Kesehatan Mental?
Menurut Halodoc.com kesehatan mental diartikan sebagai kondisi yang terjadi pada emosi, kejiwaan, dan psikis seseorang. Kondisi kejiwaan dapat terganggu ketika terjadi peristiwa di masa lalu yang berdampak besar dalam kepribadian dan perilaku seseorang. Beberapa di antaranya adalah kejadian pelecehan, stres tingkat tinggi yang berlangsung lama dan tidak mendapat penanganan serius, mengalami kdrt atau mendapat perlakuan buruk terkait pola asuh di masa lalu.
Mental illness yang banyak terjadi semisal, depresi, bipolar, anxiety (kecemasan), psikosis, gangguan obsesif kompulsif (OCD), stres pascatrauma (PTSD), gangguan narsistik (NPD), dan masih banyak lainnya.
Media Sosial Berdampak pada Kesehatan Mental
Media sosial pada masa kini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari generasi yang hidup di dalamnya, tak terkecuali remaja. Tersedianya beragam platform medsos mempersembahkan kemudahan akses untuk saling terhubung dengan siapa pun di belahan bumi manapun. Semua informasi bisa diakses dalam hitungan detik. Eksplorasi minat pun terbuka lebar dengan adanya medsos. Media sosial juga bisa dijadikan sarana edukasi dan kreativitas.
Namun demikian, ibarat pisau bermata dua, medsos pun menyimpan segudang risiko buruk. Misalnya adalah eksposure yang berlebihan terhadap remaja khususnya berkenaan dengan standar sosial yang jauh dari kata realistis yang terpampang di medsos.
Dengan eksposure yang berlebihan tadi remaja akan sampai pada kondisi ketergantungan hingga senantiasa memvalidasi apa yang didapat dari medsos untuk kehidupannya. Dampak selanjutnya, hal-hal yang tidak realistis dan sulit diwujudkan akan meninggalkan stres tersendiri.
Terlebih ketika apa yang menjadi standarnya jauh dari nilai agama, makin jauhlah kepribadian saleh salihah yang semestinya ada dalam diri remaja muslim. Kondisi kecemasan berlebih hingga depresi pun pada akhirnya tak bisa dihindari. Rasa percaya diri yang ada sedikit demi sedikit menguap beriring dengan standar di media sosial yang kian tak realistis.
Dampak berikutnya tak sedikit remaja yang mengisolasi diri dari lingkungan sehingga menjadi pribadi yang antisosial (ansos). Paparan toksik yang tejadi terus-menerus tersebut tinggal menunggu waktu dapat menjangkiti remaja dengan beragam penyakit mental yang membahayakan diri dan sekitarnya.
Media sosial hadir dan terus bertumbuh menjadi media yang menjajakan gaya hidup dan pandangan sekuler, bahkan liberal. Negara pun dalam hal ini tak mampu membendungnya. Sistem teknologi informasi global liberal kian tak terbendung masuk ke celah-celah rumah keluarga muslim, bahkan ke kamar-kamar anak-anak umat.
Andil Sistem Pendidikan Sekuler Kapitalistik terhadap Kesehatan Mental
Selain media sosial, sistem pendidikan sekuler kapitalistik yang diterapkan saat ini punya andil besar dalam menentukan kesehatan mental remaja. Pendidikan di sistem kapitalisme menjadikan kecerdasan akademik sebagai standar pencapaian yang diutamakan. Asas sekuler telah menjauhkan proses pendidikan dari asas akidah Islam yang lurus.
Out put pendidikan pun terdesain dengan cetakan kapitalis sekuler. Di dalam jiwanya kering dari ruhiah. Adapun standar kebahagiaan merujuk pada pencapaian materi dan kesuksesan duniawi.
Akibat Penerapan Sistem Rusak
Semua faktor yang ada di atas secara hakiki adalah impact dari diterapkannya sistem kehidupan rusak. Ia adalah sistem kapitalisme sekuler.
Sistem ini tidak membawa prinsip kemanusiaan dalam mengejawantahkan konsep pemahaman tentang kehidupannya. Manusia secara fitrah bersifat lemah, serba terbatas, dan membutuhkan Zat Yang Maha Kuasa dalam mengatur kehidupannya.
Dalam sistem tersebut manusia hanya diberi kesempatan untuk percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi dalam waktu bersamaan diarahkan untuk menafikan aturan-Nya Yang Maha Sempurna. Sebagai gantinya, aturan hidupnya dibuat berdasarkan benar salah versi akal yang terbatas. Standar pencapaian dan bahagia dalam ranah pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, hingga bernegara adalah materi dan kesenangan jasadi. Ketika standar tersebut sulit diraih, sementara pijakan ruhiah berupa rasa syukur, qanaah, sabar, dan tawakal kian pupus dari benak, maka tingkat stressing, anxiety hingga depresi menjadi tak terelakkan lagi.
Akar persoalannya sudah jelas. Darurat kesehatan mental pada remaja adalah buntut dari diterapkannya sistem kapitalisme sekuler. Maka dari itu, upaya apa pun, sebaik apa pun mustahil akan mampu menyelesaikan secara tuntas. Hanya dengan solusi bersifat sistemislah, darurat kesehatan mental pada remaja dapat disudahi.
Sistem Islam Memanusiakan Manusia
Apa yang terjadi di alam kapitalistik sekuler, sangat berbanding terbalik dengan Islam. Sistem Islam memiliki cara pandang dan pengaturan kehidupan yang khas. Akidah Islam memandang bahwa semesta raya, manusia, dan kehidupan adalah makhluk ciptaan Allah Swt. yang bersifat terbatas. Maka dari itu, manusia benar-benar membutuhkan sandaran terbaik dalam menjalani kehidupan ini. Sandaran tersebut adalah Zat Yang Maha Kuasa.
Kehidupan berjalan sesuai dengan aturan-Nya. Standar kebahagiaan pun demikian hakikinya, meraih rida Illahi. Tak akan ada pribadi-pribadi yang saling berlomba meraih standar fisik dan materi yang bersifat fana.
Generasi dididik dengan prinsip Islam. Mulai dari didikan di keluarga, masyarakat, hingga negara. Semua mengambil peran penting menjadikan generasi berkepribadian Islam.
Keluarga mendidik dengan sepenuh cinta anak-anaknya menggunakan prinsip Islam. Konsep sabar, syukur, qanaah, dan prinsip Islam lainnya senantiasa diajarkan kepada anak-anak.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah At-Tahrim ayat 6,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Allah juga berfirman,
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
Artinya: “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. An-Nisa ayat 9)
Masyarakat memiliki kepekaan dan standar yang sama dalam memandang terkait baik buruk, terpuji tercela, dan benar salah. Standar ini hanyalah hukum syarak.
Di tengah masyarakat senantiasa terbudayakan saling beramar makruf nahi mungkar. Ini dilakukan sebagai wujud peduli dan saling mencintai sesama mukmin karena Allah.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran ayat 104)
Di saat individu dalam keluarga dan masyarakat saling bahu-membahu mendidik generasi dengan akidah dan perilaku islami, perasaan pun terstandarkan hanya pada syariat Islam. Negara sebagai institusi tertinggi dalam sebuah peradaban mengambil peran mengurus urusan rakyatnya dengan serius dan bersandar pada syariat Islam semata.
Penguasa dalam sistem Islam senantiasa teringat dengan sabda Nabi saw. berkenaan dengan tanggung jawab, yaitu, dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw., “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya ….” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pendidikan diselenggarakan oleh negara dengan asas Islam. Tujuan pendidikannya adalah membentuk generasi berkepribadian Islam mumpuni, sehat dan kuat fisik, akal, serta jiwa.
Masyarakat akan dijaga oleh negara dari paparan pemikiran rusak dan kufur. Semua media yang dapat menyebarkannya semisal medsos akan mendapat pantauan ketat dari negara. Standarnya kembali pada akidah Islam.
Khatimah
Ketika semua elemen, individu dan keluarga, masyarakat, dan negara memiliki akidah, dan cara pandang yang sama dengan standarisasi Islam, ditambah aturan yang diterapkan oleh negara berasal dari Islam kaffah, kasus-kasus buruknya kesehatan mental pada remaja bisa diputus. Hal ini tentu hanya dapat diwujudkan oleh institusi negara yang menerapkan syariat Islam.