Medan Jihad di Suriah telah menarik muhajirin dari berbagai negara, tidak hanya dari negeri Arab, bahkan dari negeri Barat pun berdatangan. Banyak di antara mereka awalnya hanyalah para pemuda biasa yang menjalani hidup layaknya warga sipil pada umumnya, kuliah atau bekerja. Namun dengan iman dan tekad yang kuat, mereka tinggalkan hidup “santai” mereka dan memasuki medan penuh kesulitan dan pertumpahan darah.
Ayham al-Doumany, salah satu pemuda Muslim dari Mesir yang berhijrah ke Suriah. Ia tinggalkan cita-cita duniawinya demi jihad Fii sabiilillah, yang diyakininya telah menjadi Fardhu ‘ain.
Imannya memanggil, Ayham memutuskan untuk berangkat berjihad ke Suriah dan bergabung dengan Mujahidin lainnya di kota Douma, provinsi Damaskus.
“Saya dalam kondisi baik. Saya dari Mesir. Saya adalah seorang mahasiswa fakultas hukum. Mahasiswa lainnya belajar agar bisa bekerja di bidang perdagangan, komputer, atau bahasa Inggris. Saya tidak begitu. Saya meninggalkan bangku kuliah dan berangkat (ke Suriah) untuk berjihad. Sebab jihad saat ini fardhu ‘ain,” ungkapnya dalam sebuah wawancara video yang diposting Egypt Independent.
Di kota itu ia belajar menggunakan senjata dan memperoleh pengalaman jihadnya, sehingga akhirnya menjadi salah seorang sniper handal mujahidin FSA di Douma (berkat pertolongan Allah).
“(Saya seorang) pemuda yang ingin melakukan reformasi. (Saya seorang) pemuda yang ingin menyelamatkan rakyat. (Saya seorang) pemuda yang ingin menghentikan kerusakan,” ujarnya.
Ayham menceritakan bagaimana tank-tank dan tentara-tentara rezim Nushairiyah Suriah menembaki para demonstran. Lebih dari lima ribu demonstran Muslim gugur selama aksi demonstrasi damai yang mereka gelar.
Meski jumlah mujahidin FSA di kota Douma sangat sedikit dan senjata mereka sangat sederhana, namun mereka berkali-kali berhasil (dengan pertolongan Allah) memukul mundur pasukan rezim Nushairiyah Suriah yang berjumlah jauh lebih besar dan dilengkapi peralatan perang yang sangat lengkap.
“Mereka itu sangat pengecut. Baru dihujani beberapa peluru saja, mereka sudah lari terbirit-birit,” kata Ayham.
Ayham menjuluki Bashar Assad dengan julukan “Abul Mujrim”, yang artinya bapak durjana.
“Kondisi di Suriah sangat buruk akibat kebiadaban Abul Mujrim. Tidak ada air bersih. Tidak ada listrik. Tidak ada internet. Namun segala puji bagi Allah, kami bisa melaluinya,” katanya.
Selain Ayham, pemuda Muslim dari Mesir lainnya adalah Washim Ash-Shadiq, seorang warga biasa yang sehari-harinya berprofesi sebagai penjahit sebelum ia berangkat ke belahan negeri Syam itu.
Shadiq mulai berangkat ke Suriah saat masa-masa awal maraknya demonstrasi damai yang diberangus dengan kejam oleh rezim Nushairiyah Suriah. Ia bergabung dengan para demonstran Muslim di kota Qabun, provinsi Idlib.
Saat demonstrasi damai memerlukan dukungan gerakan bersenjata, Shadiq bergabung dengan para pemuda dan orang tua di kota Qabun yang mengangkat senjata. Setelah itu, ia kemudian bergabung dalam regu sniper mujahidin FSA di Qabun. Ia terlibat dalam berbagai pertempuran sengit di Idlib.
“Kami berperang untuk membela anak-anak kami dan wanita-wanita kami,” katanya.
Begitulah Ayham dan Shadiq, di antara pemuda Islam yang berusaha mengabdikan hidupnya dengan berjihad di jalan Allah. Hidup mulia atau mati syahid.
(siraaj/arrahmah.com)