JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) kembali menggelar sidang tindak pidana terorisme dengan terdakwa tujuh anggota kelompok Jihad Kemayoran. Ketujuh anggota kelompok tersebut saling bersaksi untuk rekannya masing-masing.
Dalam kesaksiannya, Ali Miftah mengungkapkan, bahwa dia yang membentuk kelompok Jihad kemayoran. Dan Ia pernah menyuruh Shantanam mencari orang untuk dijadikan anggota.
“Kelompok saya antara lain Shantanam, wartoyo, umar, Budi, Jumarto, Paimin,” ungkap Ali Miftah saat menjadi saksi bagi terdakwa, Wartoyo dan Jumarto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (31/01).
Ali Miftah yang pernah terlibat pelatihan Jihad di Aceh memaparkan, kelompok Kemayoran dibentuk pada tahun 2010 lalu saat dirinya menjadi buronan aparat.
Ia juga mengaku sebagai orang yang membuat rencana untuk meracun aparat. Racun tersebut berasal adalah racikan dari biji jarak.
“Saya ditugasi menyiapkan bahan-bahan yang berasal dari biji-bijian jarak yang bisa menjadi racun. Saya berhasil membuatnya dikamar saya. Saya bersama Santanam mencari bahannya di cakung, tapi racun itu belum saya uji coba Pak,” kata anggota kelompok Jihad Kemayoran, Paimin saat menjadi saksi bagi terdakwa lainnya, Budi Supriadi.
Dalam kesempatan itu, Paimin juga menjelaskan cara pembuatan racun itu kepada Majelis Hakim. Ia mengukapkan, biji jarak yang diperolehnya direbus kemudian direndam dengan air dan dihancurkan. Dalam rendaman air itu juga disertakan sedotan yang dimaksudkan agar sedotan terkontaminasi air racun yang akan disebarkan ke aparat kepolisian.
“Selama tiga hari saya baru bisa membuat racun dari biji jarak sebanyak satu botol aqua ukuran 600 ml,” ujarnya.
Sedangkan terkait senjata rakitan pen gun yang ditemukan di salah satu rumah anggota kelompok itu, Ali Miftah mengatakan, senjata itu digunakan dalam rangka persiapan untuk berjihad.
“Jihad menurut saya adalah meninggikan kalimat Allah. Dan karena itu saya memerintahkan Omar Dani untuk memperbanyaknya. Apalagi Pen Gun itu bukan Pabrikan, tapi hasil rakitan dan pemberian Ashola” ujarnya.
“Saya pernah memerintahkan terdakwa Budi Supriadi untuk memberikan pengawalan kepada Umar Patek, selama berada di Indonesia ” kata ketua kelompok tersebut, Santhanam, saat menjadi saksi bagi terdakwa Budi Supriadi.
Santhanam mengaku, perintah bukan murni berasal darinya, melainkan dari rekannya sesama terdakwa, Ali Miftah, yang juga terlibat dalam pelatihan militer di Aceh Besar.
“Saya diperintahkan Ali Miftah untuk memberikan pengawalan kepada Umar Patek yang rencananya akan kembali ke Indonesia. Karena itu saya memerintahkan terdakwa Budi Supriadi, namun rencana itu gagal karena kami ditangkap,” tandas Santhanam.
Namun, saat ditanya Hakim, apakah saksi mengenal Umar Patek, Santhanam menjawab tidak kenal. Dan baru mengenal Umar Patek ketika sama-sama berada di dalam tahanan.
Kelompok Jihad kemayoran yang terdiri dari tujuh orang itu di dakwa dengan Pasal 15 juncto Pasal 9, Pasal 13 juncto Pasal 9 dengan ancaman 15 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.(bilal/arrahmah.com)