(Arrahmah.id) – ‘Israel’ mulai mengoperasikan chatbot kecerdasan buatan (AI) tingkat militer bernama Genie, sebuah sistem yang kini digunakan para komandan untuk mengambil keputusan di medan perang Gaza.
Ini bukan sekadar pembaruan teknologi biasa. Genie mencerminkan semakin masifnya penggunaan AI dalam peperangan—mengotomatisasi keputusan yang menentukan hidup-mati, dalam konflik di mana ‘Israel’ sendiri sudah dituduh melakukan genosida dengan bukti yang kuat.
Seperti ChatGPT, tapi untuk Perang
Menurut laporan Yedioth Ahronoth dan Ynet, Genie dirancang mirip ChatGPT tetapi terintegrasi dengan jaringan militer rahasia ‘Israel’. Para perwira bisa mengetik pertanyaan dalam bahasa alami dan menerima jawaban detail secara real-time dari cloud operasional militer. Alat ini sudah digunakan di semua pusat komando ‘Israel’ dan diterapkan dalam operasi langsung di Gaza.
Dideskripsikan oleh media ‘Israel’ sebagai “halaman web bersih dengan kotak teks di tengah dan judul: ‘Apa yang ingin Anda ketahui?'”, Genie memberikan jawaban instan untuk pertanyaan terbuka, dengan data yang terus diperbarui dari seluruh sistem operasional militer ‘Israel’.
Dari Uji Coba ke Medan Perang
Genie diluncurkan sebulan lalu sebagai aplikasi uji coba di jaringan internal militer ‘Israel’, dan kini sudah dipasang di semua pusat komando. Versi mobile-nya sedang dikembangkan, kata Ynet.
Namanya terinspirasi dari jin dalam cerita Aladdin, tetapi penggunaannya jauh dari dongeng. Genie dikerahkan dalam perang di mana lebih dari 51.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak telah tewas dalam pengeboman ‘Israel’ di Gaza.
Chatbot ini tidak sekadar mengambil data, tetapi juga mampu mengidentifikasi anomali, meringkas peristiwa, dan memberikan rekomendasi operasional.
Pada dasarnya, membantu komandan ‘Israel’ memilih target serangan.
Masih Uji Coba, tapi Sudah Tentukan Hidup-Mati
Tentara ‘Israel’ bersikeras bahwa Genie masih dalam “fase uji coba” dan tidak mengambil keputusan secara mandiri. Namun, klaim ini menutupi fakta: Genie sudah memengaruhi keputusan tentang siapa yang hidup dan siapa yang mati di zona perang di mana permukiman warga, rumah sakit, kamp pengungsi, dan sekolah telah menjadi target sistematis.
Dalam contoh mengerikan, developer-nya menjelaskan bahwa seorang komandan bisa bertanya kepada Genie:
“Unit mana yang pertama menyerang Rumah Sakit Al-Shifa?”
Dan langsung mendapat jawaban.
Tapi penggunaan AI dalam perang bukan tanda efisiensi—ini adalah birokrasi digital yang dijadikan senjata untuk pembunuhan massal.
Dibuat oleh “Text Factory” Militer ‘Israel’
Genie dikembangkan oleh sub-unit bernama “Text Factory” di bawah divisi Matzpen militer ‘Israel’, yang mengawasi infrastruktur perang digital negara itu. Diisi oleh 20 tentara elite dengan latar belakang AI dan data science, unit ini beroperasi “persis seperti startup teknologi”, kata komandannya, yang hanya diidentifikasi sebagai Kapten D.
“Sekarang, jika seorang komandan ingin tahu, misalnya, tim mana yang pertama menyerang Al-Shifa, mereka tidak perlu bingung mencari data di mana. Genie memberi jawaban instan,” kata Kapten D dalam wawancara dengan Yedioth Ahronoth.
AI Pembunuh Lainnya: Habsora
Genie hanyalah salah satu dari banyak alat pembunuh berbasis AI ‘Israel’. Pada Desember 2023, The Guardian mengungkap sistem rahasia lain bernama “Habsora” (Injil)—platform AI yang menghasilkan target serangan secara otomatis. Sumber militer menyebutnya “pabrik pembunuhan massal”.
Divisi Target militer ‘Israel’ menggunakan Habsora untuk memproduksi daftar target harian. Seorang pejabat mengaku sistem ini bisa menghasilkan 100 target baru per hari, dibandingkan hanya 50 target per tahun di operasi sebelumnya. Targetnya termasuk rumah pribadi yang diduga anggota Hamas, terlepas dari pangkat atau nilai strategisnya.
Menurut sumber intelijen di +972 Magazine, sistem ini memberi “skor kerusakan sampingan”, memperkirakan berapa banyak warga sipil yang mungkin tewas. Data ini diseleksi cepat, seringkali tanpa pemeriksaan mendalam, sebelum disetujui.
“Kami membunuh warga sipil dalam jumlah yang tidak proporsional,” aku seorang mantan perwira ‘Israel’. “Fokusnya pada kuantitas, bukan kualitas.”
AI Bukan untuk Presisi, Tapi Efisiensi Pembunuhan
Meski pejabat ‘Israel’ mengklaim AI meningkatkan presisi dan mengurangi korban sipil, fakta menunjukkan sebaliknya. AI justru mengindustrialisasi proses pembunuhan dalam kampanye yang oleh banyak pakar disebut sebagai genosida.
Otomatisasi ini selaras dengan visi pemimpin sayap kanan ‘Israel’ dan sekutu Donald Trump: mengosongkan Gaza melalui pengusiran massal atau pemusnahan untuk membuka jalan bagi kontrol permanen ‘Israel’ atas wilayah Palestina.
Dunia memperingatkan bahaya perang AI. Tapi di Gaza, itu sudah terjadi. (zarahamala/arrahmah.id)