Oleh Ummu Aidzul
Tenaga Pendidik
Kondisi ekonomi negara ini kian terpuruk. Selain harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, biaya hidup semakin mahal, masyarakat juga dibayang-bayangi oleh maraknya Pemutusan Hubungan Kerja. Sehingga angka kemiskinan kini semakin meluas.
Untuk mengatasi kesulitan ekonomi di tengah masyarakat, Bupati Bandung Kang Dadang Supriatna mengajak para Aparatur Sipil Negara untuk berkontribusi membantu kesulitan masyarakat ini dengan secara rutin mengeluarkan zakat profesi. Diharapkan zakat ini disalurkan melalui Badan Zakat Nasional (BAZNAS). Hal ini disampaikan dalam sambutan pada saat siraman rohani kepada para ASN di Gedung Moch Toha Soreang.
Menurut Bupati Dadang peran BAZNAS tidak hanya penampung zakat dan sedekah, melainkan juga menyalurkannya untuk program pemberdayaan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara bersinergi bersama pemerintah daerah terutama Dinas Sosial. (Melansir.com, 06/02/2024)
Pengertian zakat menurut bahasa adalah membersihkan diri atau mensucikan diri. Sedangkan menurut istilah adalah ukuran harta tertentu yang wajib dikeluarkan kepada orang yang membutuhkan atau orang yang berhak menerima dengan beberapa syarat sesuai dengan syariat Islam.
Dalam perhitungan zakat, ditentukan oleh nisab dan haul. Nishab adalah batasan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, sedangkan haul adalah batasan waktu kepemilikan harta yakni satu tahun. Nisab dan haul zakat bermacam-macam tergantung jenis zakatnya. Untuk zakat harta bisa berupa hasil perniagaan, hasil panen, hasil laut, hasil pertambangan, hasil ternak, harta temuan maupun emas dan perak.
Mengingat aktivitas menunaikan zakat akan mendatangkan keberkahan harta dan mampu menolong orang lain yang menerima zakat, akan tetapi tidaklah tepat jika zakat profesi dianggap mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan karena itu adalah tugas negara. Hanya negara yang akan mampu memberikan kesejahteraan untuk seluruh rakyat. Sedangkan Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah petugas pemerintahan yang berhak mendapatkan upah atas hasil kerjanya. ASN juga rakyat yang harus diperhatikan kesejahteraannya.
Yang menjadi akar masalah penyebab kemiskinan serta pengangguran adalah penerapan sistem kapitalisme yang hanya berpihak pada pemilik modal. Sumber Daya Alam yang merupakan milik negara yang seharusnya dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat justru diberikan karpet merah bagi oligarki ataupun investasi asing. Sementara rakyat yang merupakan pemilik aslinya harus membeli dengan harga yang mahal.
Negara seharusnya menjadi garda terdepan dalam mensejahterakan rakyat. Mekanisme untuk mewujudkannya bisa dengan mengelola SDA negeri ini secara mandiri tanpa harus merampas hak pegawai untuk menyerahkan gajinya kepada rakyat yang lain karena kemiskinannya padahal jelas itu bukan tanggung jawabnya. Negara yang seharusnya memaksimalkan fungsinya sebagai pelayan rakyat, justru hanya menjadi pembuat regulasi yang menguntungkan segolongan orang berkantung tebal. Bahkan rakyat makin dibebani dengan pajak untuk keperluan negara. Saat ini justru rakyat yang harus banyak berkorban untuk negara.
Menurut pakar fikih Islam, KH. Shiddiq Al-Jawi menjelaskan bahwai zakat profesi atau lebih dikenal sebagai zakah rawatib muwazhaffin. Menurut beliau dalil tentang kewajiban zakat profesi ini lemah, karena sejak masa Rasulullah hingga sahabat spt Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra. tidak ditetapkan zakat profesi padahal saat ini banyak kaum muslim yang berprofesi sebagai guru atau pengajar.
Kewajiban zakat profesi ini diadopsi oleh Didin Hafidhudin dari pemikiran seorang ulama kontemporer yakni Al Qardhawi. Landasan fikih Zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bahr dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafad pada saat menerimanya tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun Qomariyah). Bahkan Al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib ra. bahwa Nabi saw. bersabda “Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud)
Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya zakat profesi tidak wajib dalam Islam karena landasan dalil-dalilnya sangat lemah. Uang hasil profesi tidak sah jika dikeluarkan saat diterima namun harus digabungkan dengan yang dimiliki sebelumnya. Zakat baru dikeluarkan jika telah mencapai nisab dan berlalu haul atasnya.
Berbeda dengan negara Islam dengan solusinya yang akan mampu mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh rakyat, karena Islam mengharamkan SDA dikelola oleh pihak tertentu apalagi negara asing. Rasulullah saw. bersabda:
“Umat Islam berserikat dalam 3 hal yakni air, rumput dan api.” (HR Tirmidzi)
Sehingga SDA akan dikelola secara mandiri agar bisa dinikmati hasilnya oleh rakyat dan mampu menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu negara tidak akan melakukan pinjaman dengan negara asing yang justru sangat merugikan. Pemerintah dalam sistem Islam juga akan menjamin kebutuhan pokok seluruh rakyatnya. Karena pemimpin dalam Islam adalah raa’in (pengurus) urusan rakyat.
Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan pengangguran harus diselesaikan dari akarnya yakni mencampakkan sistem kapitalisme ini dan berjuang dalam penegakkan sistem Islam secara kaffah yang akan mendatangkan keberkahan Allah dari langit dan bumi. Firman Allah Swt. dalam QS Al-A’raf ayat 96 yang terjemahannya sebagai berikut:
“Seandainya seluruh penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa maka akan Kami turunkan keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan…”
Wallahua’lam bissawab.