ISLAMABAD (Arrahmah.com) – Lebih dari enam juta video telah dihapus dari TikTok di Pakistan dalam tiga bulan, ujar pernyataan aplikasi tersebut pada Rabu (30/6/2021), saat aplikasi tersebut berupaya menghindari pelarangan total.
Sangat populer di kalangan anak muda Pakistan, aplikasi milik Cina telah ditutup oleh pihak berwenang dua kali karena konten yang tidak senonoh, yang terbaru pada bulan Maret setelah perusahaan berjanji untuk memoderasi unggahan.
“Di pasar Pakistan, TikTok menghapus 6.495.992 video menjadikannya pasar kedua yang paling banyak menghapus video setelah AS, di mana 8.540.088 video dihapus,” kata laporan transparansi terbaru TikTok Pakistan pada Rabu, yang mencakup Januari hingga Maret, lansir AFP.
Sekitar 15 persen dari video yang dihapus adalah konten tidak senonoh yang memperlihatkan ketelanjangan dan aktivitas seksual.
Seorang juru bicara mengatakan video buatan Pakistan dilarang karena permintaan pengguna dan pemerintah.
Di negara Muslim, memposting video dalam pakaian Barat yang memperlihatkan terlalu banyak aurat adalah hal yang tabu.
“Orang dapat berspekulasi bahwa ini adalah hasil dari tekanan pemerintah atau cerminan dari volume besar konten yang diproduksi di Pakistan mengingat popularitas platform, atau keduanya,” klaim aktivis hak digital Nighat Dad.
“Platform media sosial lebih bersedia untuk menghapus dan memblokir konten di Pakistan untuk menghindari larangan total,” katanya.
Itu muncul ketika aplikasi menghadapi pertempuran pengadilan baru di kota pelabuhan Karachi, di mana seorang hakim telah meminta otoritas telekomunikasi untuk menangguhkannya karena menyebarkan konten tidak bermoral. Namun, platform ini masih berfungsi di Pakistan.
Pendukung kebebasan berbicara telah lama mengkritik penyensoran dan kontrol pemerintah terhadap internet dan media Pakistan.
Aplikasi kencan telah diblokir dan tahun lalu regulator Pakistan telah meminta YouTube untuk segera memblokir semua video yang mereka anggap “tidak menyenangkan” untuk diakses di negara itu, sebuah tuntutan yang dikritik oleh para aktivis hak asasi manusia. (haninmazaya/arrahmah.com)