(Arrahmah.com) – Sebagaimana ramai diberitakan beberapa waktu yang lalu Kemenkominfo memblokir 22 media Islam online. Pemblokiran itu didasarkan pada laporan BNPT, bahwa semua situs Islam tersebut dituding menyebarkan paham radikal. Hal ini akhirnya mengundang tanggapan berbagai pihak diantaranya : Menurut Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golongan Karya H Firmandez mengatakan akan memanggil Menkominfo untuk mempertanyakan alasannya memblokir 22 situs berita Islam karena menurutnya pemblokiran itu tidak serta merta dilakukan. “Hal itu tidak bisa begitu saja dilakukan.Komisi I akan mengecek soal kebenarannya,” ungkap Firmandez saat dihubungi Republika, Selasa (31/3).
Kemudian Ketua Majelis Ulama Indonesia Anwar Abas mempertanyakan pertimbangan pemblokiran 22 situs Islam oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika, menurutnya harus ada kajian mendalam sebelum memutuskan sebuah media komunikasi disebut menyampaikan paham radikal.”Pertanyaan saya betulkah situs itu memprovokasi, itu harus dikaji,” kata Anwar kepada CNN Indonesia, Selasa (31/3).
Meskipun kini situs-situs tersebut telah beroperasi kembali, tampak Pemerintah tengah berusaha keras untuk memenuhi setiap tuntutan negara-negara imperialis, khususnya AS. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry ketika menghadiri pelantikan Presiden Joko Widodo. Pada saat itu, Kerry mengatakan, “Kami ingin Indonesia menjadi pemimpin kaum Muslim yang mengalahkan ekstremisme Islam“. Pemblokiran situs didasarkan pada penilaian sepihak dan tanpa disertai dengan dialog tentang kriteria situs radikal atau yang berisi radikalisme. Hingga saat ini istilah ‘Islam radikal‘ seringkali digunakan secara sistematis terhadap pihak-pihak yang menentang sistem ideologi Barat (Kapitalisme, Sekularisme dan Demokrasi), yang ingin memperjuangkan penerapan syariah Islam secara kaffah. Semua ini akan disebut sebagai paham atau sikap yang radikal, dan khusus di Indonesia akan disebut paham atau sikap yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan NKRI.
Definisi radikal ataupun terorisme sendiri sesungguhnya belum jelas. Hal itu diakui oleh Kepala BNPT Saud Usman. Menurutnya, seperti dikutip beritasatu.com (5/4). Anehnya, berbekal pada pengertian radikal yang dia akui subjektif itu, BNPT mengambil langkah tegas untuk meminta pemblokiran dengan pertimbangan mengerem penyebaran paham radikal. Saud mengungkapkan suatu situs dipandang bermuatan negatif jika menyebarkan paham anarkis seperti : terorisme; mengandung unsur SARA, mengandung penyebaran paham-paham takfiri (mengkafirkan pihak lain); berkaitan dengan organisasi radikal; serta mengandung unsur-unsur kebencian, kekerasan, ancaman dan anjuran untuk berjihad.
Pemerintah juga acapkali menggunakan kejahatan ISIS untuk menyerang Islam dan para pengemban dakwah yang mukhlis dan memposisikan mereka sebagai penjahat. Kejadian ini menambah bukti baru bahwa demokrasi tidak hanya bertentangan dengan hukum Islam, tetapi juga tidak berpihak pada kaum muslim. Sementara kaum muslim yang menginginkan penerapan hukum Islam dalam semua aspek kehidupan di bawah naungan negara Khilafah Rasyidah sesuai metode kenabian dilarang berbicara, bahkan melalui situs di internet sekalipun. Padahal dalam Islam, menyampaikan kebenaran baik berupa ide, pendapat atau argumen terkait berbagai masalah merupakan kewajiban baik laki-laki maupun perempuan. Saat ini menyampaikan berbagai ide islam melalui wasilah dunia maya (internet) dinilai cukup efektif. Jika pemerintah memblokir situs-situs Islam akan menutup kesempatan sekitar 82 juta masyarakat Indonesia setiap harinya yang mengakses internet untuk mendapatkan informasi seputar Islam. Hal ini juga sekaligus menghilangkan peran politik perempuan untuk menyampaikan dakwah melalui media tersebut.
Selain itu dengan adanya berita pemblokiran tersebut maka perempuan yang biasa menggunakan media tersebut merasa terberangus kepentingannya untuk mencari informasi dan ilmu yang diperlukan menjadi terhambat padahal perempuan dalam pandangan Islam mempunyai tanggung jawab kepemimpinan dalam rumah tangga suaminya sekaligus menjadi pemimpin bagi anak-anaknya. Rasulullah saw. Bersabda, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibn ‘Umar : ” Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya : seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang pelayan adalah pemimpin atas harta tuannya yang akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Ingatlah setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.“ (HR al-Bukhari-Muslim).
Perempuan sebagai pemimpin rumah tangga suami dan anak-anaknya mengandung pengertian bahwa peran kepemimpinan yang utama bagi perempuan adalah merawat, mengasuh, mendidik dan memelihara anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang mulia di hadapan Allah. Disamping itu, ia pun berperan membina, mengatur dan menyelesaikan urusan rumah tangga agar memberikan ketentraman dan kenyamanan bagi anggota keluarga yang lain. Dengan perannya ini berarti ia telah memberikan sumbangan besar kepada negara dan masyarakatnya. Sebab dengan begitu berati dia telah mendidik dan memelihara generasi umat agar tumbuh menjadi individu-individu yang shalih dan mushlih ditengah-tengah masyarakatnya.
Peran ini tidak mungkin tercapai jika para perempuan tidak mempunyai bekal ilmu, semua itu harus ada sarana yang mendukungnya maka peran media Islam sangat diperlukan. Maraknya opini Islam radikal di Indonesia memunculkan banyak kontroversi. Keberadaan media-media Islam di Tanah Air, tak bisa serta merta dituduh sebagai media pembawa paham radikal. Pemerintah perlu menjelaskan batasan-batasan yang membuat satu kelompok atau situs pemberitaan dikatakan radikal. Dengan pemblokiran situs tersebut bagi perempuan merasa dirugikan karena semua argumentasi keagamaan yang disampaikan kelompok Islam selalu dilabelkan berpotensi radikal, hal ini menjadikan perasaan takut di kalangan perempuan pelanggan situs tersebut.
Tindakan sewenang-wenang Pemerintah juga akan menambah daftar kriminalisasi terhadap ajaran, simbol dan dakwah Islam. Hanya karena membawa bendera tauhid, misalnya, orang di cap sebagai simpatisan ISIS, hanya karena pakai cadar, muslimah dicurigai sebagai anggota kelompok radikal. Hanya karena menyuarakan syariah dan khilafah mereka yang menyuarakan itu dianggap sebagai ancaman. Pemblokiran situs Islam dan propaganda besar-besaran seputar radikalisme itu juga akan berpotensi menjadi ‘monsterisasi’ dan kriminalisasi yang berdampak pada umat Islam. Hal itu kan membuat umat Islam merasa takut untuk sekadar ikut pengajian, misalnya ,karena takut dicap radikal. Padahal Islam ini diturunkan agar menjadi rahmat [an] lil ‘alamin. Allah SWT berfirman : “Tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. (TQS al-Anbiya ‘[21] : 107).
Rahmat[an] lil ‘alamin itu menjadi sifat dari Islam secara keseluruhan ; akidah, syariah dan hukum-hukumnya termasuk Khilafah, jihad, hudud, dll. Karena itu rahmat[an] lil ‘alamin secara sempurna hanya akan terwujud ketika Islam secara keseluruhan diterapkan secara nyata di tengah-tengah kehidupan. Penerapan Islam secara menyeluruh itu tidak lain melalui Khilafah ar-Rasyidah’ala minhaj an-Nubuwwah. Karenanya agar kejadian di atas tidak terulang lagi, maka kita sebagai muslimah berkewajiban senantiasa mengawal pemerintah agar tidak menjadikan isu ISIS, radikalisme, ektrimisme sebagai alat jualan untuk membungkam perjuangan penegakkan Khilafah Islam. Justru penerapan syariah secara totalitas dalam institusi Khilafah ar-Rasyidah, ala min haj an-Nubuwwah itulah yang harus diperjuangkan untuk mewujudkan rahmat[an] lil’alamin. Ketika itu terjadi, keberkahan akan benar-benar meliputi negeri dari segala sisi.
“Jika saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi….” (TQS al-A’raf[7]:96).
Penulis: Riyati
(*/arrahmah.com)