IDLIB (Arrahmah.com) – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Selasa (17/3/2020) bahwa mereka sangat prihatin tentang dampak virus corona pada orang-orang terlantar yang berada di Suriah barat laut.
Juru bicara WHO Christian Lindmeier mengatakan pada briefing PBB virtual bahwa meskipun semua negara tetangga dan wilayahnya telah mengkonfirmasi kasus COVID-19, namun Suriah belum melaporkan adanya kasus di negaranya.
“Organisasi Kesehatan Dunia sangat prihatin tentang dampak COVID-19 pada IDPs (pengungsi) di barat laut Suriah,” kata Lindmeier, sebagaimana dikutip Anadolu Agency.
Pada briefing yang sama, juru bicara Badan Pengungsi PBB Andrej Mahecic mengatakan melalui telepon bahwa UNHCR “memahami” ada 10 kasus COVID-19 yang dikonfirmasi di antara para pengungsi Suriah yang berada di luar negeri seperti di kota Munich, Berlin dan Heidelberg di Jerman.
“Ini adalah virus yang tidak membeda-bedakan korbannya,” kata Mahecic, mendesak mobilisasi fasilitas medis lengkap kepada orang-orang yang rentan di Jerman.
Merujuk ke Suriah, Lindmeier mengatakan, “Pengungsi dan imigran hidup dalam kondisi yang membuat mereka rentan terhadap infeksi pernafasan, kondisi hidup yang penuh sesak, tekanan fisik dan mental serta kekurangan pasokan makanan dan air bersih.”
Juru bicara WHO mengatakan bahwa wabah H1N1 yang sedang berlangsung di Suriah dan di tempat lain dapat “membuka kedok diagnosis COVID-19 yang tepat waktu dan menambah ketegangan di laboratorium.”
Dia mengatakan bahwa di seluruh Suriah, hanya ada 64% rumah sakit, dan 52% pusat perawatan kesehatan primer yang masih berfungsi penuh pada akhir 2019, sementara 70% tenaga kesehatan telah meninggalkan negara itu.
Pada briefing PBB tersebut, Jens Laerke, juru bicara Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan bahwa kantornya, OCHA, bertekad bahwa pekerjaan penting yang menyelamatkan nyawa bagi masyarakat yang paling rentan di dunia harus dipertahankan.
“Itu berarti melanjutkan koordinasi yang terfokus di seluruh sistem kemanusiaan global, penggalangan dana cepat untuk memastikan program kritis memiliki sumber daya yang mereka butuhkan dan mempertahankan operasi kemanusiaan yang efektif, tanpa meninggalkan siapa pun di belakang,” katanya.
Laerke mencatat bahwa lebih dari 100 juta orang mengandalkan dukungan dari badan-badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. (rafa/arrahmah.com)