DAMASKUS (Arrahmah.id) — Pemerintah Suriah secara konsisten mengutuk serangan dan mendesak masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas pelanggarannya terhadap kedaulatan Suriah.
Menteri Pertahanan Suriah Murhaf Abu Qasra telah meminta “Israel” untuk menghentikan tindakannya di wilayah Suriah, dan melabelinya sebagai tindakan ilegal.
Dalam wawancara dengan majalah Al Majalla (22/1/2025), menteri tersebut membahas ketegangan yang sedang berlangsung dengan pendudukan.
“Israel harus menghentikan kekejamannya di wilayah Suriah. Berbagai upaya besar tengah dilakukan untuk menghentikannya. Kami katakan bahwa negara ini sudah lelah dengan perang dan kami tidak siap menghadapi masalah dengan siapa pun,” kata Abu Qasra.
Pernyataan menteri tersebut muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran atas perluasan invasi dan pendudukan “Israel” di Suriah.
Laporan menunjukkan bahwa pada bulan Desember 2024, “Israel” melakukan lebih dari 350 serangan udara yang menargetkan lokasi militer strategis di seluruh Suriah.
Menurut klaim Israel, serangan ini ditujukan untuk mencegah persenjataan canggih jatuh ke tangan kelompok Perlawanan setelah runtuhnya pemerintahan Bashar al-Assad.
Kampanye berskala besar ini telah dikutuk oleh Damaskus sebagai pelanggaran kedaulatan Suriah.
Menteri Luar Negeri Suriah Asaad al-Shibani menyuarakan sentimen ini, dengan mengatakan kepada TRT bahwa “wilayah ini milik rakyat Suriah, bukan rezim, dan kita harus mempertahankan tanah air kita. Israel harus menghormati kedaulatan Suriah sebagaimana mereka mencari keamanan untuk perbatasan dan rumah mereka sendiri.”
Selain serangan udara, pejabat Israel telah secara diam-diam merencanakan untuk mendorong pembagian Suriah menjadi beberapa kantong melalui pertemuan puncak internasional.
Damaskus telah secara resmi mengajukan keluhan kepada Dewan Keamanan PBB mengenai serangan udara dan penyerobotan teritorial Israel, sementara warga setempat menyuarakan kemarahan atas kebungkaman masyarakat internasional.
Kepemimpinan Suriah yang baru dilantik di bawah Ahmad asy Syaraa telah mengambil sikap yang lebih lunak terhadap Israel, dengan Gubernur Maher Marwan menyatakan tidak berminat pada konflik.
“Kami menginginkan perdamaian, dan kami tidak bisa menjadi lawan bagi Israel atau siapa pun,” kata Marwan, seraya menambahkan bahwa pemerintahan tersebut menginginkan koeksistensi dan hubungan yang lebih baik.
Meskipun ada jaminan ini, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar menggambarkan pemerintahan baru Suriah sebagai ” geng teroris ” dan menyatakan skeptis terhadap niatnya. (hanoum/arrahah.id)