JEDDAH (Arrahmah.id) — Dalam tiga bulan terakhir pemerintah Arab Saudi gencar menggusur pemukiman kumuh di Kota Jeddah untuk membangun proyek pembangunan kota. Dengan tenggat waktu yang pendek dan tidak ada ganti rugi, ratusan ribu warga miskin kini hidup dalam kesulitan.
Pihak berwenang sudah menggusur dan menghancurkan sekitar 60 kawasan kumuh, sebagian besar di sebelah selatan kota dekat pelabuhan. Penggusuran dan penghancuran masih akan terus berlanjut dalam beberapa bulan ke depan.
Dana Investasi Publik Saudi yang dipimpin oleh Putera Mahkota Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) mengumumkan proyek pembangunan senilai USD 20 miliar (Rp 287 triliun) untuk mendirikan Pusat Jeddah. Pembangunan ini meliputi museum, gedung opera, stadion, akuarium, hotel, dan perumahan baru.
Pemerintah Saudi mengklaim mereka memiliki program untuk mengganti rugi warga yang digusur dan mereka sudah memberitahukan soal ini sebulan sebelumnya agar warga meninggalkan rumah mereka. Banyak warga miskin itu mengatakan mereka justru hanya diberi waktu satu malam untuk pindah dan tidak ada pemberitahuan sebelumnya.
Aksi protes menentang pemerintah jarang terjadi di Saudi. Namun tidak kali ini. Warga yang digusur itu sejak awal bulan ini protes di Twitter dan Tiktok dengan mengunggah video disertai tagar Haddad Jeddah (Penghancuran Jeddah) untuk menentang apa yang mereka sebut ketidakadilan.
Di sebuah video yang diunggah di Twitter seorang warga terlihat menangis. Dia mengatakan aparat hanya memberi waktu 24 jam untuk meninggalkan rumah.
Petugas kota menuliskan pesan “Anda harus pindah” di rumah orang itu.
“Sewaktu saya melihat tulisan itu, saya membawa anak saya dan pergi untuk mencari rumah lagi. Tapi tetangga bilang petugas akan datang dalam 24 jam dan mereka akan memutus listrik. Mereka lalu datang dan mengambil semua barang,” kata pria itu sambil menangis. “Saya harus menghidupi sebelas orang, hanya Allah yang tahu penderitaan saya Muhammad (bukan nama sebenarnya) tinggal di Jeddah. Dia tidak tinggal di daerah kumuh itu tapi dia memahami kepedihan yang dirasakan warga miskin di sana.
“Anda bisa melihat kepedihan di wajah mereka, tapi aka da yang berani bersuara. Ketakutan itu sangat dalam karena bersuara saja dilarang,” kata dia, seperti dilansir laman France24 (24/3/2022).
Pemberitahuan dari aparat sangat minim, terkadang baru tiga hari sebelumnya atau bahkan kurang dari itu agar waktu segera pindah. Mereka juga tidak diberi ganti rugi. Bahkan pemerintah tidak menyiapkan sistem relokasi warga. Di hari-hari ketika mereka baru digusur, warga terlihat tinggal di jalana, tidur di pinggir jalan mendirikan tenda seadanya atau di bawah kolong jembatan. Tapi di sana pun mereka diusir.
Parahnya, penggusuran dan penghancuran ini menyebabkan harga kontrakan rumah di seluruh kota melonjak, bahkan ada yang sampai dua kali lipat. Akhirnya banyak orang tidak mampu.
Mereka sudah berusaha semampu mereka. Sebagian akhirnya tinggal dengan teman atau kerabat mereka. Sebagian lai meninggalkan Jeddah untuk mencari rumah lebih murah di desa dekat gurun.
Pemerintah Saudi beralasan mereka ingin menyingkirkan daerah kumuh yang didirikan tanpa izin dan menuduh daerah itu menjadi transaksi narkoba dan kriminalitas.
Namun klaim pemerintah Saudi itu tidak sepenuhnya benar. Jeddah termasuk kota yang aman. Mereka yang pernah tinggal di Jeddah dan meninggalkan mobil dengan kunci masih terpasang di dalam tidak akan kehilangan kendaraannya. Tingkat kriminalitas kalau pun ada sangat kecil. (hanoum/arrahmah.id)