Serang (Arrahmah.com) – Dalam sidang kasus bentrokan Cikeusik pekan lalu saksi Kanit Reskrim Polsek Cikeusik, Hasanudin, mengungkapkan bahwa Ahmadiyah sudah mempersiapkan parang, tombak, katepel dan batu, pada sidang hari ini, Selasa (10/5) terungkap, warga beserta ulama di wilayah Cikeusik membawa kitab untuk berdiskusi dengan Jemaat Ahmadiyah yang dipimpin Ismail Suparman.
“Kami beserta warga lain mendatangi rumah Suparman untuk mengajak diskusi dengan membawa kitab, untuk meluruskan ajaran Ahmadiyah yang sesat, bukan untuk menyerang atau menganiaya,” kata Endang bin Sidik, yang juga dijadikan terdakwa dalam berkas terpisah, saat memberikan kesaksian di sidang terdakwa KH Ujang.
Dalam sidang yang dipimpin hakim Rasminto didampingi Toto Ridarto dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) M Yunus, sementara terdakwa KH Ujang didamping Tim Pengacara Muslim (TPM) antara lain Agus Setiawan dan Guztav Feriza, selain menghadirkan Endang sebagai saksi, juga dihadirkan Kanit Intel Polres Pandeglang,Yayat Supriyatna.
Dalam persidangan yang dipenuhi santri dan kerabat terdakwa KH Ujang,Yayat menerangkan, bahwa sumber SMS berasal dari KH Ujang, yang mengajak umat Islam di Cikeusik dan sekitarnya untuk membubarkan ajaran Ahmadiyah.
“Tapi saya sendiri tidak membaca SMS tersebut, hanya laporan dari jaringan saya. Dan dalam SMS tersebut tidak ada kata-kata mengajak menyerang atau menganiaya jemaat Ahmadiyah,” kata Yayat.
Ia juga mengaku, bahwa melihat terdakwa di lokasi dekat rumah Suparman, yang dihancurkan warga, setelah bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah usai.
“Saya sendiri melihat terdakwa KH. Ujang, setelah masa terurai, meninggalkan lokasi bentrokan. Dan saya sendiri belum pernah berhubungan dengan KH Ujang,” terang Yayat.
Saksi yang juga dijadikan terdakwa dalam kasus bentrokan Cikeusik ini menjelaskan, sudah berulangkali menasehati Jemaat Ahmdiyah di wilayah Cikeusik untuk berbaur dengan warga sekitar, berulangkali pula nasihatnya tersebut diabaikan.
Bahkan, sejak 13 November 2010, Muspika sudah bemusyawarah untuk melakukan pembubaran jemaat Ahmadiyah. Sebab selama ini keberadaan Jemaat Ahmadiyah meresahkan, antara lain tidak mau sholat Jumat di masjid berbaur dengan warga. Malah menggunakan rumah Suparman sebagai sarana ibadahnya.
“Saya dan aparat lainnya sudah berkali-kali mengingatkan jemaat Ahmadiyah di wilayah tersebut (Cikeusik, red) namun Ahmadiyah tetap membandel,” tegas Yayat.
Dalam sidang yang dipenuhi mayoritas santri dan kerabat terdakwa KH Ujang, sempat terjadi persitegangan antara TPM dan saksi Yayat, namun hal itu tidak berlangsung lama, setelah ketua majelis hakim menyarankan agar memberikan pertanyaan dengan nada yang rendah atau santai.
“Kalo ditanya keras, saksi akan meledak-ledak, maka bertanyanya dengan tenang saja,” kata Rasminto, ketua majelis hakim.
Usai mendengarkan dua saksi yang dihadirkan JPU, majelis hakim akhirnya memutuskan sidang ditunda hinga pekan depan. (Lulu Jamaludin/Arrahmah.com)