JAKARTA (Arrahmah.com) – Politisi liberal, Eva Kusuma Sundari, meminta supaya Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kemenkominfo) menutup sejumlah situs berita yang dinilainya mengajarkan radikalisme. Desakan Eva ini menyusul peristiwa bom panci di Mapolsek Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa Barat. beberapa hari lalu. Diduga pelaku meniru adegan di situs Inspire Magazine milik Alqaeda.
Ternyata ulah asal-asalan (menceracau) perempuan yang bersuamikan Dubes Timor Leste di Malaysia ini bukan kali ini saja. Dalam catatan situs resmi FPI, anggota komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) ini pernah meminta semua pihak untuk menyetop propaganda jihad mati ke Myanmar karena menimbulkan mudharat dan tidak bermanfaat.
“Ajakan jihad mati dan membunuh Myanmar Buddha yang disuarakan oleh Front Pembela Islam (FPI) selama demonstrasi pro Rohingya, Jumat 3 Mei 2013, di Bundaran HI, Jakarta, amat disesalkan karena berdampak memperburuk keadaan,” kata Eva melalui surat elektronik kepada Antara di Semarang, Selasa (7/5/2013).
Menurut Eva akibat kampanye FPI, kelompok Rohingya yang masih di dalam Myanmar situasinya semakin rentan terhadap kekerasan. Mereka juga keberatan Rohingya distigma seperti “teroris” yang menghalalkan jihad mati dalam memperjuangkan hak-haknya, sementara perwakilan-perwakilan mereka di Hong Kong dan London justru mengedepankan diplomasi dan “nonviolence” (antikekerasan).
Pernyataan perempuan yang menjadi agen asing dengan cover funding agency, Asia Foundation tersebut, mendapat tanggapan dari Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab. Habib menegaskan sosialisasi untuk jihad ke Rohingya tidak akan berhenti dan akan terus dilakukan.
Menurutnya, Jihad adalah solusi guna melindungi kehormatan muslim. Langkah diplomasi bukannya tidak pernah dilakukan, berbagai pihak telah mencoba melakukan usaha diplomasi namun tidak ada yang direspon oleh pemerintah Myanmar alias gagal. Bahkan Habib Rizieq menyayangkan sikap cuek pemerintah Myanmar terhadap pembantaian Muslim Rohingya, walau Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah dua kali menegur Myanmar di forum internasional. Sikap negara tersebut dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap Presiden SBY.
Habib Rizieq mengatakan, SBY pertama kali membicarakan Rohingya di markas Persatuan Bangsa-bangsa, Amerika Serikat. Yang kedua di Singapura beberapa waktu lalu. Namun teguran SBY tidak dipedulikan Myanmar.
“Pembantaian tetap berlangsung. Berarti suara bangsa Indonesia tidak dipedulikan,” tukas Habib usai berdialog bersama 16 perwakilan Forum Umat Islam (FUI) dengan staf Kedutaan Besar Myanmar di Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta 03 Mei 2013 lalu.
“FPI tetap serukan jihad ke Myanmar,” Kata Habib Rizieq kepada redaksi fpi.or.id, Rabu 27 Jumadilakhir 1434/ 8 Mei 2013.
Habib menilai selama ini upaya diplomasi tidak pernah menghasilkan apa-apa. The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) ternyata tidak mampu menghentikan kekejaman militer dan warga Budhis Myanmar terhadap muslim Rohingya. “FPI tetap serukan jihad ke Myanmar, karena tekanan ASEAN dan PBB sudah mandul terhadap Myanmar. Mujahidin Timur Tengah, Pakistan, Afghanistan dan Nusantara sudah siap untuk masuk dan jihad di Maynmar,” katanya.
Oleh karenanya, tidak ada solusi bagi muslim Rohingya selain mengumandangkan peperangan terhadap militer dan ekstrimis Budhis Myanmar. FPI tidak akan berhenti memburu mereka yang telah melakukan pembantaian terhadap kaum muslimin Rohingya.
“JIHAD adalah jawaban untuk melawan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar dan ekstrimis Buddha terhadap Muslim Rohingya. Kami akan kejar dan bunuh para Jenderal dan Bikshu yang membantai umat Islam!” tegasnya.
(azmuttaqin/arrahmah.com)