CIAMIS (Arrahmah.com) – Kita menjadi seorang Muslim, memeluk agama Islam, karena orang tua kita ratusan tahun lalu memeluk agama Islam karena perantara para da’i yang dikirim oleh para khalifah. Karenanya, umat Islam di Indonesia tidak boleh phobia terhadap khilafah, justru kita harus bersyukur kepada Allah dan berterimakasih, karena Daulah (Negara) Khilafah yang mengirimkan utusan para da’I inilah kita menjadi washilah keislaman kita. Hal tersebut diungkapkan Ustadz Luthfi Afandi, SH., MH di hadapan ratusan peserta diskusi interaktif “Fenomena ISIS dan Pola Dakwah di Indonesia” di Ponpes Darussalam, Ciamis pada Ahad (31/8/2014), lapor HTI Press.
Lebih lanjut dia mencontohkan, dahulu pada Abad ke VII, Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (berkuasa pada 717-720M) dari Khilafah Bani Umayah (661-750M) yang point penting isinya adalah permintaan kepada khalifah untuk mengirimkan da’i yang bisa mengajarkan Islam, “…. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” setelah dikirim da’i yang mengajarkan Islam, maka pada 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, lalu memeluk agama Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam.
Selanjutnya Ustadz Luthfi mengutip kitab Kanzul ‘Hum yang ditulis oleh Ibn Bathuthah, yang isinya menjelaskan bahwa Walisongo merupakan da’I yang dikirim oleh Sultan Muhammad I. Luthfi melanjutkan, awalnya pengiriman da’i dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengan Maulana Malik Ibrahim, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus – berasal dari nama kota Al-Quds (Jerusalem dalam peta barat).
Selain itu, menurut dia, bukan hanya dakwah kultural yang dilakukan oleh Walisongo, tetapi Walisongo juga memiliki target politik, yakni menjadikan beberapa wilayah menjadi kesultanan yang tidak terpisah dari Daulah Khilafah.
Ustadz Luthfi mencontohkan kesultanan yang tersebar di seantero nusantara. Diantaranya di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak, Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang. Kemudian kesultanan di Jawa antara lain: kesultanan Demak yang dilanjutkan oleh kesultanan Jipang, lalu dilanjutkan kesultanan Pajang dan dilanjutkan oleh kesultanan Mataram. Berdiri Cirebon, Banten. Berikutnya di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Sementara di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi kesultanan Bima.Pada abad ke-13 Samudera Pasai telah menjadi kekuatan Islam yang maju dan kuat. Di Maluku ada kerajaan Ternate tahun 1440. Kerajaan lain yang menjadi representasi Islam di Maluku adalah Tidore dan kerajaan Bacan. Selain itu, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala-kepala suku di Papua yang memeluk Islam.Institusi Islam lainnya di Kalimantan adalah Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintangdan Kutai.
Alhasil, Islam tersebar luas di wilayah Nusantara, karena perantaraan para da’i yang diutus langsung Khalifah berdakwah di Indonesia. (azm/arrahmah.com)