JAKARTA (Arrahmah.com) – Jelang Ramadhan diperkirakan akan mengalir daging babi hutan (celeng) dari Sumatera ke Jawa. Alasannya daging itu untuk bahan makan hewan di kebun binatang. Maka, pengawasan oleh BPOM dan aparat kepolisian harus dilakukan secara ketat.
“Ramadhan kan kebutuhan daging tinggi. Daging celeng bisa masuk ke Jawa, pasalnya izin pengirimannya untuk makan binatang di kebun binatang. Sehingga, BPOM kesulitan melakukan penindakan,” kata Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim, di DPR, Jumat (12/6/2015), dikutip dari Poskotanews.
Menurutnya, dia mendapat cerita dari penjual bakso yang melaporkan adanya daging oplosan, sapi dan babi. Saat harga daging sedang mahal-mahalnya, sekitar Rp8o ribu/kg, ada orang menjual daging seharga Rp40 ribu.
“Perbedaan yang sangat jauh itu, kami langsung mengadakan penelusuran, dan ternyata positif daging babi,” ujarnya.
Dari penelusuran berikutnya, ternyata daging itu dari Sumatera, penjualmnya memanfaatkan celah aturan, yakni aturan tentang daging untuk makan kebun binatang, dan daging untuk food (makanan manusia). Dalam hal inilah aparat harus cermat dan jeli untuk mengusutnya.
Dalam kenyataan, sampai sekarang, daging celeng masih terus mengalir dari Sumatera, karena aktivitas berburu celeng masih rutin terjadi di kalangan masyarakat di Bengkulu, Jambi, hingga Riau. Mereka sehari-hari berburu celeng dengan alasan binatang itu hama yang merusak tanaman.
“Sebagai ganti biaya berburu, maka daging celeng dijual, dan akhirnya dikumpulkan untuk dikirim ke Jawa,” katanya.
Anggota Komisi IX DPR Ali Tahir Parasong menyatakan, hal semacam itu terjadi karena pihak pemerintah masih lemah dalam penegakan hukum. Dari segi aturan, sebenarnya sudah kuat. “Yang diperlukan adalah kemauan aparat untuk melakukan tindakan tegas. Ini yang belum kuat,” katanya.
Tapi, dia melihat masih ada sisi lemah dari segi pengawasan, yang otoritasnya dimiliki BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Dari segi kemampuan personel dan jangkauan ke seluruh masyarakat. “Saya kira BPOM harus diperkuattidak hanya dengan Pereturan Presiden, tapi ditingkatkan jadi UU BPOM,” katanya. (azm/arrahmah.com)