WASHINGTON (Arrahmah.com) – Setelah di darat, laut, udara dan ruang angkasa, perang telah memasuki wilayah kelima yaitu dunia maya. NATO pun sepakat menghadapi secara bersama-sama, jika ada serangan cyber.
Presiden Barack Obama telah menyatakan, infrastruktur digital Amerika adalah merupakan aset nasional strategis. Ia kemudian mengangkat mantan kepala keamanan di Microsoft Howard Schmidt sebagai kepala keamanan cyber di negara itu.
Pada Mei Pentagon menyiapkan Cyber Command (Cybercom) baru yang dipimpin Jenderal Keith Alexander, Direktur National Security Agency (NSA). Mandatnya adalah melakukan operasi spektrum penuh untuk mempertahankan jaringan militer AS dan menyerang sistem negara-negara lain. Bagaimana caranya dan siapa yang melakukan merupakan hal yang rahasia.
Inggris juga telah menyiapkan baju bagi kebijakan keamanan cyber dan pusat operasi yang berbasis di GCHQ setara dengan NSA. Banyak negara lain yang menyiapkan cyberwar, di antaranya Rusia , Israel dan Korea Utara. Iran bahkan membanggakan memiliki tentara cyber terbesar kedua di dunia.
Lalu cyberwar akan seperti apa? Dalam buku Richard Clarke, mantan staf Gedung Putih yang bertanggung jawab atas kontraterorisme dan keamanan cyber mengatakan perang cyber bisa bermacam-macam.
Bug komputer bisa menghentikan sistem email militer, kilang dan pipa minyak meledak, kendali sistem lalu lintas udara terhenti, kereta api barang dan metro tergelincir, data keuangan jadi acak-acakan, pembangkit listrik berhenti, serta satelit yang mengorbit lepas kontrol.
Masyarakat jadi korbannya dengan bahan makanan jadi langka dan uang habis. Dan yang terburuk dari semua itu, identitas penyerangnya tetap misterius dan tak diketahui. Mike McConnell, seorang mantan kepala mata-mata menilai, efek dari cyberwar tertiup jauh seperti serangan nuklir. Cyberwar sudah dimulai, katanya.
Obama mengutip seorang tokoh menyebut US$1 triliun telah hilang tahun lalu, akibat cybercrime yang lebih besar dari perdagangan narkoba. Bank dan perusahaan lain tidak mau mengakui berapa banyak data mereka yang hilang.
Pada 2008 perusahaan telekomunikasi AS Verizon mencatat kehilangan US$285 juta catatan pribadi kliennya, termasuk kartu kredit dan rincian rekening bank.
Konsep taktis dan perang cyber penting terjadi di barak Soviet di Estonia, yang sekarang menjadi pusat keunggulan NATO untuk pertahanan cyber. Ini didirikan sebagai respon terhadap apa yang dikenal sebagai “Perang Web I” yang terkenal.
Terjadinya serangan layanan (DDOS) ke server milik pemerintah, media dan bank Estonia dipicu keputusan untuk memindahkan sebuah monumen perang era Soviet di pusat Tallinn di 2007. Ini lebih merupakan kerusuhan cyber daripada sebuah perang, tapi memaksa internet Estonia lumpuh.
Serangan serupa selama perang Rusia dengan Georgia tahun berikutnya tampak lebih menarik. Serangan tampaknya terkoordinasi oleh kemajuan militer Rusia. Website milik pemerintah dan media mati, serta saluran telepon macet, mencegah Georgia menunjukkan kasus itu ke luar negeri.
Website Presiden Mikheil Saakashvili juga dipindahkan ke server Amerika agar lebih mampu melawan serangan itu. Ahli Estonia juga dikirim ke Georgia untuk membantu.
Banyak yang berasumsi bahwa kedua serangan itu dipicu oleh Kremlin. Tapi investigasi mendapati hanya dilakukan oleh ‘hacktivists’ Rusia dan botnet yang banyak menyerang komputer berada di negara barat.
Isu serangan cyber terhadap Estonia yang juga anggota NATO itu meluas, apakah juga dihitung sebagai sebuah serangan bersenjata, dan aliansi harus mempertahankannya? Dan apakah bantuan Estonia ke Georgia yang bukan anggota NATO akan menarik NATO ikut perang?
Pertanyaan itu memaksa diskusi tentang konsep baru strategi NATO yang harus diterapkan tahun ini. Sebuah panel ahli yang dipimpin oleh Madeleine Albright, mantan menteri AS bahwa serangan cyber masuk sebagai salah satu dari tiga ancaman yang paling mungkin diantisipasi aliansi.
Serangan penting berikutnya, katanya, “mungkin dari kabel serat optik” dan mungkin cukup serius untuk mendapat respons di bawah ketentuan pertahanan bersama pasal 5,” katanya. (ini/arrahmah.com)