GAZA (Arrahmah.com) – Semua orang yang tahu tentang kisah kematian bayi Palestina Muhammad Alswerki, berusia 12 hari, merasakan seperti tubuh mereka gemetar ngeri, karena mereka tahu tentang kisah seorang bayi yang rumah keluarganya telah dihancurkan oleh pasukan pendudukan “Israel” ( IOF) sebelum kelahirannya dan kemudian pada awal tahun baru, cuaca dingin telah merenggut nyawanya mengakhiri hidupnya yang singkat itu dengan cara yang tragis.
Sumber medis Palestina di Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di kota Deir al-Balah di Jalur Gaza telah mengumumkan kematian bayi Palestina Muhammad Ahmad al-Suwerki setelah tubuh kakunya tiba di rumah sakit karena cuaca dingin.
Ayah Al-Suwerki dan saudara-saudaranya kehilangan rumah mereka selama serangan “Israel” tahun 2014 setelah dihancurkan oleh tentara “Israel”. Mereka mencari perlindungan di kemah yang disebut sebagai “lemari es” oleh penduduk setempat, untuk menunjukkan bagaimana dinginnya mereka selama musim dingin.
Ahmad al-Suwerki, (22), ayah dari bayi tersebut masih shock. Dia mengatakan kepada wartawan PIC, “Saya tinggal bersama istri dan dua anak saya, Hani, berusia tiga tahun dan Muhammad berusia 12 hari di perkemahan ini yang sedingin kulkas selama musim dingin.” Dia terkejut setelah istrinya memeriksa bayinya pada pagi hari dan menemukan bayinya membeku.
Keluarga al-Suwerki telah meninggalkan rumahnya yang terletak di sebelah timur Gaza, yang hancur selama serangan “Israel” pada tahun 2014, dan mencari perlindungan di sebuah sekolah yang dikelola PBB. Setelah serangan “Israel” berakhir, keluarga itu ditawari untuk tinggal di perkemahan itu hingga sekarang.
Dia melanjutkan, “Situasi saya sangat sulit, dan hal itu semakin buruk saat cuaca dingin. Sekarang saya telah kehilangan anak saya. Yang saya minta adalah sebuah rumah sebagai ganti apartemen saya, yang telah dihancurkan oleh IOF. Saya katakan kepada seluruh dunia: datang dan lihatlah kondisi saya “.
Kamar Kematian
Reporter PIC mengatakan, “Abu Majdi al-Suwerki, kakek bayi itu, membawa saya ke perkemahan di mana keluarganya tinggal”. Perkemahan itu berjarak ratusan meter dari perbatasan timur Gaza.
Sang kakek menunjuk tempat tidur bayi itu, yang ditata kembali setelah kematiannya, yang terlihat rapi dan tak berpenghuni lagi, Kakek itu mengatakan: “Di sini, kita tidak memiliki sistem pemanas dan cuaca dingin telah membunuh cucu saya.”
Orang tuanya membawa bayi itu ke tempat kakeknya pada Ahad lalu untuk memeriksakannya dan pergi bersama-sama ke rumah sakit, namun bayi itu sudah mati bahkan sebelum mereka tiba di rumah sakit.
Dia menambahkan, “Daerah yang kami tinggali berada dalam kondisi yang sangat mengerikan dan situasi keluarga anak saya sangat buruk. Dulunya, anak-anak saya tinggal di rumah beton, dan setelah perang, mereka tinggal di kemah. Organisasi bantuan selalu berjanji untuk membantu, tetapi mereka tidak memberikan bantuan keuangan apapun untuk menyewa rumah, seperti halnya warga yang lainnya, juga tidak mendapatkan bantuan.”
Abu Khader al-Suwerki, salah satu kerabat dari bayi yang meninggal itu, menuntut pemerintah Palestina untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada bayi itu, dan menyebut tahun 2017 sebaga “Tahun Kegelapan”.
“Pasokan listrik menjadi lebih buruk, yaitu hanya 8-3 jam per hari. Jika keluarga memiliki listrik, mereka bisa menghidupkan alat penghangat ruangan. Blokade, perpecahan, dan pemerintah telah membunuh kami di dalam rumah kami sendiri,” tandasnya.
(ameera/arrahmah.com)