JAKARTA (Arrahmah.com) – Direktur Center of Study for Indonesia Leadership (CSIL), Prof Dr Jawahir Thontowi menegaskan, penistaan agama adalah tindakan pelanggaran hukum yang masuk dalam tiga katagori pelanggaran, yakni pelanggaran pidana, pelanggaran kebebasan beragama dan pelanggaran umum.
“Dalam pasal UUD 1945 kan sudah jelas dinyatakan bahwa agama dihormati di Indonesia. Jadi kalau ada pihak yang dengan sengaja maupun tidak sengaja menistakan agama, jelas dia telah melakukan tiga pelanggaran sekaligus,” ujar Jawahid dalam Konsolidasi dan Mudzakarah Ulama, Pimpinan Ormas, dan Rektor PTI se-Jawa di Aula Buya Hamka, Masjid Agung Al-Azhar Pusat, Jakarta, Kamis (27/10/2016).
Karena itu, Thontowi mendukung semua langkah yang dilakukan umat Islam untuk mendesak aparat supaya segera melakukan penegakan hukum terhadap Ahok.
“Saat ini sedang terjadi fitnah. Wajib bagi kita semua untuk terus berjuang. Namun, dalam perjuangan tidak mungkin akan tercapai sebuah tujuan apabila umat Islam tidak bersatu dalam jamaah. Jamaah umat Islam penting untuk menghidupkan sebuah perjuangan sejati,” kata Thontowi.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) mengungkapkan, tidak ada Peraturan Kapolri (Perkap) yang menghalangi proses hukum peserta Pilkada. Menurut dia, penundaan proses hukum bagi peserta yang mengikuti Pilkada bukan didasarkan pada Perkap No.14 Tahun 2012, melainkan hasil rapat di Kantor Menkopolhukam.
“Sebenarnya tidak ada bunyi pasal dalam Perkap Kapolri No.14 Tahun 2012 yang seolah-olah jadi dasar peraturan yang menghalangi proses hukum seseorang yang jadi pasangan calon pilkada itu,” ungkap Munarman yang juga advokat senior itu.
Munarman lantas membuka Pasal 18 Perkap tersebut. Jika penyidikan kasus penghinaan Alquran oleh Ahok disebut sulit, maka hal tersebut dengan mudah dapat dibantah. Sebab baik saksi, barang bukti, dan keterangan ahli dapat dengan mudah diperoleh. Sementara kasus tersebut tidak membutuhkan peralatan khusus dalam penanganannya dan tindak pidana juga hanya dilakukan di satu tempat.
Menurut mantan Direktur YLBHI, tinggal dua poin dalam Pasal 18 (3) yang mungkin bisa dijadikan sebagai alasan kesuitan melakukan penyidikan. Pertama, tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu; atau tersangka dilindungi kelompok tertentu atau bagian dari pelaku kejahatan terorganisir.
Menurut Munarman, dasar penundaan proses hukum bagi peserta Pilkada sebenarnya bukanlah Peraturan Kapolri tersebut. Tetapi hasil rapat sejumlah instansi dan kementerian di bawah Kemenkopolhukam yang dilakukan di Kantor Menkopulhukam pada 2014 lalu.
“Disitulah Menkopolhukam menghentikan proses penyidikan orang-orang yang mengikuti pilkada. Itu hasil rapat,” tandasnya.
Sebelumnya Mabes Polri memastikan tidak akan melakukan proses hukum terhadap Ahok yang diduga melakukan penistaan agama. Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar mengatakan sudah memiliki aturan untuk membatasi permasalahan tersebut yaitu dikeluarkannya Peraturan Kapolri (Perkap) tentang penundaan sementara proses hukum kepada calon kepala daerah yang dilaporkan atau tersangkut kasus pidana tertentu.
“Apa-apa, termasuk Perkap, yang dikeluarkan di era Pak Badrodin, tidak berakhir meski saat ini sudah berganti Kapolri, kecuali ada aturan lain yang mengubah. Kalau belum diubah ya tetap berlaku yang lama itu,” kata Boy.
(azmuttaqin/*/arrahmah.com)