JERUSALEM (Arrahmah.com) – Pejabat tinggi Amerika Serikat yang tiba di Israel pada hari Sabtu (31/10), mengeluarkan seruan saat berbicara pada konferensi pers bersama di Jerusalem dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
“Saya ingin melihat kedua belah pihak sesegera mungkin memulai negosiasi,” kata Clinton, yang memulai kunjungan pertamanya di Israel sejak Netanyahu mulai menjabat pada akhir Maret lalu.
“Presiden Barack Obama dan saya berkomitmen untuk mendukung dan membantu berjalannya perjanjian perdamaian yang komprehensif,” lanjutnya.
Setelah tiba di Israel dalam rangka menjajakan tawaran terbaru AS untuk memperbarui perundingan perdamaian di kawasan itu, Clinton mengatakan bahwa Israel sedang konsesi yang “belum pernah terjadi sebelumnya” mengenai pembangunan pemukiman di Tepi Barat.
Administrasi Obama sebelumnya menuntut Israel menghentikan semua pembangunan pemukiman sebelum negosiasi dilanjutkan. Tapi saat berbicara pada konferensi pers bersama dengan Netanyahu, Clinton mengatakan tidak pernah ada semacam prasyarat apapun untuk melakukan negosiasi damai.
Sementara itu, Netanyahu mengatakan bahwa sementara Israel bersedia untuk masuk ke dalam pembicaraan perdamaian dengan Palestina tanpa prasyarat, pihak lain tidak (Palestina -Red.).
“Kami pikir kami harus duduk di meja perundingan langsung,” kata Netanyahu.
Pada saat yang sama, Clinton juga menyebutkan negosiasi antara Iran dan kekuasaan dunia Islam di atas ambisi nuklirnya, yang kemudian menjadi penyebab signifikan kekhawatiran Israel.
Amerika Serikat dan Israel telah menuduh Iran berusaha mengembangkan senjata nuklir secarac diam-diam, tetapi Iran telah berulang kali membantah tuduhan itu dan bersikeras bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai saja.
Pertemuan antara Clinton dan Netanyahu datang hanya beberapa jam setelah Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak usulan Amerika Serikat untuk memperbarui perundingan damai, yang telah ditangguhkan sejak tentara Israel melakukan operasi tidak manusiawinya di Jalur Gaza pada bulan Januari.
Sebelumnya, Abbas mengatakan pertemuan di Abu Dhabi dengan Clinton gagal dalam menjembatani kesenjangan antara Otoritas Nasional Palestina (PNA) dan Israel untuk memulai kembali pembicaraan damai.
“Kami datang dengan sesuatu yang baru,” kata Abbas dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan di ibukota Uni Emirat Arab (UEA), yang juga dihadiri oleh utusan Timur Tengah AS, George Mitchell.
Dimulainya kembali perundingan damai dengan Israel tidak mungkin dilakukan kecuali Israel membekukan pembangunan besar-besaran permukiman Yahudi yang diletakkan di wilayah Palestina, menurut Abbas.
Sementara itu, kepala perunding Palestina Saeb Erekat mengatakan bahwa Clinton mengusulkan rumusan untuk memperbaharui pembicaraan selama pertemuan dengan Abbas di Abu Dhabi, yang ditolak oleh pemimpin Palestina.
Setelah pertemuannya dengan Abbas, Clinton langsung berangkat ke Israel dan kemudian bertemu dengan Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman dan Menteri Pertahanan Ehud Barak di Yerusalem.
Lieberman mengatakan kepada Clinton bahwa permintaan Palestina untuk menghentikan pembangunan pemukiman ini ditujukan untuk memperumit dan menggagalkan proses perdamaian, sebagaimana yang dilaporkan harian lokal Haaretz, menambahkan bahwa Lieberman mengatakan, sebelumnya Palestina tidak pernah menuntut hal ini sebagai prasyarat pembicaraan damai.
Lieberman juga mengatakan bahwa dia menyarankan Netanyahu tidak masuk ke dalam perundingan dengan Palestina selama Palestina terus-menerus mempromosikan laporan PBB mengenai serangan ofensif Israel terhadap Gaza, menurut koran.
Selama musim panas, Obama berharap untuk mempercepat pembaharuan perundingan damai. Pada September, Presiden AS mengadakan pertemuan bersama dengan Netanyahu dan Abbas di New York yang diharapkan akan menjadi forum yang membujuk mereka untuk kembali bernegosiasi.
Namun, Clinton pada pekan lalu melaporkan bahwa tidak ada satu langkah pun yang diambil kedua belah pihak ke arah kelanjutan negosiasi konflik Timur Tengah itu. (althaf/xnh/arrahmah.com)