(Arrahmah.com) – Ratusan bangunan di desa-desa Rohingya di Rakhine (Arakan), barat Myanmar (Burma) telah dibakar, hal ini nampak dari citra satelit yang dirilis pada Ahad (13/11/2016), seperti dilansir World Bulletin.
Kondisi genting kembali melanda desa-desa Muslim Rohingya setelah militer Myanmar kembali melakukan serangan terhadap warga Rohingya di wilayah barat Myanmar. Sejumlah warga Rohingya tewas dibunuh oleh tentara dan sejumlah lainnya ditangkap. Pemerintah Myanmar berdalih bahwa tindakan militernya adalah untuk mengejar militan Rohingya “radikal” yang terkait dengan kelompok Islam luar negeri.
Otorias Myanmar menjaga ketat akses ke wilayah tersebut, membuat media sulit untuk memverifikasi klaim pemerintah dan apa yang sebenarnya terjadi di sana.
Tetapi citra satelit terbaru yang dirilis oleh Human Rights Watch (HRW) menunjukkan bahwa benar telah terjadi pembakaran massal terhadap desa-desa Rohingya.
Analisa HRW menunjukkan lebih dari 400 bangunan dibakar di tiga desa Rohingya di mana kerusuhan sedang terjadi.
Kelompok pemerhati hak asasi manusia itu mengatakan bahwa tanda api aktif dan bekas-bekas pembakaran menunjukkan bahwa sebagian besar kehancuran disebabkan oleh pembakaran. Gambar terbaru itu diambil pada 10 November.
Brad Adams, direktur HRW Asia, mengatakan bahwa foto-foto terbaru menunjukkan kehancuran yang luas yang “lebih besar daripada yang kita pikirkan pertama”.
“Otoritas Burma harus segera membentuk investitasi yang dibantu PBB sebagai langkah awal untuk memastikan keadilan dan keamanan bagi para korban,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Pembantaian di barat Arakan yang kembali terjadi merupakan krisis yang rumit yang telah menjadi bahan kritikan bagi pemerintahan yang dipimpin oleh aktivis Aung San Suu Kyi.
Muslim Rohingya telah bertahun-tahun menderita pembantaian, pengusiran, pemerkosaan bagi para wanitanya, dan perampokan harta di tengah mayoritas Buddha.
Tidak ada jumlah pasti bagi para korban kekerasan di Arakan, tetapi media mencatat bahwa lebih dari 200 orang tewas pada 2012, lebih dari 100.000 orang, kebanyakan Rohingya, terpaksa mengungsi di kamp-kamp, dan ribuan lainnya melarikan diri melalui perahu-perahu ke negara-negara tetangga yang tak jarang menghadapi penolakan, sebagian bahkan meregang nyawa di tengah laut.
Negara yang mengaku berhukum demokrasi itu tetapi menolak memberikan kewarganegaraan terhadap warga Muslim Rohingya, menganggap mereka adalah imigran ilegal dari Bangladesh meskipun sejarah mencatat etnis Rohingya telah ada sejak berabad lalu di negara tersebut.
Militer dan pemerintahan Myanmar telah menolak tuduhan bahwa tentara yang membakar desa-desa Rohingya, menuduh “militan” yang menyalakan api, klaim yang sulit diterima oleh fakta dan kesaksian. (siraaj/arrahmah.com)