JENEWA (Arrahmah.com) – Delegasi Cina untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Jiang Duan mengatakan, Cina sangat terbuka menerima kunjungan Dewan Hak Azasi Manusia PBB ke wilayah Xinjiang. Akan tetapi, kunjungan tersebut tidak bertujuan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia seperti yang telah dituduhkan oleh dunia.
“Pintu ke Xinjiang selalu terbuka, dan kami menyambut Komisaris Tinggi untuk mengunjungi Xinjiang. Komunikasi dijaga antara kedua belah pihak, tetapi tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk memberikan pertukaran dan kerja sama bukan penyelidikan berdasarkan ‘kesalahan yang belum terbukti’,” kata Jiang kepada Dewan Hak Azasi Manusia PBB, seperti dilansir Reuters (3/3/2021).
Jiang mengatakan, Cina menentang politisasi hak asasi manusia dan campur tangan pihak lain dalam urusan internalnya. Cina juga menolak kekhawatiran yang diangkat oleh Australia, Swedia dan Amerika Serikat di forum Jenewa.
Dia menambahkan, orang-orang dari semua kelompok etnis di Xinjiang dan wilayah Tibet menikmati kebebasan yang luas, termasuk kerukunan beragama dan budaya.
“Kami menyesalkan Komisaris Tinggi membuat tuduhan yang tidak berdasar terhadap Cina berdasarkan informasi yang salah dan tekanan politik,” kata Jiang.
Sebelumnya, Kepala Hak Azasi Manusia PBB Michelle Bachelet mengatakan, laporan tentang penahanan sewenang-wenang, perlakuan buruk, kekerasan seksual dan kerja paksa di Xinjiang memerlukan penilaian situasi yang menyeluruh dan independen.
Dia berharap bisa mencapai kesepakatan dengan pejabat Cina terkait rencana kunjungan PBB ke Xinjiang.
Komisaris Tinggi Hak Azasi Manusia PBB terakhir kali mengunjungi Cina pada September 2005. Sejumlah aktivis hak asasi manusia skeptis bahwa Cina akan membuka pintu bagi Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk mengunjungi Xinjiang.
“Tentu saja pernyataan Cina bahwa tujuan dari kunjungan Xinjiang adalah untuk memberikan pertukaran dan kerja sama, itu sudah menjelaskan semuanya, bukan? ‘Pintu’ itu tetap tertutup rapat,” ujar Direktur Human Right Watch Sophie Richardson.
Cina berada di bawah tekanan global atas perlakuannya terhadap minoritas Muslim di Xinjiang. Menurut perkiraan PBB sekitar satu juta orang Uighur telah ditahan di kamp-kamp interniran di Xinjiang.
Pemerintah Cina menyebut kamp-kamp itu sebagai pusat kampanye untuk melawan terorisme.
Sejumlah aktivis dan politisi Barat menyatakan, Cina telah melakukan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi terhadap minoritas Muslim Uighur.
Cina menghadapi sejumlah sanksi, seperti larangan pembelian kapas dan tomat Xinjiang oleh Amerika Serikat (AS).
Selain itu, beberapa anggota parlemen Barat memboikot Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022. (Hanoum/Arrahmah.com)