BEIJING (Arrahmah.com) – Dalam rangka mencari solusi untuk kemelut masalah di Afghanistan, Amerika Serikat mencari bantuan dari beberapa negara tetangga Afghanistan, termasuk China, yang telah menjadi investor komersial terbesar di Afghanistan.
Perbatasan Cina dengan Afghanistan hanya sepanjang 46 mil. Bagian barat perbatasan adalah Koridor Wakhan yang sangat sempit. Koridor Wakhan ini merupakan sepotong tanah pegunungan yang dulunya menjadi bagian dari rute perdagangan kuno yang dikenal sebagai Jalur Sutera. Inggris dan Rusia menggambarkan Koridor Wakhan pada peta akhir abad ke-19 untuk menjadi zona penyangga antara India (yang saat itu dijajah Inggris) di selatan dan Turkistan (saat itu jajahan Rusia) di utara.
Saat ini, beberapa pihak kembali melihat potensi Wakhan sebagai jalur perdagangan dari Cina ke Asia Tengah dan sekitarnya.
Duta Besar Afghanistan untuk Cina, Sultan Ahmad Baheen, mengatakan pemerintahnya telah meminta Beijing untuk membuka perbatasan sempit Afghanistan-Cina. Dia mengatakan Cina telah berjanji untuk mempelajari permintaan itu, namun belum ada hasil apa-apa.
“Jika saja kami memperoleh link ini, pasti rakyat Afghan akan memperoleh keuntungan dari jalur tersebut. Jadi, inilah sebabnya kami mengusulkan kepada Cina untuk membangun jalan, bahkan kereta api dari Koridor Wakhan ini ke Afghanistan,” katanya dalam sebuah wawancara.
Cina pun belum memberi tanggapan atas permintaan AS untuk menggunakan Koridor Wakhan sebagai rute alternatif pengiriman pasukan dan suplai militer ke Afghanistan. Di Beijing minggu lalu, Asisten Menteri Luar Negeri AS, Kurt Campbell, mengatakan bahwa Presiden Obama akan mengangkat isu ini pada kunjungan pertamanya ke Beijing bulan depan.
“Kami memperpanjang undangan pada beberapa tim kerja untuk datang dan membicarakan tentang beberapa rincian yang terkait dengan perjalanan Presiden Obama, dengan harapan bahwa kami dapat menemukan titik-titik wilayah yang akan membuat Cina dan Amerika Serikat serta negara-negara lain yang terlibat di Afghanistan bekerja sama,” kata Campbell pada wartawan.
Salah satu sumber mengklaim, pada tahun 1970-an dan 1980-an, Cina bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam mempersenjatai mujahidin Afganistan melawan pasukan penjajah Uni Soviet.
Dan sekarang, sebagaimana Amerika Serikat, Cina ingin menyingkirkan Al-Qaidah dari Afghanistan, yang diklaimnya sebagai pendukung ekstremisme Islam di sepanjang perbatasan di wilayah Xinjiang Cina.
Beberapa pejabat AS dan Afghanistan menuduh badan intelijen Pakistan membantu Taliban di Afghanistan. Dan Cina adalah sekutu serta pemasok senjata utama bagi Pakistan. Baheen mengatakan dia berharap Cina pun bisa mendukung Pakistan untuk meningkatkan kerja sama dengan Afghanistan.
Namun, Canrong Jin, seorang ahli hubungan internasional di Universitas Rakyat di Beijing, mencatat bahwa Cina gamang soal Taliban di Afghanistan.
“Menurut Cina, Taliban telah bersatu dengan etnis mayoritas Pashtun, dan karena Cina ragu-ragu untuk bertindak melawan mereka,” katanya.
Jin menunjukkan bahwa untuk sementara Cina telah membantu melatih personel keamanan Afghanistan, namun tidak akan mengirim pasukan ke Afghanistan atau ke mana pun tanpa mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa. Cina telah mengirimkan ribuan pasukan penjaga perdamaian ke beberapa titik di luar negeri, tetapi hanya membantu dari segi logistik dan dukungan personel semata, belum pernah sebagai pasukan tempur.
“Yang saya pahami, Cina bersedia berpartisipasi dalam kerjasama internasional dalam proses rekonstruksi Afghanistan. Tapi hanya terbatas pada kerjasama ekonomi dan urusan sipil, jadi setidaknya hal ini menegaskan bahwa Cina bisa memberikan investasi di sana,” katanya.
Pada tahun 2007, perusahaan negara China Metallurgical Group Corp memenangkan tender untuk mengembangkan tembaga Aynak di provinsi Logar, Afghanistan. Provinsi ini merupakan salah satu penyedia tembaga terbesar di dunia.
Dengan jumlah 3,5 miliar dolar AS, Cina melejit dan menempati posisi investor asing terbesar yang pernah ada di Afghanistan. Dan Cina telah menawarkan untuk membangun pembangkit listrik dan rel kereta api dari Cina untuk mempermudah aktivitas pertambangan dan distribusinya, yang nilainya hampir mencapai tiga kali lipat dari nilai investasi.
Bahkan, James Yeager, seorang ahli geologi dari Colorado, mengatakan perusahaan-perusahaan swasta pun tidak dapat bersaing dengan tawaran Beijing untuk Afghanistan.
Yeager juga mengatakan dalam sebuah laporan yang dirilis baru-baru ini bahwa tender Aynak ini merupakan tender yang ‘maruk’, perusahaan Cina membawa subkontraktor mereka sendiri, yang hanya meninggalkan sedikit saja pekerjaan bagi perusahaan lokal Afghanistan.
Atas dasar itu, menurut Yeager, AS perlu membantu Afghanistan mengembangkan kebijakan yang efektif untuk membuat sebagian besar sumber-sumber mineral yang kaya itu bisa dikuasai oleh dalam negeri (di bawah dikte Amerika).
“Apa yang sebenarnya dibutuhkan di Afghanistan adalah lapangan pekerjaan,” Yeager bersikeras, “… dan itulah yang kurang. Kami lebih banyak mengintervensi dalam bidang militer, tetapi tidak memiliki fokus yang kuat pada lapangan pekerjaan. Dan dalam sektor pertambangan, pemerintah kami tidak benar-benar tidak mengerti.”
Muncullah sebuah pendapat umum, sementara pasukan AS berjibaku dengan resiko kehilangan hidup mereka di Afghanistan, perusahaan-perusahaan Cina pada saat yang sama tengah berasyik-masyuk menuai keuntungan ekonomi.
Administrasi Obama telah menyarankan dibentuknya tim khusus Amerika yang akan menangani upaya rekonstruksi di Afghanistan, namun pejabat AS dan sukarelawan sendiri tengah berdebat mengingat butuh perjuangan yang berat untuk pergi ke sana.
Baheen, Duta Besar Afghanistan di Beijing, mengatakan baik Amerika Serikat dan Cina sama-sama memiliki peran untuk ‘bermain’ di negaranya.
“Kami percaya bahwa Afghanistan memang seharusnya menjadi basis bagi kerjasama peradaban, bukan persaingan antara negara-negara,” kata Baheen seolah-olah tanpa beban.
“Saya kira ada ruang untuk semua orang di Afghanistan,” lanjutnya (althaf/npr/arrahmah.com)