XINJIANG (Arrahmah.com) – Otoritas Cina jatuhkan hukuman mati, dengan penangguhan hukuman dua tahun, kepada dua mantan pejabat Uighur di Xinjiang atas tuduhan separatisme dan pengambilan suap. Kedua orang tersebut adalah Sattar Sawut dan Shirzat Bawudun.
Sebelumnya, dalam kampanye “melawan pejabat bermuka dua”, otoritas Cina telah menghukum banyak pejabat yang berasal dari etnis Uighur di Xinjiang dengan tuduhan keamanan nasional. Para pejabat tersebut dituduh berusaha untuk melemahkan aturan Cina dari dalam sistem.
Hukuman tersebut dapat diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup setelah dua tahun jika kedua tahanan menunjukkan perilaku yang baik. Kedua pria itu mengaku bersalah dan tidak akan mengajukan banding, kata Wang Langtao, Wakil Presiden pengadilan tinggi regional Xinjiang.
Kasus-kasus keamanan nasional disidangkan secara tertutup dan tidak jelas kapan para pria itu diadili atau kapan hukuman mereka dijatuhkan.
Pengadilan pada Selasa (6/4/2021) menuduh Sattar Sawut, mantan kepala departemen pendidikan daerah, memasukkan konten “separatisme etnis, kekerasan, terorisme, dan ekstremisme agama ke dalam buku teks berbahasa Uighur”.
“Berdasarkan hasil temuan dari pengadilan, Sattar Sawut mengambil keuntungan dari mengumpulkan dan menerbitkan buku teks berbahasa Uighur untuk sekolah dasar dan menengah untuk memecah negara, mulai tahun 2002. Dia menginstruksikan orang lain untuk memilih beberapa orang dengan pemikiran separatis untuk bergabung dengan tim penyusun buku teks,” kata pejabat tersebut, sebagaimana dilansir kantor berita Xinhua.
Tiga pejabat pendidikan lainnya dan dua editor buku teks juga dijatuhi hukuman terkait tuduhan serupa, menurut film dokumenter yang dirilis oleh stasiun televisi negara CCTV pekan lalu. Ketiga pejabat tersebut menerima hukuman penjara seumur hidup, sementara hukuman yang dijatuhkan pada si editor belum diputuskan.
Putra salah satu editor yang dijatuhi hukuman menyebut bahwa tuduhan itu “tidak masuk akal”. Dia mengatakan bahwa ayahnya telah menghindari politik dan menunjukkan bahwa buku teks tersebut disetujui oleh pemerintah Cina selama lebih dari satu dekade.
“Buku teks ini disetujui oleh negara,” kata Kamaltürk Yalqun, putra editor Yalqun Rozi yang berada di penjara. “Pemerintah Cina sedang mencoba untuk menghapus sejarah dan menulis narasi baru,” pungkasnya.
Shirzat Bawudun, yang merupakan mantan kepala departemen kehakiman regional Xinjiang, juga dihukum karena dianggap “memecah belah negara”. Dia dituduh berkolusi dengan Gerakan Islam Turkistan Timur (ETIM). Dia juga dituduh telah “menawarkan bantuan kepada separatis dan ekstremis agama, dan bekerja sama dengan pasukan separatis luar negeri”.
Menurut PBB dan aktivis HAM, Cina dilaporkan telah memasukkan lebih dari 1 juta orang Uighur, Kazakh, dan anggota minoritas Muslim lainnya ke dalam kamp, penjara, dan fasilitas penahanan lainnya. Mereka diperintahkan untuk mencela Islam dan budaya minoritas, belajar bahasa Mandarin, dan bersumpah setia kepada Partai Komunis yang berkuasa dan pemimpinnya, Xi Jinping. (rafa/arrahmah.com)