DHAKA (Arrahmah.com) – Cina menjanjikan uang sebesar USD6.000 untuk para pengungsi Rohingya yang mau kembali ke Rakhine, pejabat Bangladesh dan pemimpin pengungsi melaporkan sebagaimana dilansir BenarNews.
Sun Gouxiang, utusan khusus Cina untuk urusan Asia, bertemu dengan 15 pria dan 14 wanita di kamp pengungsi Kutupalong di Coxs Bazar pada Ahad, kata Syed Ullah, sekjen Masyarakat Arakan Rohingya untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia (ARSPH) .
“Mereka bertanya kepada kami apakah akan kembali jika mereka memberi kami lima ribu hingga enam ribu dolar,” kata Ullah kepada BenarNews yang terafiliasi dengan Radio Free Asia.
Namun, Ullah menolak tawaran Cina dan menegaskan tidak akan kembali jika tidak diberi kewarganegaraan dengan identitas Rohingya.
Seorang pejabat Bangladesh, yang menghadiri pertemuan itu, mengatakan delegasi Cina telah menawarkan hingga USD6.000 bagi pengungsi untuk membangun kembali rumah mereka di Rakhine.
Setidaknya 200.000 rumah baru harus dibangun untuk pemulangan para pengungsi yang telah tinggal di Bangladesh, kata pejabat itu.
Namun pejabat Bangladesh tersebut menyatakan sangat sulit membangun begitu banyak rumah di Rakhine.
Pemerintah Cina menawari mereka uang, sehingga setiap keluarga Rohingya dapat membangun rumah mereka sendiri ketika kembali, kata dia.
Pejabat Bangladesh itu mengatakan tidak mungkin bagi para pengungsi membangun rumah mereka sendiri.
Sebab, kata dia, kebanyakan mereka kehilangan lelaki dalam keluarga akibat tindakan kekerasan militer.
Kedutaan Cina di Dhaka tidak merespons permintaan untuk mengklarifikasi persoalan ini.
Delwar Hossain, pejabat Kementerian Luar Negeri Bangladesh untuk wilayah Asia Tenggara, mengatakan pihaknya mengatur pertemuan antara delegasi Cina dan para pengungsi.
Mereka membahas tuntutan orang-orang Rohingya, kata Hossain.
Munshi Fayez, mantan duta besar Bangladesh untuk Beijing, mengatakan Cina tergerak untuk berbicara dengan para pengungsi untuk melindungi Myanmar dari tekanan internasional.
Fayez juga mengatakan Cina akan mendapatkan keuntungan ekonomi dari repatriasi tersebut.
Cina ingin membuat zona ekonomi di Rakhine, kata Fayez. Jika masalah Rohingya tetap tidak terselesaikan, mereka tidak dapat membuat zona ekonomi.
Situs Global Light New Myanmar, yang dikelola pemerintah Myanmar, menjelaskan sebelum melakukan perjalanan ke Bangladesh, Sun Gouxiang mengunjungi beberapa desa di Rakhine dan bertemu dengan pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi di ibukota Naypyidaw pada 27 Februari.
Menurut Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh tentara Myanmar.
Lebih dari 34.000 orang Rohingya juga dibakar, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, menurut laporan OIDA yang berjudul ‘Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terkira’.
Sekitar 18.000 perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar dan lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar sementara 113.000 lainnya dirusak.
Menurut Amnesti International, lebih dari 750.000 pengungsi, sebagian besar anak-anak dan perempuan, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan — termasuk bayi dan anak kecil — pemukulan brutal, dan penculikan yang dilakukan oleh personil keamanan.
Dalam laporannya, penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran tersebut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
(fath/arrahmah.com)