XINJIANG (Arrahmah.com) – Petugas kesehatan Uighur dari seluruh satu prefektur di barat laut Daerah Otonomi Xinjiang, Cina (XUAR) dipaksa untuk tinggal di hotel-hotel di Ghulja yang didirikan sebagai pusat karantina untuk merawat pasien yang terinfeksi virus corona, ungkap salah seorang narasumber.
Pekan lalu, seorang narasumber, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan kepada koresponden RFA bahwa pihak berwenang di Ghulja telah menugaskan dokter, perawat, dan petugas kesehatan Uighur lainnya dari rumah sakit di Prefektur Otonomi Ili Kazakh atau Rumah Sakit Pengobatan Tradisional Uighur untuk bekerja dan tinggal di pusat karantina pasien COVID-19.
Kebijakan, yang mulai dilaksanakan pada akhir Februari lalu, hanya dieruntukkan bagi petugas kesehatan etnis Uighur. Mereka tidak diizinkan kembali ke rumah sejak mereka dikirim ke sana, imbuhnya.
Klaim narasumber tersebut muncul ketika para pejabat kesehatan di XUAR menerbitkan sebuah makalah pada Senin (30/3/2020) yang menyebutkan bahwa Ghulja memiliki tingkat infeksi tertinggi kedua di wilayah tersebut setelah ibu kota Urumqi dengan 18 kasus, yang semuanya pulih.
Surat kabar itu mengatakan bahwa pihak berwenang di kota itu secara efektif menghentikan penyebaran virus yang menginfeksi 76 orang dan menyebabkan tiga orang tewas di XUAR, ungkap data resmi, dan tidak ada kasus baru ditemukan di sana dalam beberapa pekan terakhir.
Beberapa pejabat kesehatan di Ghulja juga mengkonfirmasi bahwa petugas kesehatan Uighur telah dikirim ke beberapa hotel yang didirikan sebagai pusat karantina di kota itu untuk merawat pasien COVID-19, penyakit yang disebabkan oleh coronavirus.
“Kota ini merupakan tempat yang ditunjuk untuk pengujian virus, tetapi kami tidak memiliki pasien saat ini,” seorang karyawan Uighur dari kantor Partai Komunis Rumah Sakit Obat Tradisional Uighur mengatakan kepada RFA dalam sebuah wawancara telepon.
“Pasien dan personel yang bertanggung jawab untuk perawatan semua ada di hotel,” katanya.
Ketika ditanya hotel mana, karyawan itu mengatakan dia tidak tahu, tetapi “ada banyak orang di banyak hotel.”
“Ini bukan hanya satu atau dua hotel, dan kami tidak akan dapat menemukan nama mereka semua,” katanya.
“Kami menyediakan dokter, tetapi kami tidak tahu hotel mana. Kami hanya tahu siapa yang kami kirim. Semua dokter telah pergi, dan pejabat tingkat tinggi tidak memberi tahu apa pun kepada unit kerja kami,” pungkasnya.
Menurut situs web Rumah Sakit Pengobatan Tradisional Uighur, sebanyak 97 petugas kesehatan secara teratur menjadi staf di sana.
Mayoritas dokter Cina Han dari Rumah Sakit Pengobatan Tradisional Cina Ghulja mengatakan bahwa fasilitasnya tidak menangani pengobatan kasus coronavirus, meskipun Rumah Sakit Pengobatan Tradisional Uighur dan rumah sakit lain melakukannya.
Ketika ditanya apakah rumah sakitnya telah mengirim petugas kesehatan ke pusat karantina darurat di hotel-hotel di kota itu, seperti yang dimiliki Rumah Sakit Obat Tradisional Uighur, dokter mengatakan tidak. (rafa/arrahmah.com)