ISTANBUL (Arrahmah.id) – Pihak berwenang di Istanbul menutup sebuah sekolah dasar Uighur, yang diduga atas permintaan pejabat pemerintah Cina yang khawatir para siswa menerima instruksi anti-Cina, kata kepala sekolah dan orang tua siswa.
Pada 21 Februari, pejabat Direktorat Pendidikan Nasional Provinsi Istanbul mengunci pintu ke Sekolah Dasar Hira Uighur dan tidak mengizinkan lebih dari 300 siswa masuk.
Sekolah tersebut dibuka pada tahun 2015 oleh orang-orang Uighur dari wilayah Xinjiang, Tiongkok barat dengan izin dari direktorat, kata Loqmanjan Abdulla, yang mendirikan sekolah tersebut dan menjabat sebagai kepala sekolah.
Pejabat sekolah mengatakan mereka diberitahu bahwa Cina telah mengajukan keluhan terhadap sekolah tersebut.
Sekolah Uighur Hira terletak di distrik Istanbul di mana banyak orang Uighur telah menetap, beberapa melarikan diri dari penganiayaan yang meluas di Xinjiang. Sekolah ini mengajarkan siswa bahasa Uighur dan mata pelajaran lain dan menawarkan kesempatan kepada anak-anak Uighur yang tidak memiliki tempat tinggal Turki sehingga tidak dapat masuk ke sekolah umum.
Sekolah tersebut juga mengajarkan bahasa Inggris dan Turki serta keterampilan kejuruan seperti menjahit dan mengemudi untuk orang dewasa.
Loqmanjan mengatakan kepada RFA bahwa dia dipanggil ke direktorat dan disuruh menutup sekolah karena pengaduan dari Cina yang menuduh beroperasinya sekolah tersebut telah melanggar peraturan pendidikan Turki sendiri.
Para pejabat mengatakan kepadanya bahwa mereka tidak dapat mengizinkan sekolahnya beroperasi pada jam yang sama dengan sekolah umum, meskipun dia mengatakan tidak ada konflik.
“Mereka belajar paruh waktu di sekolah nasional,” kata Loqmanjan tentang murid-muridnya. “Siswa yang belajar di sana pada sore hari akan datang di pagi hari, dan siswa yang belajar di sana pada pagi hari akan datang pada sore hari.
“Tanpa diduga, ini tampaknya telah menarik perhatian Cina,” lanjutnya. “Saya kira mereka mengira ini adalah pekerjaan pemerintah Turki, bahwa kami mengambil langkah-langkah untuk mendirikan sistem sekolah swasta Uighur kami yang independen, bahwa pemerintah Turki memungkinkan ini bagi kami, bahwa mereka bahkan memberi kami sebuah sekolah.”
Dalam pengaduan yang diajukan ke otoritas pemerintah Turki, Cina juga mengatakan bahwa sekolah tersebut melanggar aturan Turki dengan mewajibkan siswa mengenakan seragam militer untuk upacara sekolah pada 2019, kata Loqmanjan.
“Tidak ada substansi di sini,” kata Loqmanjan. “Jika mereka mengatakan ini adalah seragam militer, maka itu sepenuhnya salah. Ini bukan seragam militer”.
“Itu seragam yang sama dengan yang dipakai anak-anak di sekolah nasional,” paparnya. “Setelah kami menjelaskan ini, mereka memeriksanya dan menemukan bahwa memang demikian. Sampai sekarang, ini adalah satu-satunya hal yang dikatakan Cina, berdasarkan foto dari tahun 2019.”
Loqmanjan mengatakan bahwa sekolah Hira meringankan beban sistem sekolah umum dengan menawarkan pendidikan tambahan kepada siswa Uighur yang belum bisa berbahasa Turki.
“Saat ini kami sedang mengerjakan masalah ini, bertemu dengan pejabat terkait, dan memikirkan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini,” katanya. “Ini bukan sesuatu yang harus ditentang oleh siapa pun di dunia. Dengan kata lain, kami menuntut hak kami yang paling dasar sebagai manusia.”
Levent Yazici, yang merupakan kepala Direktorat Pendidikan Provinsi Istanbul, mengatakan kepada RFA bahwa sekolah tersebut belum ditutup, meskipun anggota Parlemen secara terbuka mengkritik penutupannya.
“Kenapa kami harus menutupnya? Kami belum menutupnya.” dia berkata. “Saya tidak mengetahui hal ini. Saya tidak memiliki hubungan dengannya. Kami harus memeriksanya dan melihatnya terlebih dahulu.”
Perselisihan mengenai sekolah itu terjadi ketika hubungan antara Turki dan Cina semakin dekat dalam beberapa tahun terakhir, termasuk melalui perjanjian bilateral untuk bertukar informasi tentang pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Perjanjian tersebut, yang memerlukan penyediaan informasi tentang kegiatan keuangan individu dan perusahaan tertentu, telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan Uighur di Turki bahwa hal itu dapat membatasi kemampuan mereka untuk mempromosikan hak-hak Uighur di Cina atas nama pencegahan terorisme.
Ketika kedua negara semakin dekat, para migran Uighur yang bekerja di Turki kadang-kadang ditahan dan ditempatkan di pusat-pusat penahanan imigrasi.
Anggota parlemen dari partai oposisi di Parlemen Turki yang mendukung Uighur mengkritik penutupan sekolah tersebut.
Selçuk Zdağ, yang merupakan wakil ketua Partai Kelechek (Masa Depan), mengatakan keputusan itu adalah “kesalahan yang memalukan” dan meminta kementerian untuk segera membalikkannya. Ia juga mengatakan, pihaknya berniat menggelar konferensi pers di depan sekolah.
“Ini adalah aib bagi pemerintah yang saat ini memimpin Republik Turki,” katanya. “Menutup sekolah berdasarkan dugaan tekanan dari pemerintah Cina itu memalukan, terlalu memalukan bahkan untuk pemerintah saat ini.”
Lokasi sekolah Hira diberikan kepada pendirinya ketika pemimpin Partai Kelechek Ahmet Davutoglu menjadi perdana menteri Turki.
Zdağ mengatakan pihak berwenang dari partai yang berkuasa tidak mengikuti prosedur normal untuk menutup sekolah untuk merahasiakan keputusan itu guna menghindari kritik dari negara lain.
“Mereka (para pejabat Kementerian Pendidikan) takut karena khawatir akan menjadi topik diskusi internasional,” tambahnya. “Mereka mencoba untuk diam-diam dan mengatakan bahwa mereka tidak menutup sekolah, bahwa itu hanya tutup dengan sendirinya.”
Ayhan Erel, seorang anggota parlemen dari Partai Iyi (Baik), mengatakan kepada RFA bahwa dia akan mengeluarkan penyelidikan parlemen secara formal dengan Menteri Pendidikan Nasional. Dia merujuk pada nama yang disukai orang Uighur untuk wilayah Xinjiang di Cina.
“Kami menentang ini,” katanya. “Adapun kerabat Uighur kami di Turkestan Timur, mereka sebenarnya hidup di bawah penindasan dan penyergapan di sana. Sebagai negara Turki, bagi kita untuk menutup sekolah mereka sama saja dengan mematahkan tangan mereka dan kemudian meninggalkan mereka di sana, sendirian. Akankah semangat dan tujuan mereka tidak berarti apa-apa? Itu tidak akan terjadi,” tegasnya.
Anggota parlemen Partai Iyi lainnya, Hayrettin Nuhoglu, juga mengkritik penutupan sekolah tersebut.
“Kami akan melakukan apa pun yang kami bisa sebagai saudara sedarah [dari Uighur],” katanya. “Sekolah tidak seharusnya ditutup. Kami akan memeriksa hal ini dan melihat apa yang terjadi.”
Seorang migran Uighur bernama Nuriye yang tidak mau memberikan nama keluarganya mengatakan kedua anaknya merupakan murid di sekolah Hira dan penutupannya membuat sedih para siswa.
“Anak-anak semua senang [pergi ke sekolah Hira] karena mereka bisa berbicara dalam bahasa mereka sendiri dan memainkan permainan mereka sendiri,” katanya.
Kepala Sekolah Loqmanjan mengatakan dia sekarang mengumpulkan daftar tanda tangan warga Uighur lokal yang ingin sekolah dibuka kembali, tanda tangan tersebut akan dia serahkan kepada pemerintah.
Dia mengatakan bahwa pihak berwenang Turki memintanya untuk menulis pernyataan yang mengatakan bahwa Hira bukanlah sekolah swasta resmi, melainkan lembaga pendidikan tambahan di mana anak-anak mengambil kursus tambahan di waktu luang mereka setelah sekolah.
“Kami mencintai Republik Turki, dan kami mendukung sistem pendidikan Turki, tetapi kami juga mencintai bahasa ibu kami dan berharap kami dapat melanjutkannya,” katanya.
“Ini adalah format yang kami gunakan untuk mengumpulkan tanda tangan yang akan kami kirimkan,” pungkasnya. (rafa/arrahman.id)