XINJIANG (Arrahmah.com) – Pemerintah Cina nampaknya belum berputus asa untuk menekan keyakinan Islam Muslim di Xinjiang. Cara halus hingga kasar terus dilakukan.
Kelas-kelas baru telah didirikan khusus untuk para petani Muslim Uighur di wilayah barat laut Cina itu. Para petani polos itu dipaksa untuk menghadiri kelas-kelas malam. Tidak ada tujuan lain kecuali agar mereka memiliki pandangan agama yang sesuai dengan keinginan pemerintah dan agar mereka tunduk pada kebijakan pemerintah di wilayah mayoritas Muslim.
Tujuan rencana ini untuk mengedukasi para petani dan penggembala, banyak dari mereka yang sudah lanjut usia, dalam pemberantasan kemiskinan dan “kebijakan baik hati” di wilayah ini, kata sumber-sumber pejabat pemerintah Cina.
Kenyataannya, banyak yang menghadiri kelas itu mengatakan bahwa mereka malah diinstruksikan dalam hal-hal yang bertujuan untuk melawan apa yang pemerintah sebut sebagai “ekstremisme” agama.
Dua gelombang kursus diberikan, satu kursus menyediakan informasi umum dan satu lainnya khusus para kerabat warga Uighur yang dipenjara, menurut keterangan seorang petani di Aksu (Akesu, dalam bahasa Cina) kepada Radio Free Asia (RFA) cabang Uighur.
“Ya, kursus telah dimulai, dan empat atau lima orang dari keluarga kami ikut serta,” ujar wanita itu, seraya menambahkan bahwa walaupun ia dan suaminya sama-sama berusia lebih dari 60 tahun, mereka diikutsertakan bersama putra dan menantunya.
“Ada kursus lainnya untuk orang-orang yang anggota keluarganya berada di penjara, dan namaku ada dalam daftar, jadi Aku harus ikut kursus itu juga,” katanya.
“Kami belajar bagaimana mengawasi anak-anak kami dengan hati-hati, sehingga mereka tidak telribat ekstremisme. Kami juga belajar tentang politik,” tambah wanita itu.
Pengakuan wanita itu menegaskan maksud sebenarnya otoritas Cina “menyekolahkan” para petani dan penggembala Uighur.
“Sebelum kelas dimulai, kami mengibarkan bendera Cina dulu,” katanya.
“Kami sekarang mengerti apa itu ekstremisme dan mana yang benar dan yang salah,” kata petani Aksu lainnya.
“Semuanya ini telah dituangkan ke otak kami.”
“Sekarang kami tahu bahwa adalah salah untuk mengirim anak-anak kami ke sekolah-sekolah agama (Islam),” ujarnya, menambah keyakinan bahwa inilah yang diinginkan pemerintah Cina. Cina tidak ingin Muslim Uighur mempelajari Islam di sekolah-sekolah Islam atau pesantren.
“Mereka juga memberitahu kami bahwa kami tidak boleh lagi sholat di lapangan-lapangan. Kami hanya boleh sholat di masjid-masjid yang ditunjuk pemerintah,” katanya.
Kelompok-kelompok hak asasi menuduh pemerintah Cina memberlakukan aturan yang berat dengan memanfaatkan kekuasannya di Xinjiang, termasuk operasi-operasi sewenang-wenang polisi terhadap rumah-rumah warga Uighur, pembatasan terhadap ibadah kaum Muslimin Xinjiang, pengekangan pemahaman Islam, budaya dan bahasa warga Uighur.
Cina telah bersumpah untuk menindak apa yang ia sebut sebagai “tiga setan”, yakni apa yang ia sebut “terorisme, separatisme, dan ekstremisme agama” di Xinjiang.
Para pakar luar negeri mengatakan Beijing telah melebih-lebihkan ancaman adanya separatis Uighur.
“Ini hanya akan meningkatkan ketegangan di wilayah ini,” kata Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uighur Dunia (WUC), kepada RFA, saat mengomentari upaya Cina mengontrol penuh para petani dan penggembala Uighur dan memonitor keseharian mereka. (siraaj/arrahmah.com)