BEIJING (Arrahmah.com) – Pihak berwenang di barat laut Cina dilaporkan telah berlakukan pembatasan keras terhadap para imam dengan cara mencuci otak dan memenjarakan orang-orang yang menolak menerima peraturan baru yang ditetapkan oleh pejabat urusan agama.
Pejabat di Xinjiang telah diminta untuk memastikan bahwa ‘tidak ada yang terjadi, insiden besar, sedang, maupun kecil’, menjelang kongres partai di Beijing yang dibuka Rabu ini (18/10/2017), menurut laporan media.
Xinjiang sendiri merupakan rumah bagi minoritas etnis Uighur Muslim yang dipersalahkan Cina karena membentuk kelompok separatis dan memicu terorisme.
Ketakutannya pada Islam membuat Cina bersumpah untuk melakukan tindakan keras terhadap ‘ekstremisme’ agama dan telah meningkatkan keamanannya. Dalam beberapa pekan terakhir, Al Quran dan barang-barang keagamaan lainnya telah dilarang dan pekan lalu sebuah toko buku Muslim terkemuka di Beijing ditutup.
Sumber anonim mengatakan kepada Radio Free Asia pada Senin (16/10) bahwa tindakan keras tersebut didasarkan pada pidato yang disampaikan oleh sekretaris Partai Komunis kawasan Chen Quanguo bulan lalu.
Politisi yang berpaling dari tentara ini tidak dikenal di luar Cina. Namun di Cina, dia telah memberi inisiatif atas sejumlah kebijakan represif yang menargetkan kebebasan beragama bagi etnis Uighur, termasuk melarang puasa selama bulan Ramadhan.
Menurut Radio Free Asia, dia telah memerintahkan para pejabat untuk terus mengawasi semua pusat penahanan dan re-edukasi, termasuk yang mengatur untuk mendidik ulang ‘target liar’ yang dimaksudkan pada khutbah Islam.
Di antara para imam yang dipenjara adalah mereka yang melanjutkan ‘kegiatan keagamaan’, termasuk berkhutbah, setelah dipecat dari jabatan resminya.
Aktivis hak asasi manusia A. S. Suleiman Gu yang mengkonfirmasi laporan tentang tindakan keras yang dituduhkan tersebut mengatakan kepada Mail Online: “Ini adalah kebijakan nasional Cina untuk mendefinisikan kembali semua agama dengan standar komunis dan mencuci otak semua ulama.”
“Ketika saya kecil, saya diajarkan bahwa Partai lebih penting daripada Tuhan. Mereka menggunakan teologi yang disetujui oleh ‘Big Brother’ untuk membuktikannya.”
Dilxat Raxit, juru bicara kelompok Kongres Uighur Dunia, mengatakan kepada Radio Free Asia: “Pengetatan kontrol atas [pusat penahanan dan pusat pendidikan ulang] ini adalah tanda bagaimana orang-orang Uighir semakin menjadi sasaran penganiayaan.”
“Para imam ‘liar’ menjalani pencucian otak secara langsung, sekarang pemerintah menjadikan program re-edukasi di lingkungan yang tertutup, untuk meyakinkan para imam agar benar-benar melepaskan kepercayaan mereka,” katanya.
Raxit juga mengatakan bahwa pemerintah juga jelas-jelas khawatir tentang reaksi keras terhadap penahanan Uighur dan kelompok etnis lainnya dengan hubungan luar negeri dalam beberapa bulan terakhir. (althaf/arrahmah.com)