JAKARTA (Arrahmah.com) – Direktur Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menilai ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari pernyataan menakertrans Muhaimin Iskandar terkait tudingannya terhadap Organisasi Kerohanian Islam (Rohis) sebagai radikal dan culun.
Pertama, Muhaimin mengkambinghitamkan Rohis dengan stigma negatif dan melecehkan ditengah kegalauan NU yang mulai dilupakan generasi muda Islam hari ini.
“Bahkan kemudian menjadi alasan perlunya membenahi pendidikan di Indonesia yang dianggap rusak karena eksistensi Rohis disekolah-sekolah. Ini ngawur dan tidak relevan,” Ujar Harits kepada arrahmah.com, Jum’at (7/12) Jakarta.
Lanjut Harits, tudingan yang dilakukan Muhaimin merupakan logika yang dangkal dan berangkat dari paradigma ashobiyah sempit (cinta kepada golongan) yang sangat dibenci oleh Islam. Dan Muhaimin panik kalau remaja dan pemuda lebih condong kepada Islam daripada kepada golongan semacam NU.
“Dan ini jelas sekali menunjukkan Muhaimin adalah termasuk corong-corong ashobiyah yang merusak ukhuwah Islamiyah dan membuat dikotomi radikal moderat dan semisalnya,”ungkapnya.
Rohis , ungkap Harits, tidak pernah menyodorkan fakta dan data (tdk pernah terbukti) memberikan kontribusi negatif untuk pertumbuhan anak didik di Indonesia. Dan Muhaimin terlihat ngibul dan bicara hanya berdasarkan opini dan propaganda.
Oleh karena itu, menurutnya, Muhamimin harus minta maaf dengan terbuka, tidak perlu arogan bersembunyi diketiak “kebesaran organisasasi NU” dan merasa menjadi pahlawan NU karena pernyataannya adalah demi eksistensi NU.
“Umat Islam makin cerdas bisa menilai siapa yang cerdas dan siapa sesungguhnya yang culun,” tutur Harits.
“Semoga umat selalu siaga pada tiap makar yang melecehkan atau mendeskriditkan Islam,”tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Muhaimin Iskandar menyebut Rohis culun dan radikal.
Hal ini dikatakan Muhaimin alias Cak Imin saat menghadiri Kongres Pelajar Nahdlatul Ulama (NU) di Asrama Haji Palembang, Ahad (2/12/1012).
Muhaimin Iskandar mengaku khawatir dengan kondisi pemuda saat ini, yang sudah melupakan Nahdlatul Ulama (NU).
“Siswa-siswi SMA kita kini tidak kenal NU, kenalnya Rohis, yang hasilnya radikal dan culun-culun itu. Oleh karena itu mari kita benahi pendidikan, modalnya adalah percaya diri. Kalau tidak percaya diri jangan pernah ngaku jadi anak buah KH Hasyim Ashari dan Gus Dur yang kokoh dan berani,” kata Muhaimin saat ditemui di Kongres Pelajar NU, Asrama Haji Palembang, Ahad (2/12/2012). (bilal/arrahmah.com)