JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengamat terorisme dan Direktur The Community of ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan, hasil autopsi Siyono menjadi fakta empiris tidak terbantahkan terjadinya aksi brutal Densus 88 terhadap Siyono bahkan ‘Siyono’ lainnya.
“Aksi overacting menabrak semua mekanisme hukum yang ada. Langkah excessive force (penggunaan kekuatan berlebihan) dalam proyek kontra terorisme justru potensial melahirkan blunder persoalan ” kata Harits, Kamis (14/4/2016), dikutip dari Republika.
Lebih jauh kasus Siyono merupakan puncak gunung es dari ‘Siyono-Siyono’ lainnya.
Kondisi ini melahirkan titik tolak kesadaran masyarakat soal kejahatan negara lewat instrumennya seperti polisi, Densus 88, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Negara tidak boleh hadir menjadi state terrorism terhadap warganya dengan alasan apapun. “Publik juga tidak boleh bisu, buta, tuli atas tiap jengkal kedzaliman yang demonstratif, kecuali dirinya menjadi bagian dari aktor-aktor kedzaliman,” ujarnya. Kasus Siyono menjadi momentum bagi publik untuk sedikit melihat tentang apa yang sesungguhnya terjadi.
Diketahui, hasil autopsi jenazah Siyono warga Desa Pogung, Klaten, Jawa Tengah yang dilakukan oleh tim dokter forensik Indonesia menunjukkan Siyono tidak pernah melakukan perlawanan seperti yang diklaim oleh Mabes Polri selama ini. Terungkap pula selama ini jasad Siyono tidak pernah diautopsi.
Kematian Siyono diakibatkan benda tumpul di bagian rongga dada, yaitu ada patah tulang. Pada iga bagian kiri ada lima. Luka patah sebelah kanan ada satu keluar, sedangkan tulang dada patah.
Selanjutnya, tulang patah ke arah jantung hingga mengakibatkan luka yang cukup fatal. Memang ada luka di bagian kepala, tetapi tidak menyebabkan kematian. Sebab, luka pada bagian tersebut tidak terlalu banyak mengeluarkan darah.
Dari seluruh rangkaian autopsi ini, tidak adanya perlawanan dari luka luka yang diteliti. Jadi, tidak ada perlawanan dari Siyono, tidak ada luka defensif dari Siyono
Autopsi dilakukan oleh 10 dokter. Sembilan dokter dari tim forensik dan satu dokter dari Polda Jateng. Kesepuluhnya sepakat dan tidak ada yang berbeda pendapat. Autopsi dilakukan sejak pukul 09.00 pagi hingga 12.00 siang, 3 April 2016.
(azmhttp://www.arrahmah.com/)