AMERIKA SERIKAT (Arrahmah.com) – Gedung Putih memperdebatkan tentang permintaan Direktur CIA David Petreaus untuk eskalasi pembunuhan di Yaman menggunakan drone, seperti yang dilansir oleh Washington Post.
CIA sedang mencari otoritas untuk memperluas kampanye rahasia drone-nya di Yaman yang dilancarkan terhadap para terduga “teroris” bahkan jika CIA tidak mengetahui identitas mereka yang dapat dibunuh, kata pejabat AS.
Memerikan izin untuk “serangan bertandatangan” ini akan memungkinkan CIA menghantam sasarannya hanya semata-mata berdasarkan kecurigaan semata, seperti kecurigaan tanpa bukti yang pernah terjadi bahwa Mujahidin Al Qaeda sedang berkumpul di suatu tempat atau dengan alasan menggagalkan upaya peledakkan bom, padahal yang terkena sasaran adalah warga sipil tak bersenjata.
Kebrutalan “serangan bertandatangan” itu bukanlah hal baru bagi kepemimpinan CIA. Salah satu contoh di tempat yang berbeda yang pernah dilaporkan oleh Biro Intelijen untuk Investigasi Jurnalisme yang berbasis di London, bahwa serangan drone telah secara rutin menargetkan upacara-upacara pemakaman di Pakistan. Tindakan teroris AS yang berdarah dingin pernah menyerang upacara pemakaman salah seorang terduga “militan” di Pakistan. Pada saat keluarga dan kerabat-kerabatnya datang untuk berbelasungkawa dan hendak menguburkannya, serangan AS datang dari langit dengan alasan bahwa siapa saja yang mendatangi pemakaman orang Al Qaeda adalah bukti dari permusuhan mereka terhadap AS. Salah satu serangan semacam itu dilaporkan oleh New York Times pada Juni 2009, sekitar 60 orang tewas dibunuh. Sementara menurut koran lokal yang melaporkan berita tersebut, dikutip BIJ, bahwa jumlah kematian atas serangan pengecut itu mencapai 83, 45 adalah warga sipil tak bersenjata, termasuk 10 anak-anak diantaranya.
Meski demikian, Obama telah membela serangan drone dengan alasan ketegasan.
“Drone belum menyebabkan jumlah besar korban sipil,” kata Obama kepada salah seorang penannya di forum online. “Ini adalah target, upaya terfokus pada orang-orang yang berada di daftar aktif teroris yang berusaha untuk masuk dan membahayakan Amerika.”
Nampaknya Petraeus dan antek-anteknya dalam perdebatan antara lembaga ini tidak ingin terkonsentrasi pada daftar. Mereka mengkalkulasikan jika AS membunuh kerumunan orang pada upacara tertentu, seperti pemakaman terduga Mujahidin Al Qaeda, mereka yakin bahwa mereka sedang membunuh orang-orang yang akan merencanakan serangan yang membahayakan Amerika, meski tidak terdapat bukti konkrit.
Ini adalah tindakan terorisme yang sebenarnya, yang menjadi salah satu alasan mengapa para pembela “serangan bertandatangan” ini tidak mengizinkan nama-nama korban serangan drone, di sejumlah negara yang mereka invasi, tidak dipublikasikan. (siraaj/arrahmah.com)