VIRGINIA (Arrahmah.com) – Bukan Amerika Serikat jika tidak selalu ikut campur dalam perpolitikan negara-negara lain, terutama di dunia Muslim. Kali ini sebuah buku yang diterbitkan oleh salah satu penerbit di Belanda membeberkan bahwa CIA memiliki peran utama dalam menaikkan kekuatan Presiden Afghan Hamid Karzai.
Pasca peristiwa 11 September, Hamid Karzai memasuki Afganistan dari Pakistan pada minggu pertama Oktober dengan sepeda motor dan memimpin provinsi Uruzgan, dimana banyak pendukungnya dari suku Popolzai tinggal. Wartawan Belanda, Bette Dam, membeberkan dalam bukunya ‘Ekspedisi Uruzgan’ (Expediton Uruzgan) bahwa barang-barang bawaan Karzai termasuk telepon satelit dan sejumlah uang, disediakan oleh CIA.
Karzai dan sekelompok kecil pendukung bersenjata bergerak ke dusun kecil Durji, ke sebelah barat laut ibu kota provinsi, Tarin Kowt. Karzai sudah menggambarkan provinsi Uruzgan sebagai tempat pertahanan yang sangat penting.
Taliban yang saat itu sedang berkuasa memperoleh kabar mengenai dimana Karzai berada. Menurut Dam, setelah itu, CIA mengorganisir pelaksanaan evakuasi keadaan darurat dengan helikopter dan melarikan calon presiden itu ke tempat yang aman di markas udara Jacobabad di Pakistan.
Infiltrasi kedua Karzai berhasil, Bette Dam menulis. Saat kembali ke Durji, kali ini Karzai memiliki dukungan dari 12 tim (ODA-574) Pasukan Khusus AS dan satu tim dari CIA yang terdiri dari kurang lebih enam orang yang merupakan divisi rahasia (Special Activities Division). Buku itu memperlihatkan foto Karzai bersama Craig (pimpinan divisi rahasia CIA) dan anak buahnya serta menjelaskan secara rinci hubungan antara Hamid Karzai, Washington, dan pusat CIA di Islamabad (Pakistan) sebelum dan selama pemberontakan.
Tarin Kowt melakukan pemberontakan terhadap Taliban, dan serangan balasan besar-besaran yang dilakukan oleh Taliban berhasil dilumpuhkan para pemberontak Tarin Kowt dengan bantuan ODA-574 dari udara, (yang kemudian) dipimpin oleh Kapten Jason Amerine. Pemberontakan lalu dengan cepat menjalar di seluruh Afganistan selatan, menyebabkan jatuhnya kota Kandahar, pertahanan terakhir Taliban.
Jelang akhir November lambat, para petinggi Afganistan bertemu di dekat Bonn (Jerman) dan mengambil keputusan, di bawah tekanan dari AS, untuk mengangkat Hamid Karzai sebagai presiden sementara. Karzai sendiri berpartisipasi dalam pertemuan tersebut via telepon satelitnya dari provinsi Uruzgan.
Tetapi karir presiden itu berakhir dalam waktu sangat prematur pada 5 Desember, ketika pesawat pembom AS tanpa perhitungan apa-apa menurunkan peluru kendali seberat 2,000 lbs di atas posisi yang cukup ‘dikenali’ di sebelah utara Kandahar, menewaskan tiga anggota Baret Hijau (termasuk dua orang anggota ODA-574). Nyawa Karzai nyaris terenggut oleh kematian dan hanya sedikit yang mengalami cedera.
Penerbitan buku tersebut dilakukan di tengah-tengah persiapan Afganistan untuk pemilihan presiden dan pemilihan provinsi pada 20 Agustus mendatang. Namun Bette Dam menolak jika pemilihan waktu peluncuran bukunya itu dikaitkan dengan peristiwa demokrasi di negeri itu.
“Saya mau menerbitkannya lebih awal, tetapi untuk benar-benar mengerti kerumitan Afganistan, saya butuh waktu lebih banyak”, kata Dam.
“Setelah 11 September ada banyak kejadian yang tidak diketahui untuk kepentingan AS di Afganistan. Saya yakin bahwa Hamid Karzai mengadakan kontak yang cukup intens dengan CIA, Karzai sendiri mengakui itu. Tetapi ketika dia memulai pemberontakannya di Uruzgan, CIA seperti tidak yakin dengan masa depan politik anteknya itu. Tidak begitu jelas hingga awal November (2001), ketika Kabul jatuh, apakah Amerika menginginkannya untuk menjadi presiden selanjutnya ataukah tidak”, kata Bette Dam.
‘Ekspedisi Uruzgan‘ disusun berdasarkan 145 wawancara yang dilakukan di Afghanistan dan dimanapun dengan Hamid Karzai, para pendukungnya, kelompok oposisi, para mujahidin Taliban, mantan anggota Taliban, para pemimpin suku, pejabat teras ODA-574, dan sumber-sumber lain yang terlibat saat itu.
Bette Dam adalah seorang jurnalis dan analis politik. Sebelum Afghanistan, ia bekerja di Irak, Lebanon, dan Syria. Saat ini,ia bekerja untuk Radio Netherlands Worldwide, salah satu pusat penyiaran internasional Belanda. (Althaf/arrahmah.com)