Untuk mengambil hati para pengusaha Timur Tengah guna memperkuat hubungan bisnis di sektor perdagangan dan perminyakan, pemerintah China melonggarkan aturan-aturan ketat yang diterapkannya bagi warga Muslim.
Kelonggaran itu mulai dirasakan antara lain oleh sejumlah warga Muslim Hui di wilayah Tongxin, propinsi Ningxia. Kini mereka bisa lebih leluasa menjalankan ibadah bahkan bisa kembali membangun masjid-masjid yang hancur pada masa revolusi kebudayaan di wilayah itu.
“Ketika saya lulus sekolah menengah pada tahun 1986, situasinya sangat sulit. Sekarang, kebijakan keagamaan agak longgar. Kami bisa terus maju tanpa merasa ketakutan,” kata seorang Muslimah Hui yang tidak mau disebut namanya, pemilik sebuah sekolah Islam khusus untuk anak-anak perempuan di Tongxin.
Muslim Hui berjumlah sekitar 10 juta jiwa dan menjadi mayoritas dari 20 juta total populasi warga Muslim di China.
Muslim Hui lainnya bernama Hai,25, kini setiap hari bisa sholat ke masjid di Beizing. “Tidak semua orang mau pergi ke masjid setiap hari, tapi keluarga kami selalu melakukannya. Dan sekarang makin banyak orang yang berani pergi ke masjid. Agama kami berkembang dengan cepat,” ujar Hai, yang menolak menyebutkan nama lengkapnya.
Data resmi pemerintah China menyebutkan, dari 20 juta warga Muslim, kebanyakan tinggal di daerah Xinjian, Ningxia, Gansu dan Qinghai. Agama Islam masuk ke China lewat para pedagang Muslim di era Dinasti Tang. Bahkan ada sejumlah laporan sejarah yang menyebutkan bahwa utusan-utusan Nabi Muhammad saw pernah datang ke China.
Kemajuan lainnya yang dinikmati Muslim Hui adalah, mereka diizinkan untuk membangun sekolah-sekolah di wilayah-wilayah mereka.
“Kebijakan nasional kini terbuka dan sepanjang anda tidak melawan kebijakan keagamaan negara dan aturan-aturannya, anda bisa maju sebebas mungkin,” kata pemilik sekolah tadi yang memiliki 68 siswi dan mayoritas siswi mengenakan hijab.
Kelonggaran yang diberikan pemerintah China pada sebagai warga minoritas Muslim ternyata punya tujuan lain. Hal itu dilakukan sebagai bagian dari ambisi pemerintah China meningkatkan hubungan bisnis dengan negara-negara kayak minyak di Timur Tengah, yang notabene kebanyakan pengusahanya beragama Islam.
Namun kelonggaran itu tidak dirasakan oleh semua warga Muslim China, karena Muslim Uighur di wilayah Xinjiang, masih sering mendapat perlakuan keras dari pemerintah China.
Organisasi pemantau hak asasi manusia internasional, Human Right Watch dalam sejumlah laporannya menyebutkan bahwa pemerintah China banyak melakukan pelanggaran HAM terhadap warga Muslim, khususnya Muslim Uighur di Xinjiang.
Mengomentari kelonggaran yang diberikan pada Muslim Hui, peneliti dari Human Rights Watch dan pakar Muslim China, Nicholas Bequelin mengatakan,”Hubungan dengan Muslim Hui menjadi alat yang dimanfaatkan China dalam diplomasi internasional.”
China kini mulai mengalihkan perhatiannya ke Timur Tengah untuk memperkuat perekonomiannya. Hubungan dagang China dengan Arab Saudi diharapkan akan mencapai 20 milyar dollar pada tahun 2006, naik 30 persen dari tahun 2005.
Beizing juga berusaha memperkuat hubungannya dengan anggota Dewan Kerjasama Negara Teluk seperti Qatar, Kuwait dan Uni Emirat Arab.
“Hubungan China dengan negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk diharapkan akan tumbuh dan meningkat dari perkiraan tahun 2005 yang mencapai 34 milyar dollar untuk bermacam-macam produk dan jasa,” kata Rochdi Younsi, analis dari Eurasia Group untuk wilayah Afrika dan Timur Tengah, yang berbasis di London. (ln/iol/eramuslim)