XINJIANG (Arrahmah.com) – Tekanan dan perlakukan represif Pemerintah China terhadap muslim Xinjiang terus berlanjut, meski moment internasional “Olimpiade Seoul” telah berakhir. Dalam beberapa minggu terakhir, China telah memberlakukan larangan praktek beragama Islam.
Pelarangan itu meliputi, pelarangan beribadah di tempat-tempat umum, tidak mengijinkan perjalanan haji secara pribadi, melarang mengajarkan Kitab suci Al Qur’an secara privat, dan bahkan memaksa pelajar serta pegawai pemerintah untuk makan selama Ramadan.
“Tentu saja itu membuat orang-orang marah,” ujar Mohammad, seorang guru seperti yang dikutip oleh The New York Times (19/10). “Orang-orang berpikir pemerintah salah berbuat. Mereka mengatakan jika pegawai pemerintah pun punya hak untuk beribadah,” tegas Mohammed.
Dalam minggu terakhir, pemerintah China juga telah memberlakukan pembatasan terhadap Muslim di wilayah barat laut Xinjiang untuk melakukan sejumlah ibadah. Kota Khotan misal, di kota tersebut terdapat tanda yang ditempelkan pada tembok masjid besar kota yang berbunyi “kotbah Sholat Jumat tidak boleh diperpanjang melebihi setengah jam”. Berdoa di area-area publik di luar masjid tidak diijinkan dan warga dilarang untuk beribadah di masjid-masjid di luar kota mereka.
Dalam aturan ini pula, para imam tidak diperbolehkan mengajarkan Al Qur’an secara privat dan itu pun hanya Al Qur’an versi cetakan resmi pemerintah yang diijinkan untuk diajarkan.
Bukan hanya itu, belajar bahasa Arab hanya diijinkan di sekolah-sekolah khusus yang telah ditunjuk pemerintah. Bahkan pekerja di kantor pemerintahan dilarang keras menunjukkan sedikitpun tanda ketaatan dalam agama, seperti pegawai sipil Muslim bisa terancam dihukum atau dipecat bila mengenakan jilbab.
Sebenarnya aturan-aturan tersebut telah diberlakukan selama bertahun-tahun, namun pemerintah lokal ingin menegaskannya dengan mengumumkannya melalui baliho tergantung di bagian-bagian kota. Mereka mulai memberlakukan aturan yang menyatakan perempuan dilarang memakai jilbab dan lelaki tak diperbolehkan mencukur cambang dan kumis.
Melalui aturan itu, Pemerintah China ingin mengawasi ketat dua rukun utama dalam Islam yakni Ramadan dan Haji. Pelajar dan pemerintah misal, diwajibkan untuk makan selama bulan Ramadan. China juga baru saja memperbarui hukum yang melarang Muslim mengatur keberangkatan haji secara pribadi ke Arab Saudi.
Beberapa pengumuman ditempel di lorong-lorong jalan di bagian kota Kashgar yang menyebutkan pelarangan keras “haji ilegal”. Haji ilegal adalah sebutan bagi warga China yang melakukan perjalanan haji secara individu.Pemerintah bahkan menyita paspor warga Muslim Uighur di Xinjiang untuk mencegah mereka melakukan perjalanan haji sendiri dan membuat mereka bergabung dengan perjalanan haji yang diurus pemerintah.
Untuk mendapat paspor pergi haji resmi atau perjalanan bisnis, pendaftar harus menyetor uang deposit sekitar $ 6.000. Saat ini tidak ada warga Uighurs yang memiliki paspor, meski mereka dapat mendaftar untuk perjalanan pendek. Aturan tesebut pun membuat sulit tidak hanya Muslim, terutama bagi pengusaha yang kerap berpergian ke negara tetangga.
Warga Muslim Uighur sendiri adalah kaum minoritas berbahas Turki yang berjumlah lebih dari delapan juta. Mereka tinggal di Xinjiang, area luas di barat laut China yang berbatasan dengan Asia tengah.[Hanin Mazaya/iol/SI]