(Arrahmah.com) – Beberapa waktu lalu Ustadz Mudzakir dalam sebuah pengajian di Pengkok, Sragen, Jawa Tengah memberikan statemen terkait konflik kemanusiaan yang terjadi di Rohingya dan Suriah. Pada kesempatan tersebut, pengasuh Ma’had Al-Islam, Gumuk, Surakarta menyatakan yang menjurus dan mudah dipahami sebagai: Elemen Islam enggan membela Rohingya karena Rohingya itu miskin. Tidak ada yang mendukung dan membayarnya sebagaimana Amerika membayar oposisi di Suriah. Dan pihak yang mendukung oposisi melawan Bashar Asad termasuk bagian dari operasi yang dibayar oleh Amerika.
Rekaman ceramah itu dapat didownload disini
Dan telah ditranskrip sebagai berikut:
Di sana… Ahlussunnah yang dibantai banyak. Yang tidak dibantai pun banyak. Yang terjadi seperti itu. Tahun sekitar 70-an itu sudah banyak buku dari sana diterjemahkan. Penerjemahnya diantaranya sahabat saya. Namanya… e… Salim.. Salim itu dari… Salim Basyarahil itu, Allah Yarham, dia orang Arab dari Madura dari Pamekasan, tinggal di Jakarta menterjemahkan buku-buku menyebarkan buku-buku tentang pembantaian ulama Ahlussunnah di sana.
Yang dibantai banyak, yang tidak dibantai juga banyak. Termasuk terakhir yang tidak dibantai, karena tidak memihak kepada salah satu itu adalah Al-Buthi, penyusun kitab yang terkenal itu. Cuma Al-Buthi ini tidak mau berpihak kepada penguasa Suriah, dan tidak mau berpihak kepada oposisi, lawannya. Ndak mau.
Lha rupanya kaum oposisi tidak suka kepada orang yang begini ini tidak suka, lalu em… empat hari… pada suatu hari (sura terganggu speaker yang bergeser) memfatwakan, “Orang ini munafik.” Katanya dia. Kemudian, empat hari kemudian dibantai. Ini Al-Buthi, penyusun kitab terkenal. Dan dia salah satu tokoh ulama mazhab Syafii di sana yang penganutnya banyak di Indonesia ini. Walaupun kebetulan saya tidak bermazhab Syafii. Tapi pengikutnya banyak di Indonesia ini, madzhab Syafii. Dia salah satu tokoh sekarang ini. Di masa sekarang ini. Jadi, pembantaian itu sudah terjadi sudah sejak lama. Itu artinya, itu persoalan politik dalam negeri, sanaaa. Yak, yang terjadi seperti itu.
Kalau Rohingya, sudah jelas pembantaian itu, saudara-saudara saya di Solo saya ajak bangkit malah ndak mau. Sebab Rohingya miskin, tidak punya apa-apa. Lha Suriah sekarang ini kenapa kok bangkit itu, karena Amerika sudah gregeten sama pemerintah Suriah (lalu) oposisi dibiayai, disuruh melawan. Kalau kita kemudian membantu oposisi jadinya kita termakan oleh hasutan Amerika.
Makanya ketika ada demo soal Suriah di Solo, saya bilang, “Kalau itu tujuannya untuk menolong menyerukan supaya mereka menghentikan pertempuran dan kemudian menolong orang-orang pengungsi, setuju! Tetapi kalau pake memaki salah satu pihak saya tidak setuju. Karena kalau memaki… yang apa.. ehm… saudara-saudara kita yang di oposisi tidak mungkin. Memaki mereka si Bashar.. apa Asad itu di anu oleh apa… pemakiannya ini dibiayai oleh Amerika, jadi kita membantu pekerjaannya Amerika dan kehendaknya Amerika. Keberatannya seperti itu. Gitu, nggih.
Kalau Rohingnya perlu kita.. harus kita pikirkan karena Rohingya itu dulu jumlahnya empat juta. Tahun 80-an. Sekarang ini sudah 30 tahun tinggal kira-kira 700 ribu. Dihabisi oleh anu.. Myanmar.
Kalau Suriah.. bangsa Suriah.. masih ada… ada yang Syiah ada yang Ahlussunnah. Dan itu pembantaian itu terjadi bukan hanya di situ.. Di Pakistan juga saling bantai, di Irak juga begitu keadaannya. Lha apa kita mau ikut-ikut begitu?
SELESAI POTONGAN CERAMAH DI SINI.
***
Dalam kesempatan ini saya mencoba menanggapi isi ceramah tersebut sesuai dengan kemampuan dan sedikit wawasan yang Allah karuniakan kepada saya. Semoga menjadi informasi pembanding dari apa yang telah Ustadz Mudzakir sampaikan di depan umum. Saya tidak bermaksud memperkeruh suasana yang hari ini terjadi di Facebook dan jejaring social lainnya, antara pihak Ust. Mudzakir Gumuk dan kelompok yang menuduhnya sebagai Syiah.
Kepada murid-murid Ustadz Mudzakir, saya sampaikan maaf sebelumnya kalau saya terpaksa menyebarkan tulisan ini. Mohon jangan ditanggapi sebagai sebuah serangan, melainkan sarana tukar informasi dan pendapat pembanding dari apa yang sudah disampaikan Ustadz antum di public. Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Janganlah kamu mengenali kebenaran dari kapasitas seseorang, tetapi kenalilah kebenaran itu, niscaya kamu akan tahu kapasitas seseorang.” Apa yang benar dari Ust. Mudzakir mari kita ambil. Apa yang salah, mari kita tinggalkan.
Kepada pihak yang selama ini meyakini bahwa Ustadz Mudzakir dan kelompok Gumuknya sebagai kelompok yang identik dengan ajaran Syiah, saya sampaikan silakan kalian berpendapat sesuai keyakinan kalian. Tetapi jangan berharap saya menulis ini untuk memuaskan hasrat debat kalian, dan memberi kalian amunisi untuk menyerang kelompok itu. Tujuan tulisan saya sudah jelas sebagaimana saya tulis di atas—terlepas dari apakah dugaan kalian bahwa Gumuk itu Syiah atau bukan.
Kepada Ustadz Muinudinillah Basri dan beberapa ulama di Solo yang terwadahi dalam DSKS (Dewan Syariah Kota Surakarta), saya mohon maaf bila tulisan saya ini memperuncing suasana yang sudah ada. Baik, mungkin saya khilaf. Namun dengan tulisan ini saya ingin menyampaikan kepada para asatidzah, bahwa selama persoalan Syiah tidaknya Gumuk belum tuntas, umat akan tetap terperangkap kepada kebingungan bahkan perselisihan. Menurut saya, tugas DSKSlah untuk mengatasi semua ini. Semoga Allah memberikati langkah para asatidzah dalam DSKS.
Berikut ini tanggapan saya terhadap ceramah Ustadz Mudzakir. Ucapan beliau saya nukil dalam teks berhuruf tebal dengan tanggapan dari saya langsung di bawahnya.
***
Di sana… Ahlussunnah yang dibantai banyak. Yang tidak dibantai pun banyak. Yang terjadi seperti itu. Tahun sekitar 70-an itu sudah banyak buku dari sana diterjemahkan. Penerjemahnya diantaranya sahabat saya. Namanya… e… Salim.. Salim itu dari… Salim Basyarahil itu, Allah Yarham, dia orang Arab dari Madura dari Pamekasan, tinggal di Jakarta menterjemahkan buku-buku menyebarkan buku-buku tentang pembantaian ulama Ahlussunnah di sana.
Pertama, dari mana antum bisa mengatakan bahwa jumlah yang dibantai dan yang tidak dibantai itu sama banyaknya. Sayang sekali, Antum tidak bisa memberikan data statistik. Padahal, jumlah penduduk Suriah sangat mudah diketahui. Sama mudahnya mengetahui jumlah yang dibantai sebagaimana diupdate oleh situs-situs kemanusiaan. Silakan minta asisten atau putra-putri antum untuk mencari di google.
Kedua, apakah bila jumlah kaum Muslimin yang dibantai tidak lebih banyak daripada jumlah yang masih hidup (tidak dibantai), membuat kita boleh tutup mata terhadap penderitaan kaum Muslimin? Sementara, Rasulullah SAW bersabda:
لَزُوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ سَفْكِ دَمٍ مُسْلِمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ.
وفي رواية : لَهَدْمُ الْكَعْبَةِ حَجَراً حَجَرا أَهْوَنُ مِنْ قَتْلِ مُسْلِمٍ
“Sungguh, hancurnya dunia itu lebih remeh bagi Allah ketimbang darah seorang Muslim yang tertumpah yang bukan oleh sebab yang dibenarkan.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Sungguh, hancurnya Ka’bah sampai berkeping-keping itu lebih remeh dibanding terbunuhnya seorang Muslim.” (Maaf, sengaja saya tidak cantumkan rawinya, karena antum di mata para pengikut antum dikenal sebagai ulama ahli hadits. Tentu tidak kesulitan memaknai, meresapi bahkan sampai mentakhrij-nya, bukan?)
Tolong jelaskan kepada saya dan umat Islam lainnya, bagaimana “banyak yang dibantai” antum anggap remeh hanya karena “banyak juga yang tidak dibantai” ??? Logika ber-ukhuwah macam manakah yang seperti ini? Antum menolak dituduh Syiah dan keukeuh menyatakan diri sebagai Ahlussunnah, padahal Ahlussunnah itu dalam pemikiran, sikap dan tindakannya itu tidak menyelisihi sunnah Nabi SAW. Jadi?
Ketiga, saya tidak mempermasalahkan antum yang mengakui (Alm) Salim Basyarahil sebagai sahabat, namun terbata-bata (seolah lupa) mengingat namanya. Iyalah, namanya juga manusia… bisa lupa.
Yang dibantai banyak, yang tidak dibantai juga banyak. Termasuk terakhir yang tidak dibantai, karena tidak memihak kepada salah satu itu adalah Al-Buthi, penyusun kitab yang terkenal itu. Cuma Al-Buthi ini tidak mau berpihak kepada penguasa Suriah, dan tidak mau berpihak kepada oposisi, lawannya. Ndak mau.
Sungguh, saya sebenarnya sangat malas membicarkaan orang yang sudah meninggal. Tapi agar umat tidak bingung, baiklah. Di mata antum, Al-Buthi tidak memihak ke salah satu? Ya Ustaaadz… Meski tidak semua orang bisa pergi Suriah, tapi mudah memetakan keberpihakan ulama. Di Indonesia, bahkan di Solo, ada beberapa orang yang pernah kuliah di Suriah. Antum bisa tanyakan kepada mereka, kalau malas bertabayun kepada Al-Buthi apakah dia netral dan tidak memihak Bashar? Bukankah tabayun itu adalah senjata antum untuk menangkis tudingan orang-orang tentang ke-Syiah-an antum? Kenapa antum tidak konsekuen menggunakannya juga sebelum “memvonis” seseorang sebagai berpihak atau tidak berpihak?
Al-Buthi, ketika Hafezh Asad mati, dia berkata, “Dia (Hafezh) berada di surga.” Lalu ketika putra mahkota kakaknya Bashar, yaitu Basil Asad tewas kecelakaan, dengan muka sembab ia berkata, “Demi Allah, saya telah melihatnya berada di surga.” Lalu, terhadap Hizbullah (milisi Syiah di Lebanon), dia berkata, “Wallahi, alangkah bahagianya saya ketika dapat menjadi salah satu di antara jari-jari Hasan Nasrullah.” Hasan Nasrullah, tentu antum tahu betul siapa dia, bukan? Lalu bagaimana pujian seperti itu bisa antum katakan sebagai netral? Kalau belum puas, silakan googling statemen dia tentang tindakan para rakyat yang menentang rezim Bashar.
Saya tidak sedang mempersoalkan siapa Al-Buthi. Kalau statemen di atas saya konotasikan sebagai negatif, saya pun tidak tahu, apakah sebelum ajal menjemput dia sempat bertobat sehingga semua dosa-dosanya dihapus. Saya juga tidak mempermaslahkan keberpihakan Al-Buthi kepada salah satu kelompok yang bertikai. Itu hak dia. Tapi saya sedang meluruskan pendapat antum bahwa Al-Buthi tidak berpihak kepada siapapun dalam konflik Suriah. Sayang, kan kalau “keluguan” antum seperti itu kelak ditertawakan oleh mereka (orang-orang Indonesia) yang pernah hidup di Damaskus…
Lha rupanya kaum oposisi tidak suka kepada orang yang begini ini tidak suka, lalu em… empat hari… pada suatu hari (sura terganggu speaker yang bergeser) memfatwakan, “Orang ini munafik.” Katanya dia. Kemudian, empat hari kemudian dibantai.
Pertama: Ini sekali lagi bukti antum tidak konsisten. Ketika menyuruh “lawan-lawan ideologis” antum untuk bertabayun seputar isu Syiah, antum sendiri tidak mau bertabayun tentang sebab-musabab meninggalnya Al-Buthi. Bahkan antum menuduh pihak oposisi yang membunuh Al-Buthi. Padahal, hanya dua hari setelah kematian Al-Buthi, pihak oposisi membantah terlibat dalam aksi tersebut. Ketika mereka (oposisi) tatsabbut dengan menyatakan tidak membunuh, antum tidak mau tabayun dan bahkan menuduh merekalah yang membunuh oposisi. Saya ingatkan antum dengan ucapan antum sendiri, “Pengadilan Allah itu pasti ada.” Jangan sembarang menuduh!
Kedua: Saya jadi ragu ketika ada yang memberitahu bahwa di sebuah ruang khusus di lingkungan antum di Gumuk, yang langsung terhubung dengan beberapa negara seperti Iran dan Irak. Info itu menyebutkan antum bisa memantau keadaan di beberapa negaera langsung hanya dari ruang yang tidak sembarang orang bisa masuk. Meski orang yang membawa info (secara keceplosan, tidak sengaja) itu mengaku pernah dibawa masuk ke ruang tersebut, saya meragukan keterangannya. Apa pasal?
Kalau antum itu orang yang well informated, selalu terupdate dengan kabar-kabar terkini di Timur Tengah, tentu antum tidak akan sembrono menuduh oposisi sebagai pembunuh Al-Buthi. Dalam tayangan video yang banyak ditayangkan oleh media-media internet, terlihat jelas seteleh bom meledak, Al-Buthi tertelungkup di meja, namun masih bergerak-gerak. Lalu datang seseorang berjaket hitam memeluknya. Setelah pelukan dilepas, Al-Buthi betul-betul terkulai tak bergerak lagi.
Di kepalanya ada lobang bekas tembakan. Bagaimana sebuah ledakan bisa mengakibatkan lobang seukuran proyektil tepat di kepala, beberapa saat setelah bom tersebut meledak? Kalau meninggal akibat bom, tentu ada luka akibat ledakan tersebut. Bukan oleh lobang di kepala yang terlihat jelas muncul setelah pria jaket hitam itu memeluk tubuhnya. Al-Buthi tewas oleh tembakan jarak dekat si jaket hitam (kalau yang ini tak perlu tabayun ke Damaskus, karena terlihat jelas di video).
Tapi saya juga ragu, apakah ini betul-betul ruangan yang terkoneksi langsung dengan dunia internasional tadi tidak ada, atau ada tapi antum kepleset dalam bermain logika di depan publik? Wallahu ta’ala a’lamu bis-showab.
Jadi, pembantaian itu sudah terjadi sudah sejak lama. Itu artinya, itu persoalan politik dalam negeri, sanaaa. Yak, yang terjadi seperti itu.
Pertama: Antum mau bilang, “Kenapa sih kok baru ribut-ribut Suriah sekarang, wong dari dulu juga seperti itu,” bukan? Ya Ustaaadz… tolong pahami beberapa aspek berikut ini:
-
Dahulu kita baru tahu kasus pembantaian di Suriah setelah harus membeli dan membaca buku-buku yang di antaranya diterjemahkan oleh “sahabat” antum, Salim Basyrahil (Allah Yarham). Sekarang, hanya modal Rp. 50 ribu per bulan (bahkan kalau bisa hemat bisa sampai berbulan-bulan)… sambil tiduran pun orang updated berita dunia dengan internet di HP-HP yang menjamur.
-
Tahun 70-an sebagaimana antum sampaikan (saya menambahkan, tragedi Hama terjadi 1982) kita dikuasai Orde Baru, yang membatasi informasi, hak berkumpul dan hak berekspresi. Wajar dong, kalapun dulu sudah melek tragedi Suriah namun Cuma bisa diam saja. Sebagaimana wajar pula sekarang, hanya update dari youtube di atas kasur, orang Islam bisa tersulut emosi melihat saudaranya dibantai seperti itu. Tak harus orang Islam. Wong orang-orang kafir Barat saja mengutuknya. Mereka rakyat, bukan pemimpin, yang mengekspresikan keprihatinannya bukan bermotif politik. Sebab, manusia waras akan mudah mengelus dada dan menggertak geram melihat aksi kebrutalan yang dipertontonkan secara telanjang oleh rezim Bashar Asad. Maaf, sekali lagi, manusia waras.
-
Tanpa sedikitpun meremehkan kebiadaban rezim Suriah di masa lalu, yang terjadi sejak puluhan tahun lalu tidak bisa dibandingkan dengan yang terjadi sejak Januari 2010 itu. Hingga kini, lebih dari 30 ribu korban melayang. Wanita Muslimah diperkosa sebelum dibunuh, lelakinya dikubur hidup-hidup karena enggan berucap La ilaha illa Basyar. Sebagian mereka disiksa dengan bor, kepala dibenturkan ke tembok atau dihantam dengan potongan beton. Sebagian ketika sekarat, dikumpulkan dengan korban lain dan langsung dimasukkan dalam kontainer, dan ditenggelamkan ke laut. Agar jejak pembantaian tak berbekas, agar tak ada bukti penyiksaan oleh rezim.
-
OK-lah, dahulu kita telmi. Tapi jangan lupa, dulu kita juga agak oon (blo’on) tentang apa itu Sunni apa itu Syiah. Tapi kini, atas hidayah dari Allah kemudian jasa para ulama, kaum Muslimin mulai sadar apa itu Sunni apa itu Syiah (meski di Solo ada sebuah komunitas Syiah yang masih malu-malu menyatakan diri sebagai Syiah, agar meraih simpati kaum Sunni, kemudian menggurita menjadi komunitas terbesar dan berkuasa di Solo dan sekitarnya). Orang-orang Sunni yang “sehat” Al-Wala wal Baro’ nya akan marah melihat saudaranya dibantai oleh Syiah (mereka mungkin tidak bisa bisa membuktikan ke-Syiah-an sebuah komunitas yang sedang bertaqiyah, tapi mereka tidak bisa menyembunyikan kemarahan ketika saudara mereka sesama Ahlussunnah dibantai secara kejam seperti di Suriah).
(Al-Wala adalah kecintaan dan loyalitas atas dasar kesamaan akidah, Al-Barro’ adalah kebencian dan anti-loyal yang terjadi atas dasar perbedaan akidah. Maaf, ya Ustaaadz. Bukan maksud saya menggurui. Note dalam kurung ini saya menyampaikan sebagai maklumat kepada orang-orang awam pengikut pengajian kelompok antum. Mereka hanya antum beri materi fikih dan hadits, tak ada materi Al-Wala’ wal Baro’, sehingga mereka pun belum bisa menerima kalau Syiah yang nota benenya berbeda ideologi dengan Sunni itu sesat dan harus dijauhi. Saya tidak sedang menuduh antum itu Syiah, justru masukan agar pengajian antum semakin bertambah kualitasnya).
Kedua : Aneh sekali. Sebagai tokoh yang dikenal mengajak ukhuwah (persatuan), antum masih memilah-milih ini motif politik dalam (sehingga tak perlu dibantu)… ini bukan politik. Sejak kapan ukhuwah seorang Muslim harus dibatasi oleh sekat-sekat bernama “dalam atau luar negeri?” Berarti kalau ini urusan dalam negeri Suriah, umat Islam Indonesia dilarang campur tangan, begitu? Lalu kenapa antum ajak-ajak umat untuk bersimpati kepada Muslimin Rohingya? Bukankah itu juga urusan politik dalam negeri Myanmar?
Saya ingin tabayun kan, sejak kapan motif politik menjadi penghalang kewajiban menolong sesama Muslim? Mohon tunjukkan dalil Al-Qur’an maupun hadits, baik yang shorih maupun istidlal dengan istimbath dan tafsiran dari keduanya. Yang saya tahu, atas dasar politik Islam yang tak sudi dihina oleh kekafiran-lah, Al-Mu’tashim memerintahkan seluruh pasukannya membela seorang Muslimah yang ditawan kafir. Atas kepentingan politik stabilitas kawasan Madinah-lah, Rasulullah SAW mengusir orang-orang Yahudi dari kota itu. Atas dasar politik pembelaan terhadap sesama Muslimlah, Rasulullah memerintahkan serangan balas atas kematian para qurra’ (ahli Al-Qur’an) yang dikirim beliau SAW untuk berdakwah, kemudian dibunuh musuh di tengah jalan. Atas dasar politik dominasi Budha yang tak mau disaingi Islam-lah, rezim Myanmar hari ini membantai saudara-saudara Muslim etnis Rohingya. Lalu, apa yang salah dari politik, ya Ustaaaadz, kok ia harus menjadi penghalang kita menolong sesama Muslim?
Kalau Rohingya, sudah jelas pembantaian itu, saudara-saudara saya di Solo saya ajak bangkit malah ndak mau. Sebab Rohingya miskin, tidak punya apa-apa. Lha Suriah sekarang ini kenapa kok bangkit itu, karena Amerika sudah gregeten sama pemerintah Suriah (lalu) oposisi dibiayai, disuruh melawan. Kalau kita kemudian membantu oposisi jadinya kita termakan oleh hasutan Amerika.
Pertama : Lagi-lagi antum konsisten terhadap perintah bertabayun yang antum sampaikan kepada orang lain. Antum tidak pernah bertanya kepada Isy-Karima, As-Salam, Ngruki, JAT, HTI, NU, Muhammadiyah, Darus-Syahadah, FKAM dan berbagai ormas dan lembaga lain kenapa mereka enggan turun demo Rohingya. Apakah antum sudah mengajak baik-baik dan menyebarkan surat undangan kepada mereka, sebagaimana dahulu panitia demo Suriah juga melakukannya kepada komunitas antum?
Kedua : Fatalnya, antum menuduh bahwa motif yang dilakukan kaum Muslimin di Solo itu karena uang. Na’udzubillah min dzalik. Antum mungkin mengelak statemen saya barusan. Tetapi dengan mengatakan, “Sebab Rohingya miskin… Oposisi (Suriah) dibiayai (Amerika)..” jelas mengarah kepada kesimpulan sepihak yang sesat dan memecah-belah umat, yaitu: enggan demo Rohingya karena tak ada uang, semangat demo Suriah karena bertabur uang sponsor Amerika. Lebih lanjut silakan baca tanggapan saya di bawah berikutnya. Namun sebelumnya saya nasehatkan, “Bertakwalah kepada Allah, yaa Ustaaadz… dari memecah-belah urusan umat Islam… ini Rohingya.. ini Suriah…” “Ingat, pengadilan Allah di akhirat itu pasti ada!”
Makanya ketika ada demo soal Suriah di Solo, saya bilang, “Kalau itu tujuannya untuk menolong menyerukan supaya mereka menghentikan pertempuran dan kemudian menolong orang-orang pengungsi, setuju! Tetapi kalau pake memaki salah satu pihak saya tidak setuju.”
Di saat seluruh dunia menyerukan pembelaan kepada rakyat Suriah yang jadi korban, dan pada saat bersamaan mereka mengecam Bashar Asad, antum menyuruh kaum Muslimin Solo untuk berdemo ala banci dan berteriak, “Stoop… Stooop.. hentikan peperangan!” Sementara, saat itu, ribuan nyawa telah melayang. Kalau penyebabnya dibunuh “baik-baik” (tanda kutip) mungkin amarah tidak sehebat itu. Lha ini, sebelum dibunuh disiksa sedemikan rupa (ah, saya tak sanggup lagi menyebutkan detil-detil penyiksaan. Zaman TI canggih, mudah akses informasi meski bukan dari Barat atau Amerika!)
Untung saja kaum Muslimin Solo tidak mengindahkan usul antum. Saya tidak sanggup membayangkan bagaimana dunia akan mentertawakan mereka… tentang umat Islam di kota yang jejak-jejak Ustadz Abu Bakar Baasyir masih jelas terlihat.. namun mereka begitu begonya dalam berdemo tanpa akidah Wala’ wal Baro’. Begitu mudahnya mereka dibutakan dari tindak kejam rezim Bashar Asad, sehingga tidak mau mencelanya. Wong kekejaman yang sudah telanjang mata kok tidak boleh dicela. Bolehlah antum menuduh ini rekayasa Amerika. Tapi manusia itu punya fitrah, yaaa ustaaadz… yaitu menolak, mencaci dan memaki kezaliman! Tak peduli alasan politis atau tidak!
Karena kalau memaki… yang apa.. ehm… saudara-saudara kita yang di oposisi tidak mungkin. Memaki mereka si Bashar.. apa Asad itu di anu oleh apa… pemakiannya ini dibiayai oleh Amerika, jadi kita membantu pekerjaannya Amerika dan kehendaknya Amerika. Keberatannya seperti itu. Gitu, nggih.
Pertama : Innalillahi wa inna ilaihi roji’un… Kembali, lagi-lagi antum tidak mau bertabayun malah mengedepankan fitnah. Memvonis orang-orang yang memaki Bashar dalam demo sebagai kelompok yang dibiayai oleh Amerika. Saya jadi bingung, sebenarnya di Solo ini yang suka fitnah dan memecah belah umat itu kelompok yang menuduh Gumuk sebagai Syiah atau Gumuk sendiri dengan antum sebagai tokohnya? Saya cuma bisa meyayangkan fitnah antum seperti itu. Tapi kalau memang inilah tabiat antum yang selama ini tersembunyi, mau bagaimana lagi…??
Kedua: Saya sangat kasihan, tokoh sekaliber antum begitu polos dalam memandang sebuah konflik. Di mata antum itu, yang konflik di Suriah itu hanya ada dua kelompok. Kelomopk pertama, Pro Bashar (saya tambahkan: terdiri dari rezim penguasa, Iran, Hizbullah dan Rusia). Kelompok kedua, anti Bashar, yaitu oposisi yang di belakangnya ada Amerika. Hanya ada dua yang pelaku, A dan B. Memusuhi A berarti mendukung B, menentang B sama dengan membela A. Padahal, konflik model dual-polar (dua kutub) seperti ini memang biasanya lazim terjadi pada pertikaian sederhana seperti perkelahian anak-anak di kampong, tawuran warga atau siswa dan sejenisnya. Sedangkan untuk konflik negara sestrategis Suriah (strategis karena berbatasan langsung dengan Israel) apakah sesederhana itu?
Ada model pertikaian yang sifatnya multiple polar (multi kutub). Pemainnya tidak hanya A dan B saja. Contohnya, di masa Rasulullah. Ada kekuatan Parsia (sebut saja A) dan kekuatan Romawi (sebut saja B) serta kaum Muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah (sebut saja C). Surat Ar-Ruum memberitahukan kaum Muslimin saat itu bahwa Persia akan kalah dalam perang melawan Romawi. Kaum Muslimin, atas dasar pertimbangan strategi, senang dengan berita bahwa Parsia akan kalah. Namun apakah kaum Muslimin itu satu kubu dengan Romawi? Antum ketahui sendiri bagaimana para shahabat, tabiin dan generasi setelahnya berjihad melawan Romawi.
Menyederhanakan konflik sestrategis Suriah dengan tawuran ala kampung, jelas akan ditertawakan banyak orang. Di sana ada kubu Bashar Asad yang didukung penuh oleh Iran (negeri tempat antum pernah hidup di sana dengan memakai nama/kun-yah Abu Faqih), Hizbullah Lebanon dan Rusia. Kubu ini disatukan oleh kepentingan: sesama penganut Syiah (rezim Bashar, Iran dan Hizbullah), juga melawan hegemoni Barat (pesertanya ditambah Rusia). Ada juga kubu Amerika dan sekutunya yang terdiri dari Saudi, Qatar, negara-negara Eropa, dan tentu saja Israel. Kepentingan mereka, di antaranya: 1. Mengamankan agar Suriah tidak jatuh ke tangan kelompok jihad (Sunni), sehingga Israel tetap aman, 2. Memperluas hegemoni Barat di Timur Tengah. Namun, kedua kubu ini disatukan oleh kepentingan yang sama, yaitu: mencegah agar jangan sampai kelompok jihad menguasai Suriah pasca Bashar Asad.
Itulah mengapa Amerika CS selama ini belum mau masuk ke Suriah. Mereka hanya bermain di negara sekitar, menabur uang kepada oposisi bisa diharap jadi bonekanya kelak, menyusun intrik politik dalam negeri Suriah dan sebagainya. Kalau tentara mereka turun ke Suriah melawan Bashar Asad, jelas akan menguntungkan kelompok jihad. Sementara tidak mungkin bagi mereka untuk gabung dengan Bashar secara langsung menumpas kelompok ketiga ini. Amerika CS hanya akan turun ke Suriah sehari sebelum Bashar Asad dipastikan jatuh. Tujuannya, sekali lagi, agar Suriah pasca Bashar tidak dikuasai kelompok jihad.
Jadi, ya Ustaaadz.. ada kelompok ketiga yang menjadi seteru bagi kedua kubu di atas. Mereka adalah mujahidin Sunni yang bertempur melawan aliansi Syiah, namun tabiat akidah mereka tidak memungkinkan bagi mereka untuk berdamai dengan Amerika CS. Maka, menyebut Barat menyokong oposisi itu memang ada benarnya. Tapi oposisi yang mana dulu? Sebab, kelompok anti Bashar asli Suriah pun beragam motifnya. Ada yang sekular, nasionalis dan ada juga yang jihadis. Pengaruh masing-masing kelompok ini berbeda-beda sesuai dengan kekuatannya, terutama kekuatan di medan tempur.
Demikianlah, wahai Ustaadz, pentingnya mengasah wawasan. Apalagi bagi tokoh seperti antum. Sebab, keplesetnya analisa seorang tokoh lebih memalukan ketimbang balita yang baru belajar bicara salah menyebut kerbau sebagai sapi.
Ketiga: Sanggupkah antum mendatangkan bukti bahwa kelompok solidaritas pro rakyat Suriah di Indonesia ini dibiayai oleh Amerika? Misalnya, temuan bagi-bagi duit dari Kedubes AS saat demo anti Suriah, atau sumbangan AS berupa poster Bashar Asad untuk diinjak, dimaki dan dihina dalam demo? Atau misalnya ada bukti kuat (atau indikasi saja juga boleh, kok) bahwa kelompok tersebut yang berangkat ke Suriah bekerjasama dengan kelompok pro-Barat?
Keempat: Mencermati kalimat antum di muka, terlihat antum terlihat gugup sebentar sebelum mengucapkan “saudara kita yang di oposisi,” ya… Sepertinya hati nurani (boleh dibaca: akidah) antum awalnya reflek menolak oposisi yang Sunni itu sebagai saudara, kan?
Kalau Rohingnya perlu kita.. harus kita pikirkan karena Rohingya itu dulu jumlahnya empat juta. Tahun 80-an. Sekarang ini sudah 30 tahun tinggal kira-kira 700 ribu. Dihabisi oleh anu.. Myanmar. Kalau Suriah.. bangsa Suriah.. masih ada… ada yang Syiah ada yang Ahlussunnah.
Ustadz, saya makin paham, ternyata kelompok antum itu suka menghembuskan perpecahan di kalangan Muslimin dengan selalu membanding-bandingkan Suriah dan Rohingya. Di Indonesia ini, belum pernah saya temui kelompok mengaku sebagai muslim namun membeda-bedakan penderitaan yang dialami oleh saudaranya sesama muslim berdasarkan jumlah korban dan bangsa. Ini baru sekian (korban), ini sudah sekian (korban)… Ini muslim bangsa A (mari kita bantu), tapi itu muslim bangsa B (jangan bantu karena alasan ini dan itu…)
Bertakwalah kepada Allah, ya Ustaaadz… satu orang nyawa muslim lebih berharga di hadapan Allah dibanding Kakbah, bahkan dunia seisinya. Bagaimana 30.000 nyawa muslim terbantai di Suriah antum masih asyik main itung-itungan? Apakah menunggu susut 3.300.000 nyawa terlebih dahulu (seperti Rohingya dengan asumsi data antum benar), baru kita boleh bergerak menolok mereka?
Kalau kecewa ajakan demo Myanmar tidak disambut yang berakibat kurangnya massa di bawah target yang antum harapkan, bukan lalu begit pelampiasannya. Pola pikir seperti antum membuat umat merasa curiga, kenapa tiba-tiba antum banding-bandingkan Suriah dan Rohingya, padahal keduanya (dan masih banyak kasus lain) adalah PR yang seharusnya kita tanggung bersama?
Mereka yang sibuk dengan Suriah sama sekali tak pernah remehkan Rohingya. Mungkin pemahaman fitnah akhir zaman (di mana malhamah kubro akan terjadi di Timteng) membuat mereka begitu terforsir ke soal Suriah. Namun, bukan lalu membanding-bandingkan keduanya. Itu akan menyakiti perasaan kaum muslimin yang terluka. Kecuali, kalau memang ini bagian dari rencana strategis antum untuk mulai menampakkan jatidiri sebenarnya sebagai pendukung kelompok Syiah Iran, dengan menjadikan Rohingya sebagai isu pengalih agar umat Islam Indonesia melupakan Sunni Suriah yang dibantai Syiah.
Dan itu pembantaian itu terjadi bukan hanya di situ.. Di Pakistan juga saling bantai, di Irak juga begitu keadaannya. Lha apa kita mau ikut-ikut begitu?
Lalu, kalau memang konflik Sunni-Syiah terjadi di mana-mana kita tidak boleh berbuat apa-apa, gitu. Ustaadz, dalam akidah Islam, menolong saudara yang menjadi korban atas tindak kelompok kafir itu hukumnya wajib. Kalau mati, matinya syahid. Itu kalau Syiah dianggap kafir. Taruhlah seperti antum serukan di mana-mana, bahwa tidak ada perbedaan Sunni-Syiah, semua sama-sama muslim. OK-lah, saya pakai logika antum sementara. Tapi, bukankah Nabi SAW memerintahkan kita untuk menolong saudara kita yang dizalimi maupun yang menzalimi? Unshur akhaka zaliman au mazluman.
Kalau rakyat Sunni Suriah yang dizalimi itu sudah ditolong oleh kelompok solidaritas pro rakyat Suriah, kini tinggal giliran antum yang bertugas menolong rezim Bashar Asad selaku pihak yang zalim dengan menasehatinya agar berhenti dari kezalimannya. Sekali lagi, ini kalau rakyat Suriah dan pemerintahan Bashar dianggap statusnya sebagai muslim, sebagaimana slogan tak ada Sunni atau Syiah seperti di atas.
***
Terakhir, pesan saya kepada Ust. Mudzakir. Tolong budayakan tabayun. Jangan asal main tuduh tentang Suriah, atau memberikan data abal-abal soal Rohingya. Tolong… tolong dan tolong turunlah ke Suriah langsung, lihat sendiri keadaan di sana. Budayakan tabayun…. Budayakan tabayun…. Budayakan tabayun…. Jangan memecah belah persatuan umat. Bukankah antum sering bicarakan itu di forum-forum terbuka? Tapi rekaman di atas membuktikan antum jauh amal dari pada ucapan.
SEKIAN
Oleh: Zhaza Khairunnisa
[email protected]
(samirmusa/an-najah/arrahmah.com)