TEL AVIV (Arrahmah.com) – Guna mencegah kejatuhan Rezim Bashar Al-Asad, sejumlah Jenderal “Israel” dan komentator politiknya telah meminta pemerintah Netanyahu untuk memberikan bantuan militer ke Suriah. Kampanye “Save the Asad regime” ini merupakan yang pertama kali dalam sejarah penjajahan zionis. Demikian ALN melaporkan, Rabu (8/7/2015).
Jenderal Azer Tsfrir mengatakan bahwa jika rezim Assad jatuh hal itu berarti mengubah Suriah menjadi “lubang hitam” di mana daerah perbatasan bisa menjadi basis untuk melancarkan operasi melawan “Israel”, sebagaimana dilansir Middle East Monitor Dikutip Middle East Update, pada Maret lalu. Sementara dalam Haaretz, mantan petugas intelijen militer menuliskan prediksinya bahwa kejatuhan Asad akan menjadikan Suriah hegemoni kelompok Mujahidin yang telah menyatakan keinginan mereka untuk menghancurkan negara Zionis. Dia mengklaim bahwa, “Mereka akan, menjadi ancaman strategis tingkat pertama.”
Tsfrir menekankan bahwa akibat yang paling serius dari pengambil-alihan Suriah oleh Mujahidin adalah terganggunya stabilitas di Yordania, pemerintah yang ada sekarang adalah sekutu penting “Israel” dan Barat. Keseimbangan sektarian dan ideologi Lebanon juga akan terganggu, katanya. (Syiah di kedua negara itu, red., Hakikat peran Iran di Bumi Syam)
Pemerintah Netanyahu harus memberikan bantuan militer kepada Rezim Assad baik langsung atau tidak langsung untuk menjamin bahwa Asad tidak akan jatuh, desak Tsfrir. “‘Israel’ harus mengabaikan fakta bahwa Rezim Asad menggunakan bantuan pasukan Iran dan unsur-unsur dari ‘Hizbullah’ untuk membantunya dalam pertempuran untuk bertahan.” Memang, lanjutnya, memberikan bantuan kepada Assad dapat menyebabkan pemulihan hubungan antara “Israel” dan Iran dan “Hizbullah”, serta blok Syiah pada umumnya.
Seorang pengamat Arab Jacky Houki, mengatakan di situs Pulse Yizrael Jumat sebelumnya (27/2) bahwa, bertahannya Rezim Asad adalah jaminan untuk ketenangan di perbatasan Suriah. “Israel”, jelasnya, bisa menekan dan menjatuhkan sanksi ekonomi untuk mencegah Rezim Asad, dalam kasus itu, melakukan tindakan yang dianggap berbahaya bagi keamanan, sedangkan tekanan militer dan sanksi ekonomi tidak akan berpengaruh dan menghalangi kelompok Islam Sunni radikal.
Houki yakin bahwa “Israel” lebih cenderung pada pragmatisme “Hizbullah” daripada kelompok Sunni. Dia berpendapat, milisi Syiah mungkin pejuang yang tangguh, tetapi mereka tidak akan melakukan serangan brutal kepada “Israel” seperti yang mereka lakukan kepada orang-orang Sunni.
Warga “Israel” itu menuduh pemerintah Netanyahu tidak bertanggung jawab dengan tidak mencegah kejatuhan Rezim Asad. Dia memperingatkan bahwa semua pemukim di “Israel” mungkin akan membayar mahal atas jatuhnya pemerintah di Damaskus. Lantas, bagaimana dengan pihak yang menantang perang Hamas di Gaza, namun membiarkan “Israel” zionis menjajah Palestina? Wallahu a’lam bish shawwab. (adibahasan/arrahmah.com)