(Arrahmah.com) – Jusuf Kalla punya peran besar dalam membela pengikut nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad (India, 1835-1908) yang disebut Ahmadiyah.
Ahmadiyah adalah aliran yang dinyatakan sesat bahkan kafir oleh para ulama tingkat organisasi Islam dunia seperti Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam), dan para ulama di negeri-negeri Islam termasuk MUI di Indonesia. Bahkan MUI sudah memfatwakan sesatnya Ahmadiyah sampai dua kali, dan dinyatakan, pengikutnya murtad (keluar) dari Islam. Fatwa itu sampai dua kali, pertama zaman MUI dipimpin Buya Hamka tahun 1980-an, dan fatwa kedua pada tahun 2005.
Anehnya, Jusuf Kalla waktu jadi Wakil Presiden, dia membela Ahmadiyah pengikut nabi palsu itu. Ini pada hakekatnya sama dengan membela nabi palsu. Padahal, orang yang membela nabi palsu telah diancam neraka oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan ancaman siksanya sangat dahsyat di neraka, hingga gigi gerahamnya saja lebih besar daripada Gunung Uhud.
Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wan-Nihayah mengutip riwayat : Saef bin Umar meriwayatkan dari Thulaihah dari Ikrimah dari Abu Hurairah dia berkata, “Suatu hari aku duduk di sisi Rasulullah bersama sekelompok orang, di tengah kami hadir Ar-Rajjal bin Anfawah. Nabi bersabda,
إن فيكم لرجلا ضرسه في النار أعظم من أحد
“Sesungguhnya di antara kalian ada seseorang yang gigi gerahamnya di neraka lebih besar dari Gunung Uhud.”
Kemudian aku (Abu Hurairah) perhatikan bahwa seluruh yang dulu hadir telah wafat, dan yang tinggal hanya aku dan Ar-Rajjal. Aku sangat takut menjadi orang yang disebutkan oleh Nabi tersebut hingga akhirnya Ar-Rajjal keluar mengikuti Musailamah (nabi palsu, red) dan membenarkan kenabiannya. Sesungguhnya fitnah Ar-Rajjal lebih besar daripada fitnah yang ditimbulkan oleh Musailamah.” Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Is-haq dari gurunya, dari Abu Hurairah ra. (Lihat buku Hartono Ahmad Jaiz, Nabi-nabi Palsu dan Para Penyesat Umat, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, mengutip Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, Maktabah Al-Ma’arif , Beirut, juz 6 halaman 323-326)
Peran yang sangat berbahaya terhadap Islam yang dilakukan Ar-Rajjal dengan membela nabi palsu Musailamah Al-Kaddzab dan telah diancam dengan neraka dan siksa sangat dahsyat itu kini justru ditirukan orang. Di antaranya adalah Jusuf Kalla yang kini diusung oleh partai PDIP. Jusuf Kalla dipasangkan sebagai cawapres (calon wakil Presiden) mendampingi Jokowi capres.
Peran Jusuf Kalla dalam membela Ahmadiyah (pengikut nabi palsu) itu jelas nyata pada tahun 2008 ketika Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden. Sebagaimana tergambar dalam buku “Cerita Azra; Biografi Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra”, halaman 124 yang diterbitkan Pernerbit Erlangga pada 2011 lalu.
“Pada suatu pagi, terdengar kabar bahwa tiga pihak, Departemen Agama, Kejaksaan Agung dan Polri sepakat memaklumkan Ahmadiyah sebagai organisasi terlarang,” lanjut Andina di halaman yang sama.
Mendengar berita itu, Mardi, langsung datang ke ruang kerja Wakil Presiden Jusuf Kalla dan menyampaikan perkembangan ini.
Atas laporan Mardi, tulis Andina (penulis buku tersebut, red), Wapres langsung menelpon petinggi-petinggi terkait, dan juga Ketua MUI KH Ma’ruf Amin, untuk menyatakan bahwa kesepakatan menyatakan Ahmadiyah sebagai organisasi terlarang adalah melanggar konstitusi.
Menurut Azuymardi, jika Ahmadiyah dinyatakan sebagai organisasi ilegal, maka para anggota atau jemaahnya boleh diperlakukan seperti anggota PKI pasca persitiwa 30 September 1965. “Ini jelas melanggar UUD 1945 dan HAM.”
Akhirnya, pemerintah benar-benar tidak secara tegas melakukan pelarangan dan pembubaran terhadap organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) seperti tuntutan umat Islam Indonesia saat itu.
Pada akhirnya maklumat tidak jadi diberlakukan. (“Cerita Azra; Biografi Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra”, halaman 124 yang diterbitkan Pernerbit Erlangga pada 2011 lalu, sebagaimana dikutip si online).
Menodai kesucian kota suci Makkah
Dengan gagalnya pelarangan Ahmadiyah atas jegalan yang dilakukan Jusuf Kalla itu timbul keluhan, Indonesia negeri terbesar sedunia jumlah umat Islamnya, ternyata justru memberi kesempatan untuk menodai kesucian Kota Suci Makkah.
Dalam beberapa kesempatan, ketua MUI Ahmad Khalil Ridwan berpidato prihatin, akibat tidak dilarangnya Ahmadiyah, berarti Indonesia berperan menodai kesucian Kota Suci Makkah. Karena Ahmadiyah yang sejatinya dilarang masuk ke Makkah, (karena kafir, sedang orang kafir dilarang masuk kota suci Makkah), ternyata Ahmadiyah tidak jadi dilarang di Indonesia, hingga kemungkinan dapat juga datang ke Makkah. Khalil merasa berdosa sekali, sebagai orang Muslim bangsa Indonesia yang merupakan jumlah terbesar umat Islamnya namun justru berperan menodai kota suci Makkah.
Pidatonya itu tanpa menyebut bahwa itu gara-gara tingkah Jusuf Kalla yang ketika jadi Wakil Presiden mengganjal akan dilarangnya Ahmadyah di Indonesia, atas desakan dedengkot liberal di UIN Jakarta, Azyumardi Azra.
Kini keprihatinan Umat Islam itu ditambah lagi dengan dicalonkannya Jusuf Kalla sebagai cawapres mendampingi capres Jokowi oleh PDIP.
Penulis: Hartono Ahmad Jaiz
(azm/arrahmah.com)