(Arrahmah.com) – Yaa Rahman, demikian indah kebajikan Rasulullah sholallahu ‘alayhi wasallam hingga patut kita teladani dan menjadi solusi yang dibutuhkan demi perdamaian dunia. Melalui praktik kenegaraan Islam (Daulah Islamiyyah, Negara Madinah), Beliau mencontohkan semangat “perlindungan” dan menafikan buruknya nafsu “penindasan”.
Petunjuk konstitusional yang tersurat di dalam Piagam Madinah -sebagai konstitusi pertama dunia- menunjukkan betapa adilnya Islam mengusung kebijakan dzimmah (perjanjian) yang tak rasial, memberikan kaum non-Muslim kesempatan beroleh damaan (jaminan) dan amaan (perlindungan). Setiap kelompok, baik dari golongan mayoritas maupun minoritas menikmati hak dan kewajiban yang setara dalam konstruki Negara Madīnah, dengan Iman dan Islam sebagai takarannya.
Kepada non-Muslim, Ummat Islam berkongsi satu hak perlindungan (amaan) yang ditetapkan kepada ahlu dzimmah. Ia mencakup perlindungan keselamatan darah (nyawa) dan badan mereka, sebagaimana mencakup pula harta dan kehormatan mereka.
Ini pulalah yang sebenarnya harus diusung “Daulah Al-Baghdadi” atas keselamatan Alan Henning, sebagaimana dimohonkan oleh Akhuna Abu Salaam Al-Britani dalam catatan pribadinya.
Abu Salaam Al-Britani mengaku sangat sedih ketika menyaksikan penderitaan besar yang menimpa rakyat Suriah oleh diktator brutal Bashar Assad. Dia ingin menghancurkan revolusi rakyat Suriah melawan rezimnya yang zalim, tidak peduli berapapun biayanya. Pembantaian yang terjadi pada rakyat sipil, orang tua, wanita dan anak-anak telah menjadi hal yang umum terjadi.
Sesaat setelah konflik pecah, bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya muncul. Abu Salaam ingin mengambil bagian dalam upaya bantuan untuk meringankan penderitaan rakyat Suriah. Dengan demikian perjalanannya dalam pekerjaan amal dimulai. Puncaknya, dengan bergabung ke dalam yayasan amal Islam Abu Salaam berangkat ke Suriah pada sejumlah kesempatan bersama konvoi untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan.
Pertemuan dengan Alan dan aktifitas di badan amal
Semasa Abu Salaam bekerja di badan bantuan kemanusiaan, ia berkenalan dengan pria yang luar biasa bernama Alan Henning. Mereka sering menyebutnya “Gadget” karena Alan sangat mengerti tentang teknologi.
Alan telah melakukan empat kali perjalanan bersama konvoi bantuan ke Suriah, setiap perjalanan, ia mengemudi ambulans penuh dengan bantuan dan peralatan medis. Ia juga pernah pergi dua kali ke kamp pengungsi Reyhanli di Turki dan pada dua kesempatan lain ia memasuki daratan Suriah.
Pertama kalinya pada Mei, 2013. Setelah mengunjungi kamp pengungsi yang terletak di kota perbatasan Kilis, ia menyeberang perbatasan bersama anggota konvoi dan melanjutkan tur dari beberapa kota dan desa-desa Suriah yang telah hancur akibat perang. Tur ini difasilitasi oleh badan amal IHH, dari Turki, dan mereka menghabiskan sepanjang hari di Suriah. Saat malam tiba, alhamdulillah mereka kembali dengan selamat di Turki melalui Kilis.
Penangkapan Alan
Secara singkat Abu Salaam juga menceritakan perjalanan kedua Alan yang tragis sekaligus kunjungan terakhirnya ke Suriah. Saat itu, Kamis 27 Desember 2013 dini hari. Mereka melaju selama beberapa jam untuk mencapai gerbang perbatasan Bab Al-Hawa. Setelah beberapa jam proses, mereka berhasil memasuki Suriah (sekitar waktu siang), beberapa penduduk setempat dari Ad-Dana telah menunggu mereka di sisi lain dari perbatasan. Setelah sambutan hangat, penduduk membawa mereka kembali ke kota asal mereka yang merupakan 30 menit berkendara.
Setelah mereka mencapai kota Ad-Dana, beberapa tetua kota menyambut mereka dan memberikan ruang tamu untuk menginap. Mereka telah melalui perjalanan yang sulit dan panjang dengan sedikit tidur sehingga semua orang menyempatkan diri untuk beristirahat.
Setelah lebih dari 30 menit sejak kedatangannya di tempat peristirahatan, tiba-tiba mereka diserang dengan laki-laki mengenakan seragam tentara, bertopeng dan menghunus senjata. Orang-orang ini berasal dari kelompok yang disebut ISIS, sekarang namanya berubah menjadi IS.
Para tetua dari kota segera datang dan mengatakan kepada para pejuang IS, “mereka ini adalah tamu mereka dan mereka menjadi tuan rumah mereka di sini.” Namun, permintaan mereka tidak didengar oleh pejuang IS, dan mereka mulai berperilaku agresif terhadap para tetua.
Sebelum terjadi serangan, Abu Salaam berada di dalam wisma. Namun Alan berada di luar duduk di halaman bersama dengan beberapa teman dan penduduk setempat. Ini adalah terakhir kalinya ia menjadi orang bebas karena ia sandera oleh pejuang IS ketika mereka menyerbu wisma. Begitu juga dengan mereka semua, IS memerintahkan semua untuk pergi ke kamar mereka, duduk dan tidak berbicara satu sama lainnya.
Setelahnya mereka diperintahkan untuk mengambil telepon dan paspor mereka dan mengumpulkannya. Selanjutnya semua diinterogasi satu persatu di kamar yang berdekatan dan akhirnya barang-barang pribadi mereka dikembalikan dan para pejuang IS pergi, tapi sayangnya mereka membawa Alan bersama mereka.
Pemimpin konvoi masih di perbatasan saat serangan itu terjadi, ia mengawasi semua ambulans yang lewat dan memastikan semuanya berjalan lancar. Setelah kendaraan bantuan yang terakhir berangkat dari perbatasan, pemimpin konvoi menuju ke wisma, setelah ia sampai di sana ia melihat para pejuang IS bersiap-siap meninggalkan wisma dengan Alan disandera di belakang salah satu kendaraan.
Ia mengatakan kepada mereka, Alan tampak benar-benar ketakutan dan pemimpin konvoi itu berteriak “Jangan khawatir, Abu Salaam akan membebaskan Anda” ini adalah penampakan terakhir dirinya.
Mereka cukup terguncang saat Alan diambil dan IS telah memperlakukan mereka dengan cara yang cukup kasar, bahkan memukuli salah satu anggota konvoi karena mereka pikir dia adalah seorang Alawit (Syi’ah).
Tidak ada alasan mengapa mereka membawanya. Para warga kota marah dengan penangkapan Alan dan serangan itu, karena mereka memiliki hubungan yang sangat baik dengan warga Ad-Dana.
Beberapa kali di masa lalu, mereka berjasa menyumbangkan ambulans, bantuan dan uang terhadap warga kota. Orang-orang kota sangat berterima kasih atas bantuan tersebut dan menunjukkan penghargaan mereka dengan menjamu mereka dengan penuh keramahan setiap kali mereka mengunjungi.
Kemudian pada hari itu orang-orang berpengaruh di kota memutuskan mereka akan pergi ke pimpinan lokal IS dan meminta pembebasan Alan. Orang-orang berpengaruh dari kota termasuk Ulama, Hakim, Dokter dan pemimpin adat dan tokoh terkenal, di antara mereka adalah Syaikh buta yang dihormati oleh warga.
Mereka mendatangi pimpinan lokal IS dan menyampaikan padanya tentang penangkapan Alan dan menuntut pembebasannya, pimpinan IS menjawab, “tidak perlu khawatir mereka akan membebaskannya besok (Jum’at).” Namun besoknya, ia tidak dibebaskan.
Sebagian besar anggota konvoi bersiap untuk meninggalkan lokasi, secepat mungkin setelah serangan itu. Selain pemimpin konvoi, sebagian besar dari mereka meninggalkan Suriah dan kembali ke Inggris dalam waktu seminggu. Pemimpin konvoi itu benar-benar dekat dengan Alan dan telah mengenalnya selama bertahun-tahun, ia tanpa lelah bekerja untuk pembebasannya melalui berbagai mediator. Namun, hari berubah menjadi minggu dan dia masih belum dibebaskan. Sampai uangnya habis dan fisiknya terkuras, ia kembali pulang ke Inggris setelah enam minggu berusaha.
Alan sang humanitarian
Perkenalan pertama Alan atas konflik di Suriah adalah ketika teman lama dan rekan kerjanya telah menjadi pemimpin konvoi kemanusiaan. Temannya itu menunjukkan padanya foto-foto kehancuran dan pembunuhan di Suriah, Alan menjawab “Saya tidak memiliki itu”.
Dari sinilah ia memulai perjalanannya untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Suriah. Ia mulai mengumpulkan dana dan mengumpulkan bantuan untuk perjalanan ke Suriah.
Dalam perjalanan pertamanya ke Suriah ia menyampaikan bantuan di kamp pengungsi Reyhanli. Apa yang ia lihat dan dengar dari para pengungsi Suriah sangat menyentuhnya. Kisah-kisah mengerikan mulai dari pembantaian, cerita Shabiha yang memasuki pemukiman dan meneror warga sipil dengan eksekusi berdarah dingin dari laki-laki dan anak-anak, dan pemerkosaan terhadap perempuan mereka, semua melukai perasaannya.
Banyak dari mereka yang masih hidup menceritakan kisah-kisah mereka kepada warga atau relawan di kamp pengungsi. Pengalamannya di kamp pengungsi itulah yang mengubah cara hidupnya secara drastis. Ini mendorongnya melakukan pekerjaan amal tak henti-hentinya dan memotivasinya secara pribadi untuk memberikan lebih banyak bantuan kepada orang-orang Suriah.
Seperti kata Alan pada konvoi terakhirnya ke Suriah:
“Semua [upaya] ini sangat berharga ketika Anda melihat apa yang dibutuhkan warga sipil benar-benar sampai ke tujuan, yang membuat semuanya berharga, tidak ada pengorbanan yang kita lakukan sebanding dengan apa-apa yang mereka lalui setiap hari.”
Alan menjadi dekat dengan rakyat Suriah secara emosional. Ia bahkan mentato lengannya dengan logo “Aid4Syria”. Banyak Muslim terkejut melihat seorang non-Muslim memiliki tingkat komitmen membantu Suriah sedemikian tinggi. Sementara bagi kami sesama relawan, keadaan itu sangat kami mengerti.
Alan bekerja tanpa lelah untuk mengumpulkan uang dan bantuan untuk Suriah. Ia membantu para relawan yang memfasilitasi pengumpulan donasi dan bantuan untuk Suriah, membantu mengisi suplai obat-obatan ke dalam ambulan, dan melaksanakan tugas logistik untuk konvoi bantuan darat yang beragkat dari Inggris ke Suriah.
Sebuah perencanaan dan pengorganisasian yang baik sangat diperlukan dalam permulaan misi bantuan kemanusian ini. Kedua, juga diperlukan kecakaptanggapan relawan untuk memastikan semua bantuan sampai ke tujuan. Alan memiliki semua kecakapan ini, ia adalah anggota tim relawan yang intergral dan kinerjanya sangat membantu proyek teersebut berjalan dengan lancar.
Momen kenangan
Abu Salaam memiliki banyak kenangan dengan Alan selama ekspedisi bantuan kemanusiaan di Suriah. Berbekal pengalaman tersebut, ia hendak mengisahkan bangaimana karakter sahabatnya, Alan.
Saat konvoi memasuki wilayah Eropa, kami sering berhenti untuk mengistirahatkan ambulan. Sebab, perjalanan sangatlah panjang dan kami harus rehat sejenak dari menyetir selama berjam-jam.
Prosedur normalnya, relawan harus tidur di dalam ambulan selama beristirahat. Namun, karena saat itu di Italy sedang musim dingin, maka tak memungkinkan bagi kami tidur di bagian belakang ambulan. Dengan demikian, kami menyewa sebuah kamar untuk masing-masing.
Tetapi Alan menolak usul itu, ia megatakan bahwa, “jika saudara-saudara kita [di Suriah] tidur dalam kedinginan di tenda-tenda pengungsi, mengapa kita tidak bisa menahan diri dari dinginnya tidur di belakang ambulan.”
Mendengar pernyataan itu, pemimpin konvoi menawarkan akan membayarkan tagihan kamarnya; Alan menjawab “berikan saja uang itu kepada para pengungsi Suriah. Lagi pula, mereka lebih membutuhkannya, lalu ia tidur di dalam ambulan.”
Pada bulan Desember, konvoi terakhir Alan, bertolak dari Inggris sebelum Natal. Isterinya nampak tak terlalu senang, karena itu berarti Alan tidak akan merayakan Natal bersama keluarganya.
Isterinya menyanggah Alan, “bagaimana dengan Natalan?” Alan menjawab, “Bagaimana dengan Natal, aku kan tidak mempercayainya.”
Isterinya kembali berkata, “Bagaimana dengan anak-anakmu?” Alan menjawab “Anak-anakku punya atap di atas kepala mereka, [anak-anak Suriah] tidak punya apa-apa, dan mereka lebih memerlukan pertolongan lebih dari apa yang dibutuhkan anak-anak disini.”
Ia meyakinkan Abu Salaam bahwa apa yang terjadi anatara dia dan isterinya itu akan berimbas ditinggalkannya ia oleh isterinya karena marah. Namun, ia tetap saja berangkat ke Suriah meski dengan risiko pernikahannya berantakan.
Sangat mengejutkan mengetahui Alan tidak lagi mempercayai Natal, barangkali itulah dampak dari seringnya ia bergaul dengan orang Muslim. Mereka biasa mendakwahinya, begitupua Abu Salaam. Maka saat ini Alan telah percaya kepada Allah, Rasulullah Muhammad sholallahu’alayhi wasallam dan ia tak lagi percaya akan Yesus sebagai Tuhan atau anak Tuhan.
Banyak dari perilaku dan kebiasaannya mengikuti gaya hidup Muslim, seperti berhenti minum alkohol (khamr). Hanya saja ia belum bersyahadah sebab beberapa hal masih menngganjal niatnya.
Ia sempat mengatakan bahwa ia ingin belajar bahasa Arab dan pindah ke Suriah, seiring meningkatnya belas kasihan Alan terhadap rakyat Suriah. Jika ia telah menguasai bahasa Arab, ia berpikir bahwa ia akan lebih mudah berkomunikasi dengan rakyat Suriah tanpa masalah. Tetapi Allah mengetahui bahwa ini impian yang tak akan tergapai atau niat yang ikhlas, namun satu hal yang pasti, bahwa Alan sangat mencintai orang-orang Suriah.
Alan sangat menghormati Islam dan orang Muslim, sebagaimana Anda harapkan dari pria yang terbiasa bergaul dengan para Muslim dan warga Suriah ini memiliki kedekatan emosional dengan penduduk Suriah. Oleh karena itu, ia meyakinkan dirinya sendiri agar tidak makan sembarangan di depan publik Suriah pada saat bulan Ramadhan. Saat waktu sholat, ia kan ikut duduk dan mencermati do’a-do’a yang dipanjatkan orang-orang Muslim dan menyimak tilawah para ikwhan relawan.
Abu Salaam ingat bahwa Alan selalu tersenyum dan selalu dalam suasana hati yang gembira, dia tidak akan pernah merasa tersinggung oleh relawan lain selama di perjalanan. Ia selalu menanyakan apa yang kita butuhkan adakah yang bisa ia bantu saat berhenti di stasiun layanan. Disana ia selalu menjadi orang pertama yang sukarela membuatkan teh bagi kami semua.
Permohonan pembebasan Alan Henning, dari saudaramu dalam Islam Abu Salaam al-Britani
Abu Salaam mengajukan naik banding dan meminta secara umum kepada semua anggota Daulah Islamiyyah ISIS dan khusus untuk Syaikh Abu Bakar Al-Baghdadi dan Abu Ali Al-Anbari untuk melepaskan Alan Henning karena ia telah diberi Amana (keamanan) dari dua pihak terpercaya. Selanjutnya secara Syari’ah ia dianggap sebagai Mu’ahid, karena itu tidak diperbolehkan untuk menyakitinya.
Amaana yang pertama diberikan oleh Abu Salaam dan sisanya dari saudara-saudara yang turut dalam konvoi bantuan. Mereka meyakinkan dan memberitahu Alan bahwa ia akan aman dan tidak dirugikan karena ia dengan sekelompok Muslim lainnya sedang dalam misi akan memberikan bantuan kepada rakyat Suriah.
Amaana kedua diberikan oleh orang-orang pribumi ad-Danna. Mereka telah mengirim beberapa orang untuk mengawal mereka setelah mereka masuk Suriah melalui Bab al-Hawa penyeberangan perbatasan. Mereka meyakinkan semua bahwa kita akan berada di bawah perlindungan mereka dan membawa mereka ke kota ad-Danna.
Abu Salaam meminta ISIS untuk menghormati perjanjian-perjanjian tersebut seperti yang dikatakan Allah dalam Al-Qur’an;
“Hai orang yang beriman, hormatillah perjanjian Anda (‘Uqud)” [Surat Al-Ma’idah, Ayat 1]
Rasululoh juga mengatakan:
“Jika ada yang membunuh ‘Mu’ahid’ ‘yaitu orang dengan jaminan perlindungan’ tanpa alasan, Allah bahkan akan mencegah dia dari mencium aroma surga “. [Sahih Sunan an-Nasai No 0,4422].
Nabi sholallahu ‘alayhi wasallam juga mengatakan:
“Pada hari kiamat, aku akan memprotes siapa saja yang menindas seorang ‘mu’ahid’ ‘yaitu orang dengan jaminan perlindungan ‘, melecehkan dia, menyebaban dia untuk melakukan hal-hal di luar kemampuannya, atau memeras sesuatu dari dia.” [Sahih Sunan Abi Dawud, no 2626]
Setiap Muslim berhak untuk memberikan perlindungan atas nama mereka, dan bahwa jenis perlindungan dapat diberikan kepada non-Muslim oleh setiap individu dari Ummat Islam apakah laki-laki atau perempuan, seorang bangsawan atau biasa, benar atau jahatnya pelaku.
Ash-Shaybani mengatakan dalam as-Siyar, vol.1, pg.175:
“Perjanjian keamanan dari seorang Muslim bersifat bebas, apakah baik atau tidak bermoral, ia bersifat mengikat bagi seluruh Ummat Islam lain sesuai Hadis,
“Setiap Muslim berkedudukan sama dalam hal darah. Mereka seperti satu tangan dia atas terhadap semua orang yang berada di luar komunitasnya. [Bahkan] yang terendah dari mereka berhak untuk memberikan perlindungan atas nama mereka. “Yang dimaksud dengan” perlindungan “adalah perjanjian keamanan apakah itu sementara atau permanen.”
Zaynab, putri Rasulullah shalallahu’alayhi wasallam, memberikan perlindungan kepada suaminya Abu al-‘As bin Rabi’ah, dan Nabi menyetujui perlindungannya.
Dilaporkan bahwa Umm Hani mengatakan:
“Saya diberikan suaka kepada dua kerabat non-Muslim saya, dan kemudian Ali bin Abi Thalib (radhiallahu’ahu dengan dia) datang kepada mereka untuk membunuh mereka. Jadi saya mengatakan kepadanya, Anda tidak akan membunuh mereka kecuali jika Anda membunuh saya dulu! Lalu, Abu Salaam mengunci pintu pada mereka dan pergi ke Rasulullah shalallahu’alayhi wassallam dan mengatakan kepadanya tentang apa yang terjadi.
Beliau (saw) mengatakan:
“Ali tidak diperbolehkan untuk membunuh mereka. Mereka memberikan suaka dan perlindungan kepada orang-orang yang telah diberi suaka dan perlindungan. “
Para Fuqaha dalam buku-buku fiqh telah berbicara tentang subjek perjanjian secara tegas dan bukti-bukti di atas hanyalah beberapa bukti yang menunjukkan Alan Henning memiliki perjanjian jaminan keamanan valid (Amaana) yang diberikan kepadanya oleh Ummat Islam.
Imam kita, Ibnu al-Qayyim dalam ‘Ahkam Ahl adh-Dhimmah‘; (vol. 2 p. 476) menyatakan,
[“Musta’man” (seseorang yang diberi jaminan perlindungan dan keamanan) ia adalah pendatang ke tanah Muslim, tidak untuk menetap disana. Terdapat empat katagori orang-orang musta’man, yakni:
- kabilah atau konvoi
- pedagang
- pencari suaka, sampai mereka mengenal Islam dari hadits dan qur’an. Mereka dapat masuk Islam jika mereka mau, dan jika tidak mau, mereka dapat embali ke tempat asal
- mereka yang memutuhkan sesuatu di daerah tersebut, seperi berkunjung dan lainnya.
Peraturan ini berarti menyatakan bahwa mereka tidak boleh dideportasi, atau dibunuh, atau dikenai jizyah. Musim diwajibkan mendakwahi mereka, jika mereka masuk Islan maka alhamdulillah, dan jika mereka tidak tertarik memeluk Islam, mereka bisa pergi ke tanah airnya. Sekali mereka tinggal di kampung halamannya, mereka akan berpihak kepada Islam dan melawan kaum kuffar.
Abu Salaam mengakhiri catatan pribadinya dengan sebuah insiden yang berkaitan dari sebuah buku kontemporer sejarah Jihad. Itu tak lain pendirian Amir kita, Syeikh Abu Musab az-Zarqawi yang meletakkan benih dan dasar-dasar negara yang telah didirikan di seluruh Irak dan Suriah.
Syaikh al-Gharib Maysarah menyebutkan insiden dalam buku, ‘Min Khifaya at-Tarikh’ (p.19-20) bahwa Harakah, ‘Jama’at at-Tawhid wal Jihad’ menahan tiga orang Amerika beswerta penerjemah Irak dalam Fallujah. Mujahidin bersukacita karena itu dan mereka ingin melakukan pertukaran tawanan dengan beberapa wanita dari Ahl as-Sunnah yang dipenjara di Penjara Abu Ghraib. Jadi, Abu Mus’ab dan beberapa teman-temannya yang memutuskan apa yang harus dilakukan sementara berita mencapai mereka bahwa seorang Amerika tidak boleh memasuki Fallujah jika seorang pria dari orang-orang umum Fallujah tidak memberi mereka keamanan (Amaana).
Ketika Abu Mus’ab menyelidiki keaslian laporan itu, ia mengangkat hal tersebut kepada Lajnah Abu-Syari’ah yang menjawab tegas tanpa menerima kompromi landasan ini adalah agama Allah. Dan tidak seperti konstitusi duniawi yang mengubah setiap kali mereka ingin menyenangkan [penguasa] atau apakah itu seperti keputusan Parlemen yang mematuhi kontrak mereka sesuai dengan keinginan dari tuan mereka. Jadi, putusan itu, “membebaskan mereka!”
Demi Allah, Alan Henning adalah 1000 kali lebih tidak bersalah dari para orang Amerika karena ia hanya seorang pekerja bantuan yang datang ke negara-negara Muslim dengan amal Muslim dan sekelompok Muslim untuk membantu umat Islam lainnya di bawah perlindungan Muslim.
Dengan cahaya wahyu-wahyu ini tentang Alan Henning, Abu Salaam meminta ISIS untuk melepaskan Alan Henning karena ini demi Allah. Pun dari pernyataan Abu Mus’ab az-Zarqawi yang diucapkan pada rilis kepada Amerika, juga untuk mereka yang keberatan dengan keputusan Lajnah Abu-Syari’ah.
(adibahasan/jpi/arrahmah.com)