(Arrahmah.com) – Kenapa demikian, Jumat pekan lalu pelarian ini terjadi dan dlm konteks situasi Poso baru saja selesai Operasi keamanan Maleo II. Dan target operasinya perburuan 21 DPO yg dicap “teroris” oleh aparat kepolisian. Kemudian dalam 2 bulan terakhir Poso juga kembali menjadi perhatian publik paska beredarnya video kekerasan oleh Densus 88 tahun 2007. Dimana Basri juga terkait langsung dengan rangkaian peristiwa tersebut.
Dan kasus ini paska investigasi Komnas HAM dalam dua bulan terakhir membuat posisi Densus 88 terpojok. Ditambah lagi langkah tokoh-tokoh masyarakat Poso dan Panja DPRD Poso terus berusaha mengadvokasi sebagian masyarakat Poso yang terdzalimi secara fisik maupun verbal (cap Poso sarang teroris).
Jadi rasanya agak aneh, seorang Basri alias Bagong yang di cap Densus 88 sebagai gembong “teroris” dengan status terpidana 19 tahun bisa lari begitu saja. Bisa jadi ada pengkondisian yg memprovokasi Basri untuk lari, atau karena faktor kelalaian petugas ketika kawal Basri untuk jenguk keluarganya yang sakit parah, atau karena murni niat Basri untuk melarikan diri.
Tapi jika berangkat dari fakta dilapangan, saya melihat adanya indikasi-indikasi pengkondisian. Dari sumber CIIA, Basri sebenarnya sudah sering keluar masuk dari penjara selama masa tahanan, bahkan karena sebuah kepentingan bisnis itu dilakukan. Nah kali ini alibinya menjenguk keluarganya yang sakit, Densus 88 juga tahu dan ikut memantau aktifitas ini. Orang sekelas Basri dengan status terpidana 19 tahun dan cap “teroris” kelas berat kenapa pengawalannya sangat longgar?.
Karenanya, dibalik pelarian Basri ini perlu dicermati. Jangan sampai menjadi celah atau pintu masuk Densus 88 bikin ulah lagi di Poso. Dan alasannya perburuan Basri plus 21 DPO yg belum tertangkap. Jika ini terjadi mk eksesnya sangat mungkin akan kembali mengoyak kehidupan masyarakat Poso baik aspek sosial, keamanan maupun ekonominya. Dan dibalik itu semua kemungkinan targetnya adalah menjaga eksistensi Densus 88,memberikan jawaban atas desakan pembubaran Densus 88 dan Poso kembali dijadikan panggung dramanya dengan judul “perburuan teroris”.
Harits Abu Ulya
Pemerhati Kontra Terorisme dan Dir CIIA
(samirmusa/arrahmah.com)