(Arrahmah.com) – Miss Indonesia 2013 Vania Larissa mengunjungi pondok pesantren Al Yasini Wonorejo, Pasuruan, Jawa Timur, demikian berita di Seputar Indonesia RCTI Jum’at (3/5/2013).
Disebutkan pada awal beritanya bahwa dukungan terhadap penyelenggaraan Miss World 2013 di Indonesia bertambah satu. Dalam kunjungan itu, sang Miss Indonesia didampingi oleh panitia nasional Miss World yakni Syafril Nasution yang juga merangkap general affair RCTI.
“Sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap budaya Indonesia, perhelatan Miss World September 2013 nanti tidak akan menyelenggarakan kontes bikini,” demikian bunyi berita tersebut. Para kontestan akan banyak terjun ke masyarakat, berdialog dan mendengarkan aspirasi mereka.
K.H. Mujib Imron, pimpinan pondok pesantren Al Yasini turut disiarkan komentar dan pendapatnya untuk memperkuat berita tersebut. “Selama kontes Miss World menampilkan budaya-budaya Indonesia yang luhur, bagaimana adat istiadat yang bermartabat , tidak lepas dari nilai-nilai agama, saya sangat mengapresiasi,” kata kyai tersebut.
Ajang kecantikan berfaedah bagi agama dan akhlak bangsa?
Berita tersebut cukup membuat terkejut, lantaran selagi kuatnya penolakan dari mayoritas komponen umat Islam Indonesia terhadap penyelenggaraan Miss World 2013 di Bali dan Sentul tiba-tiba muncul berita ini yang seakan akan berusaha menggoyang sedikit demi sedikit opini publik Muslim Indonesia, khususnya tentang acara tersebut.
Paling tidak ada syubhat, keraguan boleh atau tidak ya acara ini. Apalagi dalam tayangan tersebut terlihat sang Miss World berkamuflase menggunakan kerudung dan dikerubungi oleh para santriwati ponpes tersebut, disambut meriah.
Sementara penolakan dari para ulama, tokoh, lembaga dan ormas Islam terhadap event Miss World memang wajar dan tepat, karena event Miss World –meskipun dibungkus dengan kegiatan-kegiatan yang positif dan ada wacana bikini diganti kebaya- tetaplah bertentangan dengan nilai-nilai religius bangsa ini yang mayoritas muslim.
Miss World dan segala ajang sejenis dari tingkat lokal hingga internasional semua mempunyai satu kesamaan, sama-sama menilai kecantikan wajah dan semua segi penampilan fisik wanita. Kontes-kontes kecantikan seperti Miss World dan Miss Indonesia, dan yang serupa dengannya, adalah contoh yang jelas menunjukkan hal tersebut.
Kontes-kontes semacam itu meskipun mengklaim tidak sekadar menilai para pesertanya dari segi penampilan fisik saja tapi juga dari segi kepribadian dan kecerdasan, namun tetap mementingkan penampilan fisik. Apakah ada kontestan kecantikan yang tidak cantik dan tidak ideal fisiknya?
Pengalihan isu bikini diganti dengan kebaya dan sebagainya adalah siasat saja untuk mendapat dukungan. Tidak ada artinya ucapan-ucapan itu, karena kontes itu sama-sama memamerkan aurat yang menjadi salah satu penyebab kerusakan akhlak penduduk negeri ini.
Miss World dikatakan membawa misi perdamaian, kemanusiaan, kepedulian. Faktanya, hingga saat ini ajang seperti itu tidak bisa mewujudkan perdamaian. Negeri-negeri muslim dijajah oleh kaum kafir, Miss World dan ajang serupa tidak mampu berbuat apa-apa. Pada dasarnya tidak ada solidaritas untuk umat yang tertindas dari masyarakat internasional kecuali umat Islam itu sendiri.
Pada akhirnya, tak jauh dari perkiraan, para “lulusan” ajang kecantikan akan muncul menjadi bintang iklan atau sebagai duta di acara tertentu yang pastinya kemolekan tubuh dan paras wajah mereka yang pertama akan ditampilkan.
(azmuttaqin/arrahmah.com)