JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua dari Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) KH. Dr. Hamid Fahmi Zarkasy, M Phil mengkritik dengan keras dari mulai partai Islam yang menjadi partai terbuka hingga terbuka auratnya, hingga menyebut tidak ada lagi partai Islam di Indonesia dikarenakan cara pandang Islamnya rusak. Putra Kyai pendiri Gontor ini memberi solusi dari persoalan karut marut bangsa ini dengan membimbing masyarakat lewat lembaga-lembaga Islam. “Tugas kita saat ini adalah membentuk masyarakat yang solid. Ketika masyarakat solid, kekuasaan dengan sendirinya akan terpengaruh juga,” katanya.
Di sela-sela acara Seminar Pemikiran Islam kerjasama antara PKU ISID Gontor dengan Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) di Sekretariat INSISTS Kalibata, Jakarta. wartawan Islampos Azeza Ibrahim Rizki mewawancarai pria yang akrab disapa Gus Hamid itu. Berikut ini pertikannya.
Menghadapi pemilu tahun ini, apakah MIUMI akan ikut berperan dalam ranah politik praktis?
MIUMI sebagai sebuah majelis, tidak akan turun ke ranah politik praktis. Kita tidak ingin terjebak dalam pilihan-pilihan yang sebenarnya tidak bisa kita pilih. MIUMI akan tetap fokus pada orientasi keilmuan.
Bagaimana peran dan sikap ulama terhadap kekuasaan dalam tinjauan sejarah Islam?
Dalam sejarah keislaman sudah menjadi tabiat ulama untuk tidak suka dengan kekuasaan, pun demikian penguasa-penguasa muslim dahulu memiliki kesadaran yang tinggi akan peranan ulama dalam negara. Sehingga dapat kita lihat bahwa para ulama ini dapat mengembangkan ilmunya sehingga benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh umat.
Lalu bagaimana ketika muncul konflik antara ulama dengan penguasa?
Konflik antara pengasa dengan ulama memang terjadi, dan ketika muncul konflik antara penguasa dengan ulama, biasanya ulama berada dalam posisi kalah. Dalam sejarah hukuman seperti penjara merupakan hal biasa yang diterima oleh para ulama yang bertentangan dengan para pemimpin, namun hukuman pemerintah ini tidak lantas membuat ulama berkompromi atau lantas melunak.
Nasib partai Islam sekarang?
Saat bertemu dengan para anggota parpol Islam di Arrahman Quranic Learning (AQL) Islamic Center, saya berpesan pada mereka bahwa parpol Islam ini perlu mempelajari Fiqh kekuasaan dan Fiqh perbedaan, dua pemahaman ini yang hilang, kita mau berkuasa atas dasar apa? Kita juga berbeda atas dasar apa?
Sekarang saja partai Islam menjadi partai terbuka, ini terbukanya atas dasar apa? partai Islam jadi partai terbuka sampai terlihat auratnya. Sudah tidak ada lagi partai Islam di Indonesia, ini pada dasarnya dikarenakan cara pandang (worldview) Islamnya rusak.
Lalu bagaimana nasib politik umat Islam?
Walau demikian keadaannya, kita harus terus berusaha, apa yang ada harus kita perbaiki. Walau sudah tidak bisa berharap dari politik dan kekuasaan kita masih bisa membimbing masyarakat lewat lembaga-lembaga Islam. Tugas kita saat ini adalah membentuk masyarakat yang solid. Ketika masyarakat solid, kekuasaan dengan sendirinya akan terpengaruh.(azm/islampos/arrahmah.com)