TRENGGANU (Arrahmah.com) – Sebanyak 66 murid Malaysia di negara bagian Trengganu yang dianggap menunjukkan perilaku seperti perempuan dikirim ke kamp konseling untuk mencegah mereka menjadi gay.
Salah seorang aktivis kelompok Seksualiti Merdeka, Pang Khee Teik, mengatakan kamp serupa sudah pernah digelar di beberapa kampus perguruan tinggi di Malaysia. Namun, dia mengatakan kepada BBC bahwa yang merisaukan adalah sekolah menengah kini ikut meneruskan sikap homophobia.
Hal serupa diungkapkan oleh aktivis pembela hak-hak kaum gay, Selasa (19/4/2011), kemarin. Kelompok ini menolak kebijakan tersebut yang mereka nilai sebagai gerakan mendukung homophobia di negara berpenduduk mayoritas Muslim tersebut. “Ini harus ditolak dan ditentang sebab akan mendukung homophobia dan prasangka,” demikian tertulis dalam pernyataan yang dikeluarkan Kelompok Aksi Gabungan untuk Persamaan Jender. “Kita harus mengirim pesan yang jelas kepada institusi yang tidak mencampuradukkan bisnis dengan identitas individu dan pilihan pribadi seseorang.”
Menurut laporan BBC yang dikutip situs Chicago PrideCom, bocah-bocah tersebut dikirim selama empat hari untuk mengikuti pendidikan agama dan fisik yang disebut sebagai “kursus pengembangan diri”.
Pihak sekolah sendiri tak menerima disebut menggalakkan homophobia. “Sebagai pendidik, kita harus melakukan sesuatunya sebelum orang salah paham dan anak-anak itu mencapai titik yang tak bisa dikembalikan,” kata Direktur Pendidikan Negara Bagian Trengganu, Razali Daud.
Murid-murid tersebut yang dilaporkan memperlihatkan “perilaku feminin” diundang untuk mengunjungi kamp dan tidak dipaksa untuk melakukannya. “Dia tahu beberapa orang akhirnya menjadi banci atau homoseksual, tapi kami akan melakukan yang terbaik untuk mengurangi jumlahnya,” ujar Daud.
Di Malaysia, gay memang sesuatu yang ilegal dan pelakunya terancam hukuman 20 tahun penjara.
Lain ceritanya di Indonesia
Sementara itu , Kamis (21/4) dini hari Kepolisian Resot Kota Panakukang merazia sejumlah waria di depan Taman Makam Pahlawan di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Sulawesi Selatan. Razia dilakukan karena para waria dianggap mengganggu dan meresahkan warga.
Saat hendak dirazia, sejumlah waria kabur dan bersembunyi. Polisi yang sigap langsung mencari hingga ke rumah-rumah warga. Polisi hanya berhasil menangkap seorang waria. Selain waria, polisi juga mencokok seorang laki-laki yang bersemembunyi dibalik semak-semak. Lelaki itu diduga sebagai mucikari waria.
Razia dilakukan setelah sejumlah warga melaporkan keresahan mereka atas keberadaan waria di lokasi itu. Warga juga mengeluh karena waria sering mengganggu pengguna jalan, bahkan sering memeras para pengguna jalan
Demikianlah drama waria dalam republik yang kebanyakan penduduknya mengaku muslim ini. Waria bukan hanya jadi bulan-bulanan Satpol PP tetapi juga jadi target komersialitas oleh media. Dalam program acara “Be a Man’ yang di tayangkan di Global TV, pelatihan-pelatihan waria tidak dimaksudkan untuk merubah dan mendidik kaum waria melainkan menggemukan pundi-pundi kekayaan kapitalis media, seperti program reality show lainnya.
Kemudian muncul pertanyaan, salahkah para pendidik di Malaysia bersikap demikian?
Sebagai negeri yang penduduknya mayoritas muslim, adalah sesuatu yang wajar dan wajib dilakukan pendidik adalah mendidik generasi menjadi manusia berakhlak Islami. Mari perhatikan dan bandingkan dengan kenyataan di lapangan. Sudahkan Indonesia minimal melakukan aksi nyata seperti halnya yang dilakukan Malaysia?
Membentuk konsep homophobia bukanlah hal yang dilarang bahkan diwajibkan, Allah pun mengutuk kaum homoseksual dalam Alqur’an :
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah ) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (perbuatan keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan para pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri .” (QS. Al A’raaf, 7: 80-82)
Tidakkah penguasa memperhatikan ayat tersebut? Atau mungkin humanisme universal (HAM dan Demokrasi) telah dijadikan sebagai agama baru oleh sebagian kecil penduduk dan pemangku kebijakan republik ini? Jangan sampai azab seperti yang dialami masyarakat Pompei melalui asap-asap panas gunung Vesuvius (79 M) itu datang. Jangan sampai gunung-gunung meledak karena kedurhakaan kita pada Allah. Naudzubillah. (m1/arrahmah.com)