JAKARTA (Arrahmah.com) – Penangkapan yang mirip penculikan oleh aparat Densus 88 terhadap Tokoh Pesantren kembali berlangsung dengan cara brutal dan sadis. Kali ini menimpa Ulama pengasuh Pondok Pesantren Tanfidzul Al Qur’an, Ustadz Muhammad Basri, MA. di Makassar, Jumat (24/4/42015).
Menurut Mustofa B. Nahrawardaya, peneliti terorisme, cara-cara mengambil orang seperti yang dipertontonkan Densus kepada masyarakat Makassar, bukan saja memperluas rasa kebencian, tapi juga berpotensi melahirkan teroris-teroris baru.
“Bagaimana pun, seorang pengasuh Pondok Pesantren memiliki pengaruh di lingkungannya. Sehingga, cara brutal polisi dalam memperlakukan mereka, bisa berbuah pahit: balas dendam,” tulis Mustofa dalam rilisnya kepada para wartawan.
Sebagaimana diketahui, para saksi mata kebrutalan Densus 88 saat menculik Ustadz Basri menuturkan, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Al Qur’an itu ditabrak motornya saat dia sedang berkendara dengan putranya yang berusia 3 tahun. Setelah terjatuh, Ustadz basri disergap 12 anggota Densus seperti menyergap hewan. Pengasuh Pondok Pesantren penghafal Qur’an ini ditelikung tangannya menggunakan injakan sepatu lars usai ditabrak. Lalu, diborgol dan diseret ke mobil aparat.
Aktivis Muhammadiyah ini mempertanyakan “Dimana sekarang Ustadz Basri? Tidak diketahui. Masih hidupkah? Tidak diketahui. Berapa hari/bulan beliau dijauhkan dari Pesantren? Tidak diketahui.”
“Sebagian dari yang ditangkap aparat, kadang lenyap begitu saja kabarnya, tanpa diketahui nasibnya,” tukas Mustofa lugas. (azmuttaqin/arrahmah.com)