OUAGADOUGOU (Arrahmah.id) — Burkina Faso memerintahkan agar Duta Besar Prancis untuk Burkina Faso, Luc Hallade, segera meninggalkan negara itu. Otoritas setempat mengkonfirmasi perihal ini pada Senin (2/1/2023) waktu setempat.
Dilansir VOA (4/1), pengusiran dilakukan setelah terjadi kerusuhan pada November tahun lalu, di mana demonstran berusaha menyerbu kantor Kedutaan Besar Prancis di Burkina Faso sambil menyalahkan negara itu atas permasalahan keamanan Negara di Afrika Barat tersebut.
Juru Bicara Pemerintah Burkina Faso Jean-Emmanuel Ouedraogo membenarkan Duta Besar Hallade sudah dikeluarkan. Namun Ouedraogo enggan memberikan keterangan lebih lanjut.
Sejumlah sumber mengatakan pada surat kabar asal Prancis Le Monde kalau Kementerian Luar Negeri Burkina Faso telah mengajukan permohonan ke Pemerintah Prancis pada akhir Desember 2022 lalu agar Duta Besar Hallade diganti.
Sumber-sumber tersebut mengklaim ada desakan agar Hallade angkat kaki dari Burkina Faso setelah sepucuk surat yang dibuatnya pada awal Desember 2022 untuk warga negara Prancis yang ada di Kota Burkinabe, bocor.
Ketika itu, Duta Besar Hallade dilaporkan berkeras agar rekan – rekan senegaranya direlokasi ke Ibu Kota Ouagadougou atau Bobo-Dioulasso. Permintaan itu dilayangkan di tengah gelombang ancaman kelompok teroris. Burkina Faso dua kali mengalami kudeta sejak Januari 2022.
Sentiment anti-Prancis telah meningkat di Burkina Faso dalam beberapa bulan terakhir. Sebelumnya pada November 2022, terjadi unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Prancis di Ibu Kota Ouagadougou, Burkina Faso. Demonstran menuntut agar Duta Besar Hallade diusir.
Sejumlah aktivis menyalahkan Paris yang dianggap telah gagal menumpas teroris di Burkina Faso. Militer Prancis memiliki rekam jejak di Burkina Faso, namun para aktivis di negara itu ingin Burkina Faso memutuskan hubungan dengan Prancis dan lebih mendekat ke Rusia.
Prancis mengerahkan pasukannyan ke wilayah Sahel, Burkina Faso, pada 2013 untuk memerangi kelompok ekstrimisme. Setahun kemudian dimulailah operasi Barkhane. Namun kampanye itu, yang sebagian besar dianggap gagal, sudah secara resmi diakhiri oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron pada November 2022. (hanoum/arrahmah.id)